Skip to main content

Posts

Showing posts from December, 2014

Jelang Akhir Tahun (Bagian II-Habis)

Setelah bercerita tentang flashback peristiwa Tsunami Aceh satu dekade lalu , kini giliran peristiwa jatuhnya pesawat AirAsia. Kalau boleh penulis berkata, tiada kejadian yang tidak memiliki hikmah. Dilihat dari peristiwanya, jelang akhir tahun lho ya. Pertama, publik sudah diingatkan kembali melalui media massa tentang kejadian Tsunami Aceh 10 tahun lalu. Lagi, publik diinformasikan kejadian tentang jatuhnya pesawat AirAsia. Seharusnya setiap kejadian atau musibah bencana itu bisa meninggalkan jejak ingatan manusia akan kematian. Sesuatu yang seharusnya membuat mereka yang belum begitu paham atau belum sadar tentang esensi kehidupan, menjadi mengerti arti dari sebuah kehidupan dan kematian. *berat kayaknya bahasanya Mengingat kematian , maka seharusnya bisa membuat seseorang lebih mawas diri, prihatin dan introspeksi dari kesalahan atau dosa yang telah diperbuat. Mengingat kematian, seharusnya membuat diri lebih berhati-hati dalam bertindak, berucap dan menghindari perbuatan si

Jelang Akhir Tahun (Bagian I)

Jelang akhir tahun, apa yang ada dipikiran Anda? memikirkan resolusi tahun ini yang belum tercapai, atau sibuk merencanakan resolusi untuk masa depan? Atau justru tidak memiliki resolusi apapun? Apapun itu, pastikan bahwa diri harus lebih baik dari waktu ke waktu. Semakin bertambah usia, maka seharusnya semakin matang pola pikir dan kedewasaannya. Menjelang akhir tahun, ada beberapa hal menarik yang ditemui, mulai dari flashback saat peristiwa Tsunami Aceh 10 tahun lalu, jatuhnya pesawat AirAsia dan juga berkenalan dengan seseorang, *ehem. Untuk yang terakhir ini, tampaknya perlu segmen khusus untuk menceritakannya, mungkin nanti. Kembali lagi, peristiwa Tsunami Aceh satu dekade lalu. Apa yang diingat pada tanggal 26 Desember 2004 (10 tahun lalu)? Oh ya, penulis terbaring di rumah sakit, di salah satu ruang untuk pasien yang dirawat di kelas paviliun (kalau tidak salah), dirawat selama beberapa hari. Penyakit yang mungkin sudah bisa diprediksi sebelumnya, karena kecapaian dan m

Sinyal yang Bisa Datang dari Berbagai Arah

Masih single, ada hal yang menyenangkan dan yang tidak. Ah betapa bebasnya, bisa berkenalan dengan siapapun, tanpa merasa terkekang. Ini salah satu kenikmatan, 'kebebasan' yang dirasakan saat masih sendiri. Mungkin tidak demikian untuk mereka yang memiliki pacar/kekasih. Kalau single lebih nyaman, mengapa perlu pacar-pacaran? Hanya buang-buang waktu, buang energi dan uang. Yang pacaran, belum tentu pacarnya itu bakal jadi istri/suaminya, iya kan? Beruntungnya mereka yang masih berstatus single, ambil positifnya. Single sementara saja, lalu berikutnya bersegera menikah. Single jadi membuat hidup lebih leluasa, dan bisa bebas melakukan apapun, tanpa hambatan. Mungkin Allah tak mengizinkan untuk membiarkan hamba-Nya jatuh dalam kubangan zina. Boleh jadi setiap kali memulai hubungan pacaran, pasti gagal, paling banter hanya beberapa bulan. Dan itu juga mungkin dianggap pacaran yang 'garing', seperti tidak pacaran. Karena ada sebagian yang mungkin merasa t

Sepotong Cerita

Tahukah dia betapa hati sangat mengharap, saat kata cinta terucap jua walau hanya melalui pesan teks. Rasa yang sudah melambung tinggi, dibuai angan dan dipicu dari segala kenangan yang tersimpan. Hati ditikam rindu dan kegamangan saat tak ada jawab sepatahpun untuk menanggapi rasa yang terlanjur terbentuk itu. Sayang sekali, seharusnya perkataan itu bisa ditahan dan disimpan saja, saat disadari rupanya ia masih menjalin hubungan dengan yang lain. Penulis tidak tahu, antara mengikhlaskan sebuah pengungkapan walau harus menerima konsekuensi 'diabaikan' atau nekad mengungkapkan demi tujuan suci. Saat diketahui, cinta tidak selamanya menemukan jalan kebahagiaan, maka ia bisa menjelma menjadi duri yang menyakitkan. Namun, bagi penulis, ini sudah cukup menjadi pelajaran. Cukup bisa dipahami atau dimengerti dengan akal sehat. Ada skenario-Nya mengapa Allah membiarkan hamba-Nya untuk jatuh dalam perasaan yang katanya dinamakan cinta, agar pada saat merasakan sakitnya, ia bisa

Katakanlah Agar Orangtua Mengerti

Komunikasi itu perlu, untuk menyampaikan pesan atau maksud kepada orang lain. Sehingga, orang lain memahami dan menangkap maksud perkataan kita, dan tercapai sebuah persetujuan maupun kesepakatan. Dan, itulah yang terjadi hari ini. Komunikasi kepada keluarga sendiri, terutama orang yang paling berjasa yang telah mengantarkan kita sampai mampu berdiri seperti ini, orangtua. Serasa jalan ini dipermudah untuk bisa menyempurnakan separuh dien. Walau sampai detik ini, penulis tidak tahu siapa calonnya, siapa yang akan menerima mas kawin, dan tangan Bapak siapa yang kelak akan berjabat lama dengan ucapan 'sakral' penulis di hadapan penghulu. Ada sedikit kelegaan, setidaknya diwujudkan dalam nuansa pembicaraan kekeluargaan santai dengan orangtua. Mereka berkata, perkataan yang membebaskan penulis. Mempersilakan untuk memilih, membebaskan waktu untuk kapan bisa memulai kehidupan berumah tangga. Sebuah pembicaraan hangat, pendekatan personal dan mengungkap alasan yang menitik

Tentang Masa Muda

Mewakili segenap laki-laki dengan usia yang katanya sedang produktif-produktifnya. Mewakili laki-laki yang mungkin sudah berusia semakin dewasa, single dan memiliki pekerjaan. Ada episode dalam kehidupan yang tidak mungkin terulang di dunia. Menjadi pemuda, dengan fisik dan raga yang masih prima serta bugar. Dengan kulit yang masih kencang, dengan otot yang masih perkasa, dengan kelincahan dan kecerdasan. Apa yang kau dapat saat ini, ialah apa yang kau usahakan puluhan tahun lalu. Mulai dari sekolah, lancar, dibiayain orangtua, belajar, bergaul dan berinteraksi satu sama lain, mendewasa. Usia yang sangat-sangat matang untuk, hmm.. mungkin berumah tangga, karena raga masih memiliki energi optimalnya. Kita tidak berpikir yang aneh-aneh, tetapi benar adanya, fitrah manusia, usia muda, energi maksimal dan saat sudah menikah, rahim istri dalam kondisi terbaiknya untuk bisa melahirkan anak yang shaleh/shalehah. Yang single, bila sudah bekerja dan berpenghasilan, mungkin akan berasa

Saat Klanting & Brownies Jadi Saksi Bisu

Kisah ini rupanya belum tuntas juga. Setelah pertemuan perdana, pertemuan kedua, pertemuan ketiga dan pertemuan keempat, masing-masing memiliki cerita yang berbeda-beda. Kisah yang masih sama, dengan status yang sama, tiada perbedaan, tetapi sebuah rasa sudah semakin mendewasa, lebih bisa terkontrol dibanding masa sebelumnya. Rasa menggebu perlahan sudah menemukan ritme cantiknya. Saat mendengarkan suara hati, hanya jeritan dari dalam lubuk jiwa yang berbicara lantang, menggemakan asa, mendorong ucapan maupun tindakan untuk lebih mampu memahami, menyayangi dan meletakkan perhatian. Sedangkan bila logika yang digenggam, sebuah rasa lebih mampu terkendali dengan mempertimbangkan baik dan buruk. Melihat lebih cerdas dalam menganalisis sebuah kondisi dan memperhitungkan apa yang akan terjadi berikutnya dari setiap perbuatan. Mungkinkah ini takdir atau suratan, saat Allah menitipkan sebuah perasaan yang seharusnya indah, tetapi justru menjadi cobaan. Ya, tanpa sebuah ikatan pernik