Skip to main content

Posts

Showing posts from February, 2014

Tak Kenal Maka Ta'aruf

Memang diperlukan keberanian untuk melangkahkan sesuatu. Karena apa yang dilakukan saat ini akan membuahkan apa yang akan dipanen di masa depan. Penulis tahu, apa yang dijalani saat ini akan menunjang atau tidaknya dalam perencanaan membina rumah tangga. Mengingat tanggungjawab sebagai seorang suami itu berat. Sampai saat ini, semua terasa baik-baik saja walau di luar sana, teman-teman sudah ada yang menikah dan menyusul dan terus menyusul yang lainnya. Sudah saatnya menatap lurus untuk masa depan, mencari sosok yang terbaik di antara yang terbaik. Penulis tak menjanjikan apapun, kepada siapapun. Sebab, skenario-Nya berlaku bagi setiap hamba. Apa yang direncanakan kadang belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun, tidak melakukan usaha apapun juga salah satu bentuk kebodohan. Ada teman laki-laki satu kantor penulis yang hingga usianya mencapai kepala 3, masih juga belum memiliki istri. Bukan soal punyanya pekerjaan atau tidak, barangkali usaha berperan dalam hal ini d

Urusan yang Tidak Pernah Kelar

Habis selesai urusan yang satu, manusia pasti dihadapkan dengan urusan lain. Dahulu sewaktu masih menjadi mahasiswa, hal yang perlu dipikirikan ialah bagaimana agar bisa lulus tepat waktu. Kemudian memikirkan di mana akan bekerja. Usai lulus dan bersyukur bisa bekerja, muncul opsi untuk pindah tempat kerja, atau lompat profesi atau meneruskan jenjang S2. Habis bekerja juga akan terpikir, kapan menikah, kapan berkeluarga, kapan ini dan kapan itu. Seolah tidak ada akhir dari sebuah perkara. Yang seringkali terlupa ialah tujuan semata-mata untuk ibadah kepada Allah. Terkadang sibuk bekerja menjadikan seseorang lalai. Lupa, yang dipusingkan hanya bagaimana mencari 'zona nyaman' dan jarang mengingat esensi dari sebuah pekerjaan. Tidak ada pekerjaan 100 persen menyenangkan, tetapi tidak selamanya pekerjaan itu membuat kebetahan. Yang perlu dihindari ialah, jangan sampai pekerjaan didasari atas keterpaksaan. Jadi tukang sayur juga tetap berkah bila tujuannya untuk ibadah. Be

Definisikan Sendiri

Kadang penulis bingung apa yang mau ditulis di blog yang mungkin enggak banyak orang yang baca ini. Enaknya punya blog itu bisa nulis macem-macem hal. Ibarat buku, blog itu tempat corat-coret dan menuangkan segala macam ide atau pikiran. Kemudian orang lain bisa dengan gratis dan mudah mengambil buku itu dan melihat isinya, tanpa sepengetahuan si kreator kontennya. Enggak perlu pakai bahasa baku, bebas, karena enggak seperti kaedah baku jurnalistik. Hanya orang-orang tertentu yang baca, yang rela mempergunakan waktunya dan kebetulan nemu di internet. Benar begitu? Ada kata tertentu, dan apa yang terlintas dipikiran ketika mendengar kata tersebut, definisi pribadi. Kerja: Kerja adalah bagian dari aktivitas untuk mendapatkan penghasilan, ilmu serta pengalaman yang berharga. Game: Saat senggang, game bisa menghibur. Selain menghibur, terkadang ada kepuasan sendiri saat berhasil menamatkan judul permainan tertentu. Musik: Mungkin hampir setiap hari dalam kehidupan, seseorang lang

Supaya Langgeng, Katanya Itu..

Doktrin. Ah penulis pikir kata tersebut kurang tepat. Lebih tepatnya nasehat. Ya, kata ini lebih mendekati pemilihan kata yang benar. Kisah nyata yang terjadi pada pertengahan 2012 ini masih saja penulis ingat. Di sebuah hari yang terik dan lapang. Area pesantren (kalau tidak salah) yang tampak modern dengan gedung yang saat itu sebagian direnovasi. Penulis hanya mengantarkan orangtua untuk bersilaturahim dan berkumpul bersama calon-calon haji dan hajah lainnya di lingkup Jabodetabek. Suasana tampak sepi. Mungkin karena libur atau tidak ada musim kegiatan belajar mengajar santri. Saat itu adalah hari minggu, yang menambah ilmu tidak hanya untuk para calon haji, tetapi juga penulis mendapatkan input dari seorang yang dihormati di tempat tersebut. Ada sedikit miss-komunikasi, yang membuat beberapa dari kami datang, padahal seharusnya manasik haji di hari itu sedang mengalami perubahan jadwal. Rumah yang cukup besar namun tampak antik di samping gedung ruang belajar santri itu tem

Mau Jadi Reporter?

Kamu tahu mengapa saya punya blog? Terlepas dari profesi saya sebagai buruh ketik, saya memang menyukai yang namanya menulis. Menulis apapun saya suka. Kecuali, menulis kata-kata galau di jejaring sosial. Menulis juga terkadang membuat seseorang lebih tenang & lebih mampu extrovert mengenai suatu hal. Profesi pekerja media, saya tidak pernah menyangka bisa terjun pada bidang pekerjaan yang satu ini. Bahkan, saya tidak menganggap diri saya reporter, walau profesi ini mencantumkan saya otomatis sebagai seorang jurnalis dalam daftar struktur media. Akan terasa klop bukan, saat minat dan kegemaran dipertemukan dengan bidang pekerjaan terikat yang disenangi. Ibaratnya, seperti Anda menyukai seseorang, kemudian dipertemukan dan melangsungkan ikatan suci yang terikat resmi (ups, apa hubungannya ya?). Padahal, saya seperti tidak sengaja 'nyasar' memilih penjurusan bidang jurnalistik di kampus saya beberapa tahun lalu. Dan kini, saya terdampar bekerja di sebuah media online

Coba Renungkan, Yuk!

Masih muda. Berasa masih kuat berdiri lama. Raga ini pasti akan melemah, dan kelak membujur kaku. Saat tua telah tiba. Penulis tidak ingin menghabiskan waktu muda begitu saja dengan hal-hal tidak berguna. Tak perlu engkau bertanya mengapa diri jarang atau tak pernah mau diajak keluyuran sembarangan bersama kolega. Masa muda hanya sebentar kawan, tidakkah kau merasa rugi bila membuang waktu berharga dan terlena dalam aktivitas canda yang terlalu gegap gempita. Terlebih mengisi waktu dengan kegiatan yang bagiku tak bermakna seperti kongkow-kongkow berkala. Terlalu singkat masa muda, sungguh waktu 10 tahun lamanya. Sejak menginjak usia 20 tahun, ya kepala dua (2X), dari usia 20-29 adalah masa-masa seseorang paling berjaya. Penulis katakan demikian, karena periode ini raga sangat optimal dan begitu dikatakan sebagai usia produktif untuk dapat mengejar cita-cita. Kau tahu kawan? Petani susah-susah dan lelah menanam tanaman di ladang, namun di kemudian hari ia bisa meraih sesuatu, me

Rahasia Laki-Laki

Kau tahu mengapa penulis menulis ini? Karena sepertinya agak sulit mengurai dengan lisan secara spontan. Rahasia laki-laki yang mungkin tidak terpikirkan oleh kaum perempuan. Atau barangkali tahu, tapi ya sudah berlalu begitu saja. Penulis senang mengklasifikasi. Biarlah perspektif yang coba diutarakan berasal dari sudut pandang dan pikiran laki-laki. Laki-laki itu bisa dibagi ke dalam 3 kelompok. 1. Belum dewasa 2. Dewasa setengah-setengah 3. Dewasa Ketiganya memang tidak melulu merepresentasikan usia. 1. Belum dewasa Mengapa seseorang dikatakan belum dewasa? Apa indikator yang mencirikan seseorang dinilai belum dewasa. Orangtua memiliki peran dalam mengawasi, mendidik dan menentukan tanpa tertulis bahwa sang anak sudah bisa dikatakan dewasa atau belum. Tanggungjawab, salah satu poin pokok yang identik dengan kedewasaan seseorang. Seorang laki-laki memiliki tanggungjawab. Bagi yang belum menikah, kalau mau hidupnya 'lurus', setidaknya laki-laki harus bisa bert

Menariknya 'Bujanghidin'

Kau tahu kawan? Hal yang membuat suasana hati menjadi tidak menentu (baca: galau), bukan karena banyak hutang, bukan karena ketinggalan kereta di stasiun, bukan karena belum mendapatkan pekerjaan yang diidamkan, tetapi lebih banyak diam saat adu pendapat dengan orangtua. Lho, kok! pakai acara adu pendapat dengan orangtua? Ya, mungkin tidak semua orangtua ingin bersegera memiliki menantu dari anaknya yang paling muda. Ini realita yang bisa terjadi di dunia yang fana ini. Saat lebih banyak diam, justru seolah mengiyakan apa yang diinginkan orangtua mengenai konsep kematangan untuk menginjak fase pernikahan. Kasihan. Kau tahu kawan? Mungkin semua yang tersampaikan di sini tidak selebay seperti yang terjadi sesungguhnya. Penulis hanya ingin mengungkap poin penting dalam sebuah kehidupan secara umum, universal. Penulis tidak bisa membayangkan, dengan kondisi laki-laki yang sudah berpenghasilan, suduh cukup umur, sudah dapat hidup mandiri, sudah bisa mencukupi kehidupannya sendiri,