Menjadikanmu pelabuhan hati terakhirku adalah pilihan. Maaf bila aku menjadikanmu bukan sebagai yang pertama, melainkan menjadi salah satu perempuan yang menerima pengungkapan rasa yang lahir dari relung jiwa, tetapi ku harap engkaulah yang terakhir.
Aku juga bukan manusia sempurna, yang pandai memendam rasa. Sungguh bila ku diam saja, maka itu sama saja membiarkan kebodohan menghampiriku.
Aku bukan laki-laki romantis yang pintar mengarang cerita untuk membuatmu merasa jatuh cinta. Tidak ada yang aku tutupi, biarkan penilaianmu melihat seberapa jauh keseriusanku.
Mungkin dirimu bertanya, mengapa aku terlalu cepat mengatakan sesuatu yang malah membuat dirimu bertanya-tanya. Karena, segala sesuatu sudah Allah tetapkan, yang mendorongku untuk menyampaikan hal itu tanpa adanya keterpaksaan, tanpa penyesalan.
Tidak ada yang mengetahui rahasia Allah seperti jodoh dan kematian. Pun, tidak ada yang tahu kapan jodoh dan kematian itu tiba.
Bila segalanya berjalan sesuai qada dan qadar-Nya, bila segala sesuatunya telah Allah gariskan dan tertulis di Lauhul Mahfudz, maka tanpa kita duga sebelumnya, cepat atau lambat kejadian pasti akan terjadi, termasuk dalam perkara jodoh dan kematian.
Persoalannya hanya pada waktu, bisa cepat atau lambat. Namun bagiku, untuk tujuan suci, aku mengambil keputusan berani, nyata mengambil jalan ikhtiar untuk menjemputmu sebagai kekasih halal.
Setelah jalan upaya sudah ku tempuh, bukan lagi ranahku untuk menggantungkan harapan kepadamu dan mendesak keadaan agar tercapai segera keinginan mulia itu. Aku berserah diri kepada-Nya, menggantungkan harapan pada-Nya, memohon yang terbaik. Maka, bukan dalam kuasaku untuk memaksakan segala sesuatunya terjadi sesuai impianku.
Allah yang Maha Membolak-balikan hati, membuat hamba-Nya merasa mencinta atau sebaliknya. Skenario-Nya tengah berjalan, menjadikan aku ikhlas menyampaikan pesan itu tanpa beban dan menanti dalam harapan baik.
Mungkin aku tidak tampan, dan tak kaya raya, tetapi aku bersyukur Allah menjadikanku salah satu pemuda di dunia yang mencicipi nikmatnya Iman & Islam. Yang dengannya itu aku diamanahkan tanggungjawab sebagai Imam bagi istriku nanti, dan meneruskan perjuangan hidup dalam rumah tangga Sakinah, Mawadah, Warahmah, seperti yang dialami orangtua kita.
Dan, dengan izin-Nya, aku laki-laki yang mungkin tidak pernah merasakan indahnya pacaran dengan lawan jenis sampai mencapai durasi bertahun-tahun. Bukan, bukan di situ letak substansinya, tidak pula sebagai prestasi. Bukankah tidak ada istilah pacaran di dalam Islam?
Mungkin Allah tidak membiarkan hamba-Nya terjebak dalam cinta semu, yang cenderung lebih dekat kepada keburukan atau zina. Sehingga, aku benar-benar menjaga raga dan jiwa serta perasaan ini hanya untuk kekasih halalku.
Dengan demikian aku berpikir, bentuk kesia-siaan adalah saat dua insan mengesahkan hubungan yang namanya 'jadian', tetapi akhirnya malah kandas di tengah jalan. Bukan, bukan seperti itu yang aku dambakan.
Tujuanku menyampaikan itu adalah untuk memuliakanmu, sedapat mungkin mengatakannya di awal waktu, sedini mungkin agar kita sama-sama tahu bahwa jodoh itu sesungguhnya teramat dekat. Bila benar berjodoh, tentu Allah akan menanamkan perasaan cinta yang tulus itu dalam hati kita.
Resolusi tahun ini menjadi 'master plan', tujuan besar yang bisa terlaksana bila Allah mengizinkan hal itu. Bila benar engkau jodohku, tentu segala persiapan dan jalannya akan terasa mudah.
Pernah ku mendengar sebuah quote yang bisa diresapi maknanya, "Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan (Ali bin Abi Thalib dalam buku 'Jalan Cinta Para Pejuang' karya Salim A Fillah)".
Tidak ingin ada keraguan. Bila hati diperkenankan memilih dari sekian miliar pilihan yang ada, izinkan aku untuk setia dalam cinta dan harapan, bersedia menerima segala kekuranganmu. Izinkan pula untuk saling mengenali diri lebih dalam.
"Tidak ada cara lain selain melamar (menikah) untuk menunjukkan keseriusan cinta, sebagai bentuk memuliakan perempuan yang dicinta" - L.
*****
(Foto: Screenshot)
Aku juga bukan manusia sempurna, yang pandai memendam rasa. Sungguh bila ku diam saja, maka itu sama saja membiarkan kebodohan menghampiriku.
Aku bukan laki-laki romantis yang pintar mengarang cerita untuk membuatmu merasa jatuh cinta. Tidak ada yang aku tutupi, biarkan penilaianmu melihat seberapa jauh keseriusanku.
Mungkin dirimu bertanya, mengapa aku terlalu cepat mengatakan sesuatu yang malah membuat dirimu bertanya-tanya. Karena, segala sesuatu sudah Allah tetapkan, yang mendorongku untuk menyampaikan hal itu tanpa adanya keterpaksaan, tanpa penyesalan.
Tidak ada yang mengetahui rahasia Allah seperti jodoh dan kematian. Pun, tidak ada yang tahu kapan jodoh dan kematian itu tiba.
Bila segalanya berjalan sesuai qada dan qadar-Nya, bila segala sesuatunya telah Allah gariskan dan tertulis di Lauhul Mahfudz, maka tanpa kita duga sebelumnya, cepat atau lambat kejadian pasti akan terjadi, termasuk dalam perkara jodoh dan kematian.
Persoalannya hanya pada waktu, bisa cepat atau lambat. Namun bagiku, untuk tujuan suci, aku mengambil keputusan berani, nyata mengambil jalan ikhtiar untuk menjemputmu sebagai kekasih halal.
Setelah jalan upaya sudah ku tempuh, bukan lagi ranahku untuk menggantungkan harapan kepadamu dan mendesak keadaan agar tercapai segera keinginan mulia itu. Aku berserah diri kepada-Nya, menggantungkan harapan pada-Nya, memohon yang terbaik. Maka, bukan dalam kuasaku untuk memaksakan segala sesuatunya terjadi sesuai impianku.
Allah yang Maha Membolak-balikan hati, membuat hamba-Nya merasa mencinta atau sebaliknya. Skenario-Nya tengah berjalan, menjadikan aku ikhlas menyampaikan pesan itu tanpa beban dan menanti dalam harapan baik.
Mungkin aku tidak tampan, dan tak kaya raya, tetapi aku bersyukur Allah menjadikanku salah satu pemuda di dunia yang mencicipi nikmatnya Iman & Islam. Yang dengannya itu aku diamanahkan tanggungjawab sebagai Imam bagi istriku nanti, dan meneruskan perjuangan hidup dalam rumah tangga Sakinah, Mawadah, Warahmah, seperti yang dialami orangtua kita.
Dan, dengan izin-Nya, aku laki-laki yang mungkin tidak pernah merasakan indahnya pacaran dengan lawan jenis sampai mencapai durasi bertahun-tahun. Bukan, bukan di situ letak substansinya, tidak pula sebagai prestasi. Bukankah tidak ada istilah pacaran di dalam Islam?
Mungkin Allah tidak membiarkan hamba-Nya terjebak dalam cinta semu, yang cenderung lebih dekat kepada keburukan atau zina. Sehingga, aku benar-benar menjaga raga dan jiwa serta perasaan ini hanya untuk kekasih halalku.
Dengan demikian aku berpikir, bentuk kesia-siaan adalah saat dua insan mengesahkan hubungan yang namanya 'jadian', tetapi akhirnya malah kandas di tengah jalan. Bukan, bukan seperti itu yang aku dambakan.
Tujuanku menyampaikan itu adalah untuk memuliakanmu, sedapat mungkin mengatakannya di awal waktu, sedini mungkin agar kita sama-sama tahu bahwa jodoh itu sesungguhnya teramat dekat. Bila benar berjodoh, tentu Allah akan menanamkan perasaan cinta yang tulus itu dalam hati kita.
Resolusi tahun ini menjadi 'master plan', tujuan besar yang bisa terlaksana bila Allah mengizinkan hal itu. Bila benar engkau jodohku, tentu segala persiapan dan jalannya akan terasa mudah.
Pernah ku mendengar sebuah quote yang bisa diresapi maknanya, "Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan atau mempersilakan. Ia adalah keberanian atau pengorbanan (Ali bin Abi Thalib dalam buku 'Jalan Cinta Para Pejuang' karya Salim A Fillah)".
Tidak ingin ada keraguan. Bila hati diperkenankan memilih dari sekian miliar pilihan yang ada, izinkan aku untuk setia dalam cinta dan harapan, bersedia menerima segala kekuranganmu. Izinkan pula untuk saling mengenali diri lebih dalam.
"Tidak ada cara lain selain melamar (menikah) untuk menunjukkan keseriusan cinta, sebagai bentuk memuliakan perempuan yang dicinta" - L.
*****
(Foto: Screenshot)
Comments
Post a Comment