Perhatikan orang-orang yang menjaga shalatnya. Perhatikan pula cara dia berinteraksi dengan sesamanya, bersosialiasi dan sebagainya. Perhatikan pula orang yang lalai atau bahkan meninggalkan shalatnya, bagaimana tutur katanya? bagaimana cara berpikirnya? bagaimana emosinya?
Shalat bukan hanya sekedar rutinitas, bukan pula ritualitas semata. Shalat bisa mendekatkan seorang hamba kepada Allah dan efek dari shalat seharusnya bisa terlihat dari caranya berinteraksi dan bertutur kata dengan orang lain.
Lalu mengapa ada orang yang shalat, tetapi masih juga melakukan maksiat? Sebuah pertanyaan menohok. Bila dilihat dari sebab, shalat tidaklah bisa menjadi 'penghalang bagi kemaksiatan' bila kualitas shalatnya tidak diperhatikan atau shalatnya masih lalai bahkan sengaja ditinggalkan.
"Inna shalata tanha anil fahsyai wal munkar", sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar" (Al Ankabut :45). Bila kita mau perhatikan, melihat ayat tersebut jelas bahwa shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Tetapi kenapa? Kenapa ada orang yang shalat, namun masih tetap menjalankan kemaksiatan? Bertanya pada diri kita sendiri, sudah sekhusyu apa shalat kita? Sudahkah kita pahami bacaaan shalat?
Kalau shalat hanya dijadikan sebagai rutinitas atau ritualitas, maka ia hanya akan menjadi 'aktivitas sambil lalu' yang tidak memberikan efek apapun. Tidak mengerti bacaan shalat juga seharusnya menjadi masalah, karena apa yang dibaca hanya sekedar ucap dibibir.
Shalat juga seyogianya di masjid dan berjamaah bagi laki-laki. Shalat di awal waktu justru jauh lebih baik dibandingkan shalat di waktu akhir.
Yang paling utama ialah memahami hakekat shalat. Tidak hanya memahami sebagai kewajiban dan sebatas mengerjakan rukun Islam ke-2, tetapi memperhatikan kekhusyuan shalat itu hal yang penting.
Seberapa parah dalam shalat, dengan masih memikirkan urusan duniawi di sela-sela bacaan dalam shalat? Misalnya, tiba-tiba terlintas pekerjaan kantor yang menumpuk, terlintas utang, terlintas ini dan itu atau mungkin terlintas wajah seseorang yang kita anggap spesial?
Tampaknya ini yang harus diperhatikan. Shalat seharusnya bisa menjadi tolok ukur bagi akhlak seseorang, bagaimana ia saat menghadapi masalah? bagaimana ia saat berhadapan dengan kesulitan, bagaimana ia saat mendapatkan musibah atau rezeki? dan sebagainya.
Perhatikan shalat. Bila kita masih mudah melakukan perbuatan dosa atau maksiat, mungkin ada yang salah dalam shalat kita. Bila kita masih cuek-ceuk saja padahal melakukan keburukan atau membiarkan sepenuhnya nafsu yang mengendalikan diri, mungkin ada yang salah dalam shalat kita.
Shalat seharusnya mampu sebagai penawar dari kegundahan dan kesedihan. Shalat seharusnya bisa menjadi 'obat' untuk menenangkan batin. Hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.
Berkaca pada diri sendiri. Sudah seberapa khusyu shalat kita? Apakah juga sudah menghidupkan shalat malam?
Jangan-jangan segala keburukan yang terus kita lakukan, yang menghalangi kita dari datangnya rezeki atau mungkin jodoh, kesedihan yang berlarut-larut, kegalauan akut yang tak henti-hentinya itu, dikarenakan kita masih lalai dalam shalat.
Perhatikan shalat.
*****
(Foto: Nyari di Internet)
Shalat bukan hanya sekedar rutinitas, bukan pula ritualitas semata. Shalat bisa mendekatkan seorang hamba kepada Allah dan efek dari shalat seharusnya bisa terlihat dari caranya berinteraksi dan bertutur kata dengan orang lain.
Lalu mengapa ada orang yang shalat, tetapi masih juga melakukan maksiat? Sebuah pertanyaan menohok. Bila dilihat dari sebab, shalat tidaklah bisa menjadi 'penghalang bagi kemaksiatan' bila kualitas shalatnya tidak diperhatikan atau shalatnya masih lalai bahkan sengaja ditinggalkan.
"Inna shalata tanha anil fahsyai wal munkar", sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan mungkar" (Al Ankabut :45). Bila kita mau perhatikan, melihat ayat tersebut jelas bahwa shalat mencegah perbuatan keji dan mungkar.
Tetapi kenapa? Kenapa ada orang yang shalat, namun masih tetap menjalankan kemaksiatan? Bertanya pada diri kita sendiri, sudah sekhusyu apa shalat kita? Sudahkah kita pahami bacaaan shalat?
Kalau shalat hanya dijadikan sebagai rutinitas atau ritualitas, maka ia hanya akan menjadi 'aktivitas sambil lalu' yang tidak memberikan efek apapun. Tidak mengerti bacaan shalat juga seharusnya menjadi masalah, karena apa yang dibaca hanya sekedar ucap dibibir.
Shalat juga seyogianya di masjid dan berjamaah bagi laki-laki. Shalat di awal waktu justru jauh lebih baik dibandingkan shalat di waktu akhir.
Yang paling utama ialah memahami hakekat shalat. Tidak hanya memahami sebagai kewajiban dan sebatas mengerjakan rukun Islam ke-2, tetapi memperhatikan kekhusyuan shalat itu hal yang penting.
Seberapa parah dalam shalat, dengan masih memikirkan urusan duniawi di sela-sela bacaan dalam shalat? Misalnya, tiba-tiba terlintas pekerjaan kantor yang menumpuk, terlintas utang, terlintas ini dan itu atau mungkin terlintas wajah seseorang yang kita anggap spesial?
Tampaknya ini yang harus diperhatikan. Shalat seharusnya bisa menjadi tolok ukur bagi akhlak seseorang, bagaimana ia saat menghadapi masalah? bagaimana ia saat berhadapan dengan kesulitan, bagaimana ia saat mendapatkan musibah atau rezeki? dan sebagainya.
Perhatikan shalat. Bila kita masih mudah melakukan perbuatan dosa atau maksiat, mungkin ada yang salah dalam shalat kita. Bila kita masih cuek-ceuk saja padahal melakukan keburukan atau membiarkan sepenuhnya nafsu yang mengendalikan diri, mungkin ada yang salah dalam shalat kita.
Shalat seharusnya mampu sebagai penawar dari kegundahan dan kesedihan. Shalat seharusnya bisa menjadi 'obat' untuk menenangkan batin. Hanya dengan mengingat Allah hati akan menjadi tenang.
Berkaca pada diri sendiri. Sudah seberapa khusyu shalat kita? Apakah juga sudah menghidupkan shalat malam?
Jangan-jangan segala keburukan yang terus kita lakukan, yang menghalangi kita dari datangnya rezeki atau mungkin jodoh, kesedihan yang berlarut-larut, kegalauan akut yang tak henti-hentinya itu, dikarenakan kita masih lalai dalam shalat.
Perhatikan shalat.
*****
(Foto: Nyari di Internet)
Comments
Post a Comment