Skip to main content

Sosok Bersahaja

Bang iwan ia dipanggilnya. Sosok pria bersahaja yang penulis kenal karena kita sama-sama berusaha mengais rezeki di sebuah perusahaan operator terbesar di jalan pemda, Cibinong.

Sekira 2011 akhir, momen di mana penulis belum menginjakkan kaki di perusahaan media online terkemuka di Indonesia, penulis bekerja sebagai sales produk TV berbayar.

Enggak kebayang kan bakal kerja di marketing, kuliah baru lulus S1 Ilmu Komunikasi (jurnalistik), tetapi bekerja di bidang yang berbeda. It's ok, namanya juga fresh graduate dan masih belajar dulu cari pengalaman.

Empat tahun lalu, teringat pontang-panting cari gawe. Susahnya mencari pekerjaan saat itu membuat diri kini lebih mampu bersyukur dan terus bersyukur. Heran, dengan rekan yang mudah resign, mudah pergi dan lompat media sana-sini.

Biarlah karena setiap orang punya jalan hidup masing-masing. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang resign untuk berpindah tempat pekerjaan, tidak bisa digeneralisir setiap orang karena mereka punya pola berpikir masing-masing.

Kembali lagi dengan sosok bang iwan. Yang menarik dari pria yang umurnya sudah kepala 3 ini, ia memiliki kegigihan tingkat tinggi dalam bekerja. Sewaktu di tempat kerjaan yang lama, ia memang sabar dengan pekerjaan kami yang tidak menentu.

Dikatakan tidak menentu, karena sistem di tempat kerja kami disebut oleh pak bos sebagai 'kemitraan'.

Tidak ada tanda tangan kontrak, pekerjaan tidak mengikat. Pekerjaan kami yang kesehariannya ialah marketing, memasarkan produk TV berbayar milik perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia.

Tugas kami ialah menelefon satu per satu warga di daerah Bojonggede atau Cibinong untuk menawarkan jasa berlangganan TV berbayar yang saat itu tampak sedang gencar-gencarnya. Pernah ditunjuk oleh pak bos, penulis sebagai leader karena sebagian besar rekan yang lain memiliki jenjang pendidikan SMA.

Ya, kami memang masih muda-muda (*uhuk). Dan, yang paling dituakan ialah bang iwan ini. Pernah penulis menyusun strategi untuk memasarkan TV berbayar kepada para warga se-RT di salah satu perumahan.

Kami datangi satu per satu rumah, tetangga, menyebar brosur dan meminta tanda tangan karena warga telah menerima amplop berisi ajakan untuk menggunakan layanan TV berbayar kami.

Tak malu penulis bekerja sebagai marketing, panas-panasan, mengunjungi pak RT, ibu-ibu arisan dan dari rumah ke rumah (direct selling pak bos menyebutnya). Alhamdulillah, beberapa mau berlangganan.

Berpakaian rapi, kemeja, celana bahan dan sepatu pantofel, kami menenteng brosur demi brosur dan menyebarkan ke setiap rumah. Pekerjaan yang tidak mudah. Namun, inilah kehidupan, penuh perjuangan.

Entah saat itu, penulis cukup gembira saja karena telah mendapatkan pekerjaan, sekalipun harus menjadi seorang marketing. Cukup banyak pengalaman yang didapat.

Sayangnya, sistem di tempat kerja kami yang disebut pak bos 'kemitraan', sedikit banyaknya mengecewakan karyawannya. Target oriented, berarti bila berhasil dapat pelanggan, maka baru mendapatkan gaji, itupun masih dirasa minim sekali salary-nya.

Penulis akhirnya terpaksa keluar dari pekerjaan itu, karena gaji yang tidak pasti dan seolah terpengaruh melihat teman-teman yang lain, yang merasa tidak mendapatkan hak gaji mereka.

Ada yang bertahan sudah dua atau tiga bulan. Penulis berhenti setelah dua pekan. Berbicara kepada pak bos secara baik-baik, karena penulis sadar kemampuan penulis ialah menulis, jurnalistik dan bukan seorang marketing, pak bos pun paham.

Selama dua pekan, lelah dan ongkos dari rumah ke tempat pekerjaan tak masalah bila tak terbayarkan dengan uang, tetapi dengan pengalaman. Hingga, akhirnya penulis bekerja di salah satu perusahaan media online terbesar yang letaknya di Jalan Kebon Sirih, Jakarta, Alhamdulillah.

Kembali lagi dengan sosok bang iwan. Pria ini kala itu telah menikah, memiliki istri yang usianya jauh lebih muda darinya. Inspiratif, ia mengatakan kalau tidak salah, suatu perkataan pamungkas yang meluluhkan hati calon mertuanya.

Ia mengatakan dihadapan calon mertuanya bahwa dirinya memiliki tanggungjawab, mau menafkahi, mau bekerja dan menikahi putri dari calon mertuanya tersebut. Jenjang pendidikannya penulis lupa, mungkin bang iwan lulusan SMP/SMA, tetapi tekadnya untuk bekerja patut diacungi jempol.

Dan, 23 Maret 2015, penulis bertemu kembali dengannya di sebuah stasiun kereta api terdekat dari rumah, setelah hampir empat tahun tidak bersua. Ia tampak tak berbeda seperti beberapa tahun lalu, tetapi kali ini ia terlihat bersama dengan istri dan anaknya.

Alhamdulillah, bang iwan sudah bekerja di sebuah restoran di Jakarta. Sementara istrinya sedang mencari pekerjaan. Saat bertemu dengan penulis, istri dan anaknya sedang main ke Jakarta, mungkin berkunjung ke restoran tempat bang iwan bekerja, lalu pulang bersama-sama.

Sebuah rumah tangga bersahaja, yang keduanya bukanlah lulusan sarjana, tetapi perjuangan keduanya tentu luar biasa. Dengan pekerjaan yang sekarang digeluti, tentu membuat perekonomiannya membaik dan mencukupi kebutuhan rumah tangga.

Menjadi berkaca pada diri sendiri. Bagaimana dengan seorang pria yang lulusan S1, sudah bekerja, belum sampai usia kepala 3, dan barangkali sudah mapan, tetapi masih juga hidup menyendiri. Uhh, mengapa jadi curhat begini.

Kalau memang benar ingin serius, seharusnya cerita bang iwan ini menjadi inspirasi yang mendorong diri untuk berusaha nyata, tidak sekadar wacana. Dan, kegigihan itu harus ada, berikhtiar, semangat bekerja keras untuk masa depan yang cerah.

Terbukti, menikah membuka pintu rezeki. Bila seseorang merasa kurang (dalam hal finansial), maka dengan menikah atas izin-Nya Allah akan mencukupkan dengan karunia-Nya.

Mengapa semakin tinggi status/profil seseorang, maka standarisasi atau kriteria calon pasangan idaman juga akan meninggi? Padahal, banyak di luar sana, yang hidup sederhana tetapi bahagia bukan karena harta atau jabatan pekerjaan, tetapi kenikmatan menjalani kehidupan sebagai insan berkeluarga.

Semua manusia normal akan mengarah ke situ, ke kehidupan harmonis, berkeluarga utuh. Hanya masalahnya pada waktu, kemantapan, kesiapan, kesediaan, ilmu, dan keberanian mengambil langkah serta keputusan. Namun, bagaimanapun juga jodoh adalah misteri.

So, what are you waiting for?

...

*****

Comments

Popular posts from this blog

Pengalaman mengurus balik nama motor, pajak tahunan dan ganti kaleng (plat) di Samsat Kelapa Dua Tangerang

Sebagai warna negara yang baik, tentu kita perlu untuk memenuhi apa yang diharuskan bagi setiap pemilik kendaraan bermotor, yakni membayar pajak. Oleh karena kini sudah berdomisili di Kabupaten Tangerang, tepatnya di wilayah kecamatan Curug, maka Anda yang beralamat di wilayah tersebut bisa mengurus seperti balik nama kendaraan bermotor, pajak tahunan dan ganti kaleng alias plat di Samsat Induk Kelapa Dua Tangerang. Penulis mengalami sendiri, karena berdomisili di Curug, maka tidak dapat mengurus seperti balik nama ranmor, dan lain-lain di Samsat Tangerang (Cikokol). Yang beralamat di Curug diarahkan untuk mengurus ke Samsat Kelapa Dua Tangerang. Perlu diperhatikan kalau Anda mengetikkan kata kunci di Google "Samsat Kelapa Dua Tangerang", maka hasil pencarian teratas akan menunjukkan "Gerai Samsat Kelapa Dua". Kalau Anda ingin cek fisik, mengurus balik nama hingga ganti kaleng secara mandiri (ngurus sendiri), maka di gerai tersebut tampaknya tidak bisa m

Lebih Baik Disini, Rumah Kita Sendiri (Bagian I)

Rasa nasionalis meledak bukan karena sedang nonton pertandingan bola timnas Indonesia, namun justru rasa kebanggaan dengan negara sendiri muncul pada saat ditolak dalam pengajuan VISA keluar negeri, ke USA. Bisa dibayangkan berapa uang yang mesti dikeluarkan dalam pengajuan permohonan VISA serta tinggal di negeri paman Sam tersebut, meski hanya beberapa hari. Untungnya semua biaya ditanggung oleh salah satu perusahaan elektronik terkemuka asal Jepang, yang memiliki Country Manager atau kantor cabang negara yang berlokasi di Jakarta timur. Komprehensifnya arsip, berkas dan surat ternyata mampu dikalahkan dengan "personal identity" yang mungkin mereka anggap belum layak untuk melancong ke negara super power tersebut. Padahal, surat beserta dokumen resmi lainnya telah dilampirkan, bahkan tiket reservasi hotel di Las Vegas pun telah dibukukan. Sekadar diketahui, event CES atau Consumer Electronic Show 2013 digelar pada awal Januari 2013. Di event akbar internasional ters

Pengalaman Balik Nama atau Ubah Nama Sepeda Motor

Balik nama motor itu penting, karena daripada capek-capek bolak-balik pinjem KTP asli pemilik motor lama, maka balik nama bisa memudahkan kita untuk bayar pajak pakai KTP sendiri. Selain itu, dari sisi psikologis juga, motor kesayangan itu sudah benar-benar 100 persen milik kita (perasaannya sih gitu), jadi lebih enak aja. Sebelumnya penulis belum tahu sama sekali dengan proses balik nama. Ya, karena ini baru pertama kali. Seharusnya balik nama itu enggak lama setelah Anda membeli kendaraan, jadi kalau entar-entaran lama-lama jadi males, eh tau-tau sudah kelewat dari jatuh tempo pajak motor tahunan. Terus kena denda deh. Tp sebaiknya memang satu bulan sebelum jatuh tempo pajak motor udah disiapin dan segera cabcus cari waktu ke kantor Samsat. Oh ya, di sini penulis ingin berbagi cerita nyata proses balik nama kendaraan motor. Sebelum berangkat, ada baiknya Anda cari-cari informasi melalui teman, saudara, atau cari di internet bagaimana proses balik nama kendaraan motor. Rupanya