Kekosongan relung memahat diri untuk mencari dan terus mencari. Liar tak tentu arah, bebas lepas.
Segala yang bertebaran serupa pasir di hamparan pantai. Tak ada yang spesial. Liar tak tentu arah, bebas lepas.
Situasi hati menggemuruh, menggali, mencari permata yang hilang. Tak Ada sedikitpun bisikan angin yang hembuskan siapa pemilik ruang kosong itu.
Liar dalam derita, tertawa dalam kesendirian. Kebebasan mencari pembenaran atas sepi yang mengusik di tengah sunyinya malam.
Hingga, sosok itu mendobrak pintu hati tanpa permisi. Ia masuk menjelma sebagai si penghuni hati.
Saat senyum itu merasuk dalam benak, tak Ada alasan untuk menghentikan aliran Kerinduan.
Semua canda jadi penghapus kegundahan, setiap tawa menyebar harum bunga dari setiap detik yang terlalui bersama. Walau, sang penghuni hati itu bukanlah milik.
Sulit menjelaskan betapa menggebu diri saat semakin hari rasa itu semakin menikam. Diri yang sunyi tak lagi liar, tertawan sebuah pengharapan.
Ketika tertawan hanya melantukan mimpi tanpa kepastian, ketika pengungkapan tak menjadi pengetuk bagi pintu penerimaan, dan ketika diri hanya bisa diam menyaksikan detik yang terus berjalan.
Tak ada sesal Karena perasaan yang lahir dari kejujuran. Tak perlu menghindar Karena terpejamnya mata pun bayangnya tak lenyap dari pikiran.
Namun, tidak selamanya hati yang tertawan menemukan pijakan untuk selalu bertahan. Mungkinkah ini yang sedang ia lakukan? Membiarkan hingga waktu menghapus segala yang terlewatkan.
*****
(Foto: Umnet)
Segala yang bertebaran serupa pasir di hamparan pantai. Tak ada yang spesial. Liar tak tentu arah, bebas lepas.
Situasi hati menggemuruh, menggali, mencari permata yang hilang. Tak Ada sedikitpun bisikan angin yang hembuskan siapa pemilik ruang kosong itu.
Liar dalam derita, tertawa dalam kesendirian. Kebebasan mencari pembenaran atas sepi yang mengusik di tengah sunyinya malam.
Hingga, sosok itu mendobrak pintu hati tanpa permisi. Ia masuk menjelma sebagai si penghuni hati.
Saat senyum itu merasuk dalam benak, tak Ada alasan untuk menghentikan aliran Kerinduan.
Semua canda jadi penghapus kegundahan, setiap tawa menyebar harum bunga dari setiap detik yang terlalui bersama. Walau, sang penghuni hati itu bukanlah milik.
Sulit menjelaskan betapa menggebu diri saat semakin hari rasa itu semakin menikam. Diri yang sunyi tak lagi liar, tertawan sebuah pengharapan.
Ketika tertawan hanya melantukan mimpi tanpa kepastian, ketika pengungkapan tak menjadi pengetuk bagi pintu penerimaan, dan ketika diri hanya bisa diam menyaksikan detik yang terus berjalan.
Tak ada sesal Karena perasaan yang lahir dari kejujuran. Tak perlu menghindar Karena terpejamnya mata pun bayangnya tak lenyap dari pikiran.
Namun, tidak selamanya hati yang tertawan menemukan pijakan untuk selalu bertahan. Mungkinkah ini yang sedang ia lakukan? Membiarkan hingga waktu menghapus segala yang terlewatkan.
*****
(Foto: Umnet)
Comments
Post a Comment