Punya blog pribadi menjadi wadah keluarnya semua unek-unek, pikiran dan 'berteriak' lantang dalam kemasan teks yang tersusun. Penulis tidak perduli berapa banyak orang yang membaca, berapa banyak orang yang mengambil manfaat dari tulisan-tulisan pada blog ini atau bahkan berapa banyak yang tidak perduli terhadap konten blog ini.
Di sinilah wadah di mana penulis bisa berkomentar, bercerita, mengungkap sesuatu dengan terbatas yang mungkin tidak bisa terlontar dari lisan. Sebuah isi cerita yang tidak mungkin terungkap di media online tempat penulis bekerja.
Meneruskan bagian sebelumnya, "Berguru dengan Pengalaman", apa yang langsung Anda tangkap dari kalimat judul tersebut? Guru yang diberi imbuhan 'ber' di depan, berarti sebuah kata kerja yang mengacu pada sebuah cara yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu dari 'guru' yang dimaksud pada kata selanjutnya, yakni 'Pengalaman'.
Pengalaman ini bisa berasal dari diri sendiri atau bisa juga pengalaman yang dialami orang lain. Kali ini penulis ingin berbagi mengenai pengalaman pak Matroji, salah satu pengungsi korban banjir Kedoya, Jakarta. Untuk sementara waktu, para korban tinggal di pos pengungsian SDN Kedoya Utara. Hingga postingan ini diterbitkan, entah mungkin air sudah surut atau belum, belum diketahui apakah warga sudah bisa kembali pulang atau masih menetap di pos pengungsi.
Penulis tidak ingin berprasangka, apapun bantuan yang diberikan oleh individu atau perusahaan adalah baik. Memang pembawaan atribut perusahaan atau kelompok menunjukkan sesuatu yang sifatnya 'maknawi'. Intuisi masyarakat sudah bekerja otomatis, di mana para korban yang mendapatkan bantuan logistik dan makanan dari perusahaan tv kabel ternama di Indonesia, paham maksud dari bantuan itu.
Pada akhirnya, masyarakat akan teringat, berterima kasih kepada perusahaan tv kabel yang mengirimkan bantuan. Ini sekaligus bagian dari strategi promosi yang cerdik. Reporter media yang diundang dan hadir pun, berasal dari satu grup perusahaan raksasa media yang sama.
Pak Matroji
Pria bertopi dan sudah tua ini duduk di bangku pinggir kelas. Penulis sengaja mendekati untuk sekadar ngobrol. Percakapan pun terjadi. Pria yang sehari-hari bekerja serabutan ini mengungkap bahwa ia memiliki keluarga dengan empat orang anak.
Dua anaknya telah pisah dan ikut bersama suami/istrinya, satu di Tangerang dan satu lagi di Depok. Tidak etis menanyakan jenjang pendidikan terakhirnya, meskipun hal tersebut sebenarnya sah-sah saja bagi seorang yang kata reporter ini.
Tapi, ia punya solusi bagaimana mengatasi banjir di Jakarta. Pria berusia 56 tahun ini menjelaskan cara efektif menanggulangi banjir itu bukan dengan pengerukan sungai, sehingga air ngalir lebih lancar, lebih dalam, lebih lebar. Akan tetapi, memanfaatkan DAM (pintu air) di sungai yang airnya bisa luber. Entah apakah demikian seperti yang dijelaskan beliau, namun sepertinya penjelasannya sangat meyakinkan.
Menurutnya, setelah air semakin meninggi di pintu air tersebut, maka segera kerahkan pompa untuk membuang air itu ke laut. Di daerah Kedoya, banjir pernah terjadi pada 2002 dan 2007. Memang jarang terjadi dan tidak pernah setiap tahun, tetapi tahun ini merupakan banjir yang terjadi lagi.
Menyoroti kinerja Jokowi terkait sebagian masyarakat yang berharap Jokowi jadi presiden. Menurutnya, dirinya ingin lihat dulu kinerja Jokowi menjadi gubernur DKI Jakarta. "Masyarakat lebih percaya jadi gubernur dulu, bukan gak boleh jadi capres," katanya.
Matroji, begitu bapak ini memberi tahu namanya ini. Sebenarnya ia ingin pindah dari Jakarta, misalnya ke Tangerang begitu bersama anaknya. Namun menurutnya, lokasi di kediamannya yang kini tergenang banjir sekira 1 meter adalah strategis. Sehingga, mau kemana-mana gampang, ga perlu repot.
Bila nekat menjual rumah atau tanah dan pindah ke tempat lain, tetapi di tempat baru pun harga tanahnya sudah sangat mahal. Dana tidak mencukupi. Orang lain mungkin tidak tertarik untuk beli tanah miliknya, karena letak tanah rumahnya tidak memiliki nilai jual yang tinggi, karena lokasi rumahnya agak masuk ke dalam, bukan berada di pinggiran jalan yang barangkali cocok untuk lapak usaha toko, misalnya.
Anaknya sukses bekerja (kalau tidak salah) di Tangerang dan Depok. Seperti tidak mau merepotkan anak-anaknya, pria yang sudah memiliki beberapa cucu ini lebih memilih untuk menetap saja di Kedoya, Jakarta.
Ada jurus ikhlas dan kesabaran yang tergambar dari sosoknya yang sederhana. Penghasilan memang tidak seberapa sebagai buruh serabutan (entah bekerja apa ya), tetapi dia ikhlas di sisa hidupnya bersama istri untuk mendukung sukses anak-anakya. Ya, sama seperti bapak bercelana pendek pada bagian artikel sebelumnya.
Tentu ada hikmah yang bisa dipetik. Harus banyak-banyak bersyukur bagi mereka yang tempat tinggalnya tidak terkepung banjir. Paling tidak, bisa makan dengan enak, tidur bisa nyenyak, ibadah dengan lancar, dan enggak pernah khawatir akan datangnya banjir. Beryukur, bersyukur dan bersyukur.
Kampanye Kali Yak
Bos paling tinggi, sebut saja inisial HT, punya anak perusahaan salah satunya tv kabel terkemuka di Indonesia. Dengan memberi bantuan logistik dan makanan ini, masyarakat setempat menyambut hangat dan merasa dekat dengan perusahaan.
Bos tv kabel ini, sebut saja RD satu saudara dengan HT, sehingga besar kemungkinan trik kampanye tidak langsung terjadi untuk menggaet hati masyarakat. Buktinya, bapak bercelana pendek berkata dengan kepolosannya, saat mobil bos sudah datang ke tempat pengungsian, "Itu siapa? Yang mau nyalon itu ya?," tanya bapak ini.
Lebih lanjut ia kemudian mengatakan untuk memilih pemimpin negeri seperti yang ini saja, yang perduli dengan rakyatnya, seraya mengunggulkan figur RD-HT. HT berkolaborasi dengan WIN yang bakal bertarung suara di pemilu presiden 2014.
Tulisan ini tentu bukan sedang mengunggulkan capres tertentu, apalagi ngampanyein. Tapi ya agak aneh aja melihat 'kuis kebangsaan' yang ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta, menyebutkan penamaan inisial dari capres dan cawapres tertentu. Mentang-mentang pemilik media, 'babeh' ini bisa saja membuat program kampanye yang dikemas sebagai kuis, ckckck (geleng-geleng).
*****
(Foto: Dok. Pribadi)
Di sinilah wadah di mana penulis bisa berkomentar, bercerita, mengungkap sesuatu dengan terbatas yang mungkin tidak bisa terlontar dari lisan. Sebuah isi cerita yang tidak mungkin terungkap di media online tempat penulis bekerja.
Meneruskan bagian sebelumnya, "Berguru dengan Pengalaman", apa yang langsung Anda tangkap dari kalimat judul tersebut? Guru yang diberi imbuhan 'ber' di depan, berarti sebuah kata kerja yang mengacu pada sebuah cara yang ditempuh untuk mendapatkan ilmu dari 'guru' yang dimaksud pada kata selanjutnya, yakni 'Pengalaman'.
Pengalaman ini bisa berasal dari diri sendiri atau bisa juga pengalaman yang dialami orang lain. Kali ini penulis ingin berbagi mengenai pengalaman pak Matroji, salah satu pengungsi korban banjir Kedoya, Jakarta. Untuk sementara waktu, para korban tinggal di pos pengungsian SDN Kedoya Utara. Hingga postingan ini diterbitkan, entah mungkin air sudah surut atau belum, belum diketahui apakah warga sudah bisa kembali pulang atau masih menetap di pos pengungsi.
Penulis tidak ingin berprasangka, apapun bantuan yang diberikan oleh individu atau perusahaan adalah baik. Memang pembawaan atribut perusahaan atau kelompok menunjukkan sesuatu yang sifatnya 'maknawi'. Intuisi masyarakat sudah bekerja otomatis, di mana para korban yang mendapatkan bantuan logistik dan makanan dari perusahaan tv kabel ternama di Indonesia, paham maksud dari bantuan itu.
Pada akhirnya, masyarakat akan teringat, berterima kasih kepada perusahaan tv kabel yang mengirimkan bantuan. Ini sekaligus bagian dari strategi promosi yang cerdik. Reporter media yang diundang dan hadir pun, berasal dari satu grup perusahaan raksasa media yang sama.
Pak Matroji
Pria bertopi dan sudah tua ini duduk di bangku pinggir kelas. Penulis sengaja mendekati untuk sekadar ngobrol. Percakapan pun terjadi. Pria yang sehari-hari bekerja serabutan ini mengungkap bahwa ia memiliki keluarga dengan empat orang anak.
Dua anaknya telah pisah dan ikut bersama suami/istrinya, satu di Tangerang dan satu lagi di Depok. Tidak etis menanyakan jenjang pendidikan terakhirnya, meskipun hal tersebut sebenarnya sah-sah saja bagi seorang yang kata reporter ini.
Tapi, ia punya solusi bagaimana mengatasi banjir di Jakarta. Pria berusia 56 tahun ini menjelaskan cara efektif menanggulangi banjir itu bukan dengan pengerukan sungai, sehingga air ngalir lebih lancar, lebih dalam, lebih lebar. Akan tetapi, memanfaatkan DAM (pintu air) di sungai yang airnya bisa luber. Entah apakah demikian seperti yang dijelaskan beliau, namun sepertinya penjelasannya sangat meyakinkan.
Menurutnya, setelah air semakin meninggi di pintu air tersebut, maka segera kerahkan pompa untuk membuang air itu ke laut. Di daerah Kedoya, banjir pernah terjadi pada 2002 dan 2007. Memang jarang terjadi dan tidak pernah setiap tahun, tetapi tahun ini merupakan banjir yang terjadi lagi.
Menyoroti kinerja Jokowi terkait sebagian masyarakat yang berharap Jokowi jadi presiden. Menurutnya, dirinya ingin lihat dulu kinerja Jokowi menjadi gubernur DKI Jakarta. "Masyarakat lebih percaya jadi gubernur dulu, bukan gak boleh jadi capres," katanya.
Matroji, begitu bapak ini memberi tahu namanya ini. Sebenarnya ia ingin pindah dari Jakarta, misalnya ke Tangerang begitu bersama anaknya. Namun menurutnya, lokasi di kediamannya yang kini tergenang banjir sekira 1 meter adalah strategis. Sehingga, mau kemana-mana gampang, ga perlu repot.
Bila nekat menjual rumah atau tanah dan pindah ke tempat lain, tetapi di tempat baru pun harga tanahnya sudah sangat mahal. Dana tidak mencukupi. Orang lain mungkin tidak tertarik untuk beli tanah miliknya, karena letak tanah rumahnya tidak memiliki nilai jual yang tinggi, karena lokasi rumahnya agak masuk ke dalam, bukan berada di pinggiran jalan yang barangkali cocok untuk lapak usaha toko, misalnya.
Anaknya sukses bekerja (kalau tidak salah) di Tangerang dan Depok. Seperti tidak mau merepotkan anak-anaknya, pria yang sudah memiliki beberapa cucu ini lebih memilih untuk menetap saja di Kedoya, Jakarta.
Ada jurus ikhlas dan kesabaran yang tergambar dari sosoknya yang sederhana. Penghasilan memang tidak seberapa sebagai buruh serabutan (entah bekerja apa ya), tetapi dia ikhlas di sisa hidupnya bersama istri untuk mendukung sukses anak-anakya. Ya, sama seperti bapak bercelana pendek pada bagian artikel sebelumnya.
Tentu ada hikmah yang bisa dipetik. Harus banyak-banyak bersyukur bagi mereka yang tempat tinggalnya tidak terkepung banjir. Paling tidak, bisa makan dengan enak, tidur bisa nyenyak, ibadah dengan lancar, dan enggak pernah khawatir akan datangnya banjir. Beryukur, bersyukur dan bersyukur.
Kampanye Kali Yak
Bos paling tinggi, sebut saja inisial HT, punya anak perusahaan salah satunya tv kabel terkemuka di Indonesia. Dengan memberi bantuan logistik dan makanan ini, masyarakat setempat menyambut hangat dan merasa dekat dengan perusahaan.
Bos tv kabel ini, sebut saja RD satu saudara dengan HT, sehingga besar kemungkinan trik kampanye tidak langsung terjadi untuk menggaet hati masyarakat. Buktinya, bapak bercelana pendek berkata dengan kepolosannya, saat mobil bos sudah datang ke tempat pengungsian, "Itu siapa? Yang mau nyalon itu ya?," tanya bapak ini.
Lebih lanjut ia kemudian mengatakan untuk memilih pemimpin negeri seperti yang ini saja, yang perduli dengan rakyatnya, seraya mengunggulkan figur RD-HT. HT berkolaborasi dengan WIN yang bakal bertarung suara di pemilu presiden 2014.
Tulisan ini tentu bukan sedang mengunggulkan capres tertentu, apalagi ngampanyein. Tapi ya agak aneh aja melihat 'kuis kebangsaan' yang ditayangkan di salah satu stasiun tv swasta, menyebutkan penamaan inisial dari capres dan cawapres tertentu. Mentang-mentang pemilik media, 'babeh' ini bisa saja membuat program kampanye yang dikemas sebagai kuis, ckckck (geleng-geleng).
*****
(Foto: Dok. Pribadi)
Comments
Post a Comment