Bila pada Bagian 2 sudah diuraikan mengenai karakteristik taqwa terkait dengan empat aspek, kini giliran karakteristik pada tingkatan labil.
Karakteristik labil bisa muncul berkaitan dengan faktor usia, lingkungan atau bisa juga dari kesadaran dari dalam dirinya sendiri.
Saat menuliskan karakteristik ini, penulis netral, walau terkadang terbesit ada beberapa rekan atau saudara yang lebih kurang memiliki sifat serupa terkait kelabilan. Ah, bahkan diri penulis juga tak luput dari kesalahan, apalagi mengalami sebuah fase labil, siapapun mungkin pernah mengalaminya.
Nobody is perfect. Hanya satu masalahnya, kalau sadar bahwa kita tipe labil, maukah kita berubah, dengan kata lain berusaha naik tingkat dari fase labil ke fase stabil atau dalam artian meningkatnya ketaqwaan.
Sebab, menjadi pribadi taat atau taqwa bisa berkolerasi, berbanding lurus dengan kepribadian diri yang matang, dewasa dan insya Allah istiqomah.
Labil
Kecintaan pada agama
Pernah dengar Islam KTP? barangkali hanya tertera saja di Kartu Tanda Penduduk bahwa ia seorang muslim, tetapi pada pelaksanaan ibadahnya, terutama shalat itu terasa berat. Bagaimana menumbuhkan kecintaan terhadap agama, bila gegap gempita terlalu menyilaukan hati, sehingga sulit menjalankan perintah Allah. Menjadi pribadi yang taat saja berat, apalagi kelak menjadi imam (buat laki-laki), juga kelak menjadi seorang ibu (buat perempuan), yakinkah rumah tangga akan mencapai sakinah, mawadah, warahmah?
Interaksi sosial (fisik & non-fisik)
Interaksi sosial pada jiwa yang masuk dalam kategori labil biasanya ekspresif. Mudah senang mendapatkan pujian, bercanda yang terkadang keterlaluan, hanya menolong bila ada imbalan (pamrih), sombong. Sementara pada interaksi sosial non-fisik alias menggunakan sosial media, luar biasa eksisnya, pajang banyak foto selfie sampai satu album penuh, kata-kata yang diposting bernada sentilan hujat yang ia tujukan entah kepada siapa, senang bergunjing dan yang paling kentara lagi, pasang foto profil atau upload foto berdua dengan lawan jenis (pacaran).
Gaya hidup
Saat hawa hedonistik menguasai akal pikiran, maka yang ia pikirkan ialah bagaimana memuaskan hasrat atau nafsunya. Selalu ada keinginan untuk membeli sesuatu, walau ia tidak memerlukannya, boleh jadi harta dibelanjakan secara berlebihan. Bermegah-megahan, bermewah-mewahan menjadi ciri paling kentara pada mereka yang labil. Gaya hidup, barangkali terkait dengan bagaimana cara berpakaian, untuk perempuan (maaf), berbusana kerudung atau jilbab tetapi ketat baik di bagian atasan maupun bawahan, itu barangkali tidak terpisahkan dari pemahaman agama yang minim.
Mereka berpikir tentang fashion, tetapi justru kerudung tersebut tidak berguna, karena mata laki-laki tidak bisa ditipu saat melihat sesuatu yang membangkitkan syahwat mereka. Yang belum berkerudung bukan berarti lebih baik daripada mereka yang berkerudung tetapi belum syari tersebut, memang ada tahapannya. Lagi-lagi lingkungan, didikan orangtua, apalagi pasangan bila tidak mengingatkan soal cara berbusana dan tidak ada kesadaran untuk berubah, ya tetap dalam tingkatan labil jadinya.
Pola berpikir
Karena pola berpikir boleh jadi terkait dengan usia, maka usia sangat berperan dalam hal ini. Walau ada pepatah mengatakan, kedewasaan itu bukan dilihat dari usia, tetapi kedewasaan adalah pilihan. Untuk hati yang masih labil, terkadang mereka umumnya selalu berpikir untuk jangka pendek. Kesenangan sesaat, dan tidak memikirkan bagaimana mengenai dampak masa depan. Contoh satu saja, masalah pacaran, diiming-imingi langkah pencarian jodoh, tetapi aktivitasnya maksiat, berkhalwat menebar fitnah, mesra dengan lawan jenis yang belum halal, itu saja sudah mencirikan bahwa ada yang lebih ia cintai dibandingkan rabb-nya sendiri.
Memang pacaran itu tidak selalu memunculkan perzinaan, tetapi pasti zina itu diawali dari yang namanya pacaran. "Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk," (QS: Al-Israa' Ayat: 32).
Demikian keempat aspek tersebut, yang barangkali menjadi ciri agar kita bisa memetakan diri, berada di tingkat apakah kita. Siapa jodoh kita ialah berkaca dari diri kita sendiri.
Sebab apa, disebutkan dalam firman Allah, "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). (QS. An-Nur: 26).
Semakin dekat seseorang pada Allah, maka jodohnya pun demikian, yang sama-sama berjuang mencari keridha-an Allah. Kalau Allah sama-sama menjadi tujuan, maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan, hidup berumah tangga Insya Allah sakinah, mawadah, warahmah, jauh dari cekcok dan sebagainya.
Jangan ngimpi punya pasangan hidup shaleh/shalehah, kalau kitanya tidak mau berubah, atau kita masih jauh berada dalam tingkat labil terus-menerus. Bila masih dalam tingkatan labil, jangankan kita yang didatangi oleh calon pasangan shaleh/shalehah, dipertemukan saja tidak.
Allah yang telah mengatur jodoh seseorang. Satu hal yang pengen banget ngomentarin untuk mereka yang pacaran. Pacaran itu sangat dekat dengan kesombongan, merasa dirinya percaya sekali dengan manusia (yaitu pacarnya) bila suatu hari ia jadi suami/isterinya. Padahal hanya Allah yang Maha Mengetahui apapun, termasuk urusan rezeki maupun jodoh.
Eh, manusia pakai acara nge-take si fulan/fulanah duluan (ibaratnya) dalam ikatan yang dinamakan pacaran, maka kalau suatu hari mereka memang ditakdirkan menikah, karena 'jalan' itulah yang mereka tempuh, meski mendobrak batasan yang sudah digariskan oleh agama terkait interaksi dengan lawan jenis.
Bila sudah demikian, lihat lagi 'QS. An-Nur: 26', bukan bermaksud menuduh mereka yang pacaran adalah wanita keji atau laki-laki yang keji, tetapi pada akhirnya mereka berjodoh kan, karena keduanya sama-sama, serupa, sevisi, sepandang pola pikirnya, pacaran.
Bukan berarti yang tidak pacaran, maka otomatis mereka diklaim sebagai wanita yang baik atau laki-laki yang baik, walau memang kenyataannya memang demikian. Setidaknya, mereka yang paham agama, insya Allah yakin jodoh itu tiba pada waktunya, hanya tinggal mempersiapkan saja.
Tentu siapapun tidak ingin membeli kucing dalam karung, nah dalam Islam ada istilah ta'aruf. Bukan sesuatu yang menakutkan, aneh, misterius, insya Allah cara ini paling dekat, paling sempurna, paling ngena untuk dapat mengenal pasangan.
Beberapa waktu lalu terbesit ide atau perumpamaan, terkait jodoh. Jodoh itu seperti selang air. Maksudnya gimana? jadi begini, Allah sudah menentukan rezeki, kematian serta jodoh seseorang bahkan sebelum ia dilahirkan.
Si A dan B berjodoh, maka semasa hidupnya di dunia, walau keduanya belum bertemu, keduanya diumpamakan sama-sama menggenggam selang air di kedua ujungnya. Pasti akan sampai, seperti air yang dialirkan dari satu ujung, kemudian air itu masuk, menempuh perjalanannya hingga tiba di ujung satunya.
Si A dan B tidak akan pernah tertukar jodohnya. Karena selang air itu tunggal, satu ujung dengan satu ujung lainnya. Kalaupun pada perjalanannya terdapat hambatan, selangnya berbelit, atau tertekuk, wajar karena hidup memang penuh tantangan dan misteri, ujian.
Semakin siap niat dan kesungguhan seseorang, maka selang itu seharusnya 'lurus' atau memudahkan aliran air yang berada di dalamnya. Bila memang benar berjodoh, siapapun (tidak pernah diketahui) yang menggenggam ujung selang satunya lagi, adalah Allah berikan kemudahan, kelancaran dan kemantapan pada keduanya untuk bersegera menikah.
Pikirin deh buat yang pacaran, patah hati, buat yang cintanya barangkali dikhianati, yang selalu galau, dan segudang perasaan sakit hati lainnya, ingat lagi 'QS. An-Nur: 26'. Berkaca pada diri sendiri, apakah kita termasuk dalam golongan orang yang bertaqwa atau labil? karena siapa jodoh kita akan serupa dengan karakteristik kita.
Tinggalkan saja ia yang telah pergi, lupakan saja yang plintat-plintut, tidak serius, membuat ragu, yang sudah menyakiti hati, tinggalkan saja yang sifat dan sikapnya tidak bisa dipercaya untuk menjadi imam atau makmum bagi kita.
Apa yang menjadikan ia tidak mampu memantapkan hati kita dan keduanya tidak ditakdirkan untuk berjodoh, berarti kita harus perhatikan bahwa ada tingkatan atau kelas yang berbeda antara kita dengan dia. Mungkin kitanya labil, dianya takwa, atau sebaliknya kita yang takwa dia yang labil.
Atau, perhatikan analogi selang air tadi, bila kita sudah berusaha, tetapi tidak mampu membuatnya berubah, atau sukar menerima kita, bahkan Allah 'menjauhkan' keduanya, mungkin kita tidak memegang ujung selang yang sama. Tidak berjodoh.
Mau diupayakan bagaimanapun, jungkir balik sampai kopral, ikhtiar maksimal, bila tidak berjodoh, maka tidak akan pernah dapat bersatu dalam sebuah pernikahan. Itulah pentingnya memahami hakekat taqwa yang sesungguhnya, yakni konsistensi dalam beribadah, berserah diri kepada Allah, segala sesuatunya sudah Allah atur, kita hanya mampu berusaha dan berdoa.
Istiqomah, yakinlah jodoh yang baik akan Allah hadirkan untuk mereka yang sama-sama senantiasa mengingat-Nya. Jangan bersedih hati.
Kalau ingin jodoh yang baik, maka kita pun harus menjadi baik. Kalau mau jodoh yang shaleh/shalehah, kita pun harus menjadi pribadi yang shaleh/shalehah.
*****
(Foto: Imgkid)
Pengalaman mengurus balik nama motor, pajak tahunan dan ganti kaleng (plat) di Samsat Kelapa Dua Tangerang
Sebagai warna negara yang baik, tentu kita perlu untuk memenuhi apa yang diharuskan bagi setiap pemilik kendaraan bermotor, yakni membayar pajak. Oleh karena kini sudah berdomisili di Kabupaten Tangerang, tepatnya di wilayah kecamatan Curug, maka Anda yang beralamat di wilayah tersebut bisa mengurus seperti balik nama kendaraan bermotor, pajak tahunan dan ganti kaleng alias plat di Samsat Induk Kelapa Dua Tangerang. Penulis mengalami sendiri, karena berdomisili di Curug, maka tidak dapat mengurus seperti balik nama ranmor, dan lain-lain di Samsat Tangerang (Cikokol). Yang beralamat di Curug diarahkan untuk mengurus ke Samsat Kelapa Dua Tangerang. Perlu diperhatikan kalau Anda mengetikkan kata kunci di Google "Samsat Kelapa Dua Tangerang", maka hasil pencarian teratas akan menunjukkan "Gerai Samsat Kelapa Dua". Kalau Anda ingin cek fisik, mengurus balik nama hingga ganti kaleng secara mandiri (ngurus sendiri), maka di gerai tersebut tampaknya tidak bisa m
Comments
Post a Comment