Mewakili segenap laki-laki dengan usia yang katanya sedang produktif-produktifnya. Mewakili laki-laki yang mungkin sudah berusia semakin dewasa, single dan memiliki pekerjaan.
Ada episode dalam kehidupan yang tidak mungkin terulang di dunia. Menjadi pemuda, dengan fisik dan raga yang masih prima serta bugar. Dengan kulit yang masih kencang, dengan otot yang masih perkasa, dengan kelincahan dan kecerdasan.
Apa yang kau dapat saat ini, ialah apa yang kau usahakan puluhan tahun lalu. Mulai dari sekolah, lancar, dibiayain orangtua, belajar, bergaul dan berinteraksi satu sama lain, mendewasa.
Usia yang sangat-sangat matang untuk, hmm.. mungkin berumah tangga, karena raga masih memiliki energi optimalnya. Kita tidak berpikir yang aneh-aneh, tetapi benar adanya, fitrah manusia, usia muda, energi maksimal dan saat sudah menikah, rahim istri dalam kondisi terbaiknya untuk bisa melahirkan anak yang shaleh/shalehah.
Yang single, bila sudah bekerja dan berpenghasilan, mungkin akan berasa uang Rp10 ribu mungkin tidak seberapa. Dibanding dahulu, saat merengek pada orangtua meminta uang jajan, dapat Rp5000 saja sudah bersyukur sekali.
Usia muda, coba cermati kisah Nabi, kisah Muhammad Al-fatih atau coba lihat para pemuda yang dianggap sukses menjadi miliarder seperti pendiri jejaring sosial Facebook dan sebagainya. Renungi, mereka bisa berhasil di usia muda, sedangkan apa yang kita bisa perbuat saat ini? Kesuksesan apa yang bisa kita raih di saat muda, dalam waktu dekat ini?
Yang Muslim, lihat, ada bocah yang pandai menghafal ayat suci Al-Quran di usianya yang masih anak-anak. Sementara sudah sampai mana tadarus atau tilawah kita?
Pertanyaan itu yang kerap muncul dalam fikiran. Bisa apa kita di usia yang muda? Bila hidup tanpa tujuan dan pencapaian, seperti makan sayuran tanpa garam, hambar.
Maka, buatlah sebuah peta, pencapaian jangka pendek dan jangka panjang, ingin seperti apa masa tua kita nanti. Memang kedengarannya menjenuhkan atau malas, tetapi paling tidak, seorang pemuda harus memiliki target-target yang ingin dicapai.
Target dari sisi karir maupun kesiapan dalam berumah tangga perlu dipikirkan. Dua hal itu yang walau berbeda, tetapi akan saling berkaitan satu sama lain, terutama untuk kaum laki-laki, berpenghasilan itu seyogianya sudah digenggam.
Memang berbeda makna, antara 'berpenghasilan tetap' dengan 'tetap berpenghasilan'. Bila 'berpenghasilan tetap', maka konotasinya selalu pekerjaan yang bersifat statis, walau ada jenjang karir bila sudah digeluti dalam waktu yang lama.
Sedangkan 'tetap berpenghasilan', ini bukti tanggungjawab seorang suami untuk kelak menafkahi keluarga yang dibangunnya. Apapun itu, pastikan mencari uang dengan cara yang halal dan berkah.
Kembali lagi di usia muda dan single (tidak pacaran). Tidak ada beban rasanya mendekati banyak perempuan, sekedar hanya untuk berteman dan menjalin silaturahim.
Mungkin ini dahulu yang telah dilalui Bapak kita sendiri saat masih single, yang kini mereka sudah menua. Mereka menyaksikan anak laki-lakinya tumbuh dewasa dan membebaskan pilihan kepada anak laki-lakinya untuk menikah dengan perempuan yang didambanya.
Kepada pemuda atau laki-laki di seluruh dunia, menikahlah. Bangun kesanggupan dari segala kesiapan mulai dari ilmu, mental hingga finansial. Nikahi perempuan pilihanmu yang masih sendiri.
Ibarat rezeki, jodoh tidak akan tertukar.
*****
(Foto: Dakwatuna)
Ada episode dalam kehidupan yang tidak mungkin terulang di dunia. Menjadi pemuda, dengan fisik dan raga yang masih prima serta bugar. Dengan kulit yang masih kencang, dengan otot yang masih perkasa, dengan kelincahan dan kecerdasan.
Apa yang kau dapat saat ini, ialah apa yang kau usahakan puluhan tahun lalu. Mulai dari sekolah, lancar, dibiayain orangtua, belajar, bergaul dan berinteraksi satu sama lain, mendewasa.
Usia yang sangat-sangat matang untuk, hmm.. mungkin berumah tangga, karena raga masih memiliki energi optimalnya. Kita tidak berpikir yang aneh-aneh, tetapi benar adanya, fitrah manusia, usia muda, energi maksimal dan saat sudah menikah, rahim istri dalam kondisi terbaiknya untuk bisa melahirkan anak yang shaleh/shalehah.
Yang single, bila sudah bekerja dan berpenghasilan, mungkin akan berasa uang Rp10 ribu mungkin tidak seberapa. Dibanding dahulu, saat merengek pada orangtua meminta uang jajan, dapat Rp5000 saja sudah bersyukur sekali.
Usia muda, coba cermati kisah Nabi, kisah Muhammad Al-fatih atau coba lihat para pemuda yang dianggap sukses menjadi miliarder seperti pendiri jejaring sosial Facebook dan sebagainya. Renungi, mereka bisa berhasil di usia muda, sedangkan apa yang kita bisa perbuat saat ini? Kesuksesan apa yang bisa kita raih di saat muda, dalam waktu dekat ini?
Yang Muslim, lihat, ada bocah yang pandai menghafal ayat suci Al-Quran di usianya yang masih anak-anak. Sementara sudah sampai mana tadarus atau tilawah kita?
Pertanyaan itu yang kerap muncul dalam fikiran. Bisa apa kita di usia yang muda? Bila hidup tanpa tujuan dan pencapaian, seperti makan sayuran tanpa garam, hambar.
Maka, buatlah sebuah peta, pencapaian jangka pendek dan jangka panjang, ingin seperti apa masa tua kita nanti. Memang kedengarannya menjenuhkan atau malas, tetapi paling tidak, seorang pemuda harus memiliki target-target yang ingin dicapai.
Target dari sisi karir maupun kesiapan dalam berumah tangga perlu dipikirkan. Dua hal itu yang walau berbeda, tetapi akan saling berkaitan satu sama lain, terutama untuk kaum laki-laki, berpenghasilan itu seyogianya sudah digenggam.
Memang berbeda makna, antara 'berpenghasilan tetap' dengan 'tetap berpenghasilan'. Bila 'berpenghasilan tetap', maka konotasinya selalu pekerjaan yang bersifat statis, walau ada jenjang karir bila sudah digeluti dalam waktu yang lama.
Sedangkan 'tetap berpenghasilan', ini bukti tanggungjawab seorang suami untuk kelak menafkahi keluarga yang dibangunnya. Apapun itu, pastikan mencari uang dengan cara yang halal dan berkah.
Kembali lagi di usia muda dan single (tidak pacaran). Tidak ada beban rasanya mendekati banyak perempuan, sekedar hanya untuk berteman dan menjalin silaturahim.
Mungkin ini dahulu yang telah dilalui Bapak kita sendiri saat masih single, yang kini mereka sudah menua. Mereka menyaksikan anak laki-lakinya tumbuh dewasa dan membebaskan pilihan kepada anak laki-lakinya untuk menikah dengan perempuan yang didambanya.
Kepada pemuda atau laki-laki di seluruh dunia, menikahlah. Bangun kesanggupan dari segala kesiapan mulai dari ilmu, mental hingga finansial. Nikahi perempuan pilihanmu yang masih sendiri.
Ibarat rezeki, jodoh tidak akan tertukar.
*****
(Foto: Dakwatuna)
Comments
Post a Comment