Manusia lahir dari berbagai latar belakang dan karakter. Justru perbedaan ini yang menjadikan khasanah sifat manusia yang melahirkan keseimbangan. *ngomong opo toh*, he he..
Dari dulu ingin banget mengklasifikasikan sifat orang. Mungkin ada teorinya dalam ilmu psikologi, tapi ini sih berdasarkan pengalaman pribadi saja.
Goal-nya ialah, kita bisa memetakan diri kita di mana dan siapa jodoh yang kira-kira cocok dengan kita. Walau sebetulnya jodoh itu misteri, tetapi coba kita cermati.
Apa yang tertulis di tulisan ini berdasarkan pengalaman dan analisis amatir saja, he he ..
Pada dasarnya manusia itu diciptakan menjadi orang baik. Lingkungan, pergaulan dan didikan sejak usia dini yang kemudian dapat mempengaruhi seseorang.
Manusia bisa dipecah lagi menjadi manusia yang beriman dan kafir. Manusia yang beriman juga bisa dibagi lagi menjadi manusia yang sampai pada tingkatan taqwa dan satu lagi pada tingkatan labil.
Taqwa juga bisa diturunkan lagi menjadi istiqomah (golongan orang-orang yang spesial, enggak pakai telor, hehe) dan golongan yang mau mengerjakan perintah Allah yang wajib dan sunah atau kadang jarang-jarang mengerjakan sunah, tetapi hanya yang wajibnya saja.
Untuk yang kafir, mungkin ada tingkatannya juga dari yang cukup dalam kekafirannya, tanpa mengajak orang lain untuk menjadi kafir dan kelompok yang justru mengajak pada kekafiran.
Penulis lebih ingin mengurai pada manusia yang beriman.
Beriman dalam arti percaya bahwa tiada tuhan yang patut disembah, kecuali Allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. Setiap muslim pasti memahami hakekat kalimat syahadat tersebut.
Kembali kepada apa yang disebutkan di atas, yakni manusia beriman ada yang pada tingkatan taqwa, ada lagi tingkatan labil. Apa yang mempengaruhi daripada keduanya ialah salah satunya mungkin karena faktor usia.
Semakin manusia dewasa, semakin ia banyak melihat sesuatu yang kian menyadarkannya bahwa tiada yang abadi di dunia ini. Sehingga, apa yang terjadi? ia berusaha masuk ke dalam golongan orang-orang shaleh/shalehah, ibadah yang ditingkatkan, dan mempersiapkan bekal untuk akherat.
Mencapai taqwa itu bukan masalah susah atau mudah, tetapi keinginan dan kesadaran yang kuat dari dalam diri seorang muslim/muslimah.
Melihat seberapa taqwa seseorang sebetulnya tidak sulit. Lihat saja bagaimana shalatnya, puasanya atau apapun hal-hal yang mencitrakan dirinya, baik yang ia tutupi atau mungkin bisa dilihat orang lain. Misalnya, bersedekah.
Bersedekah bukankah dilakukan secara sembunyi-sembunyi, atau tidak sengaja bahwa sedekahnya diketahui orang lain, tetapi kalau ia ikhlas niat ibadah karena Allah, Insya Allah ia tergolong orang-orang yang bertaqwa.
Ciri lainnya dari seseorang yang bertaqwa bisa dilihat dari bagaimana ia bertutur kata, bersikap dan kemampuan mengendalikan emosi. Bawaannya akan senang kalau diajak shalat berjamaah, senang kalau diajak ke acara pengajian atau tausiyah, senang diajak menimba ilmu agama bareng-bareng dan sebagainya.
Tidak cukup iman saja, kenapa taqwa menjadi penting? Apalagi buat yang sedang mencari jodoh, mutlak banget kalau mau hidupnya tentram, bahagia di dunia dan insya Allah di akherat, pilihlah yang bertaqwa atau shaleh/shalehah.
Bagaimana dengan manusia yang beriman, tetapi labil? tingkatan ini yang paling umum, fluktuasi iman, kadang rajin ibadah, kadang maksiat lagi, kadang rajin ibadah lagi, kadang maksiat lagi, dan seterusnya.
Perlu juga diperhatikan soal pemahaman agama. Dalam Islam ada pedoman Al-Quran dan Sunnah (Hadits), yang didalamnya telah menyebutkan aturan dalam berpakaian misalnya. Untuk perempuan, diwajibkan menggunakan kerudung atau jilbab dengan rincian yang eksplisit.
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka," QS An Nuur: 31.
Dalam Al-Quran sudah jelas, bahwa kerudung atau jilbab itu wajib. Akan tetapi, perempuan yang beragama Islam ada yang belum siap mengenakannya, ada yang sudah pakai, tetapi masih belum syari, ada juga yang sudah pakai dan syari.
Bermacam-macam yang demikian, barangkali, boleh jadi menunjukkan tentang bagaimana mereka terkait dengan pemahaman agama atau sesuatu yang belum sampai menyentuh mereka, hingga kesadaran itu akan muncul pada waktunya. Dan, dakwah itu harus terus, berkelanjutan untuk mengingatkan dan menyadarkan.
Tidak hanya kerudung bagi perempuan, itu sekedar contoh saja. Baik laki-laki maupun perempuan, soal akhlak, gaya bercanda, gaya hidup, fashion, interaksi dengan lawan jenis serta apa yang ia posting di sosial media, itu cenderung bisa kelihatan, sehingga bisa diketahui di tingkat apakah seseorang tersebut? labilkah, atau taqwa?
Yang namanya hidayah, biasanya itu muncul dari dalam diri seseorang, atas izin Allah tentunya. "Barang siapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus," QS Al-An'aam: 39.
Berat memang sepertinya menjalani kehidupan dalam tingkatan taqwa, tetapi bagi orang-orang yang ikhlas, tawakal dan berusaha istiqomah, hal tersebut terasa ringan dan mudah. Shalat contohnya, bukankah ada yang masih bolong-bolong, ada yang sudah lengkap shalatnya (5 waktu), atau mungkin ada yang diajak shalat saja susahnya minta ampun, melalaikan dengan sengaja.
(Berlanjut..)
(Foto: Siba)
Comments
Post a Comment