Komunikasi itu perlu, untuk menyampaikan pesan atau maksud kepada orang lain. Sehingga, orang lain memahami dan menangkap maksud perkataan kita, dan tercapai sebuah persetujuan maupun kesepakatan.
Dan, itulah yang terjadi hari ini. Komunikasi kepada keluarga sendiri, terutama orang yang paling berjasa yang telah mengantarkan kita sampai mampu berdiri seperti ini, orangtua.
Serasa jalan ini dipermudah untuk bisa menyempurnakan separuh dien. Walau sampai detik ini, penulis tidak tahu siapa calonnya, siapa yang akan menerima mas kawin, dan tangan Bapak siapa yang kelak akan berjabat lama dengan ucapan 'sakral' penulis di hadapan penghulu.
Ada sedikit kelegaan, setidaknya diwujudkan dalam nuansa pembicaraan kekeluargaan santai dengan orangtua. Mereka berkata, perkataan yang membebaskan penulis. Mempersilakan untuk memilih, membebaskan waktu untuk kapan bisa memulai kehidupan berumah tangga.
Sebuah pembicaraan hangat, pendekatan personal dan mengungkap alasan yang menitikberatkan, mengapa menikah itu harus disegerakan. Maka, poin-poin pembicaraan dibangun dan dibentuk, disusun dan disampaikan dengan intonasi serta ekspresi yang santun dan baik.
Hal yang mungkin semua anak laki-laki akan merasakannya, paling tidak satu kali seumur hidupnya. Bila izin sudah dikantongi, luruskan niat dan jemputlah peluang, setelah sebelumnya meng-khatamkan tilawah Al-Quran terlebih dahulu.
Ada rasa bahagia, walau sedikit. Biarkan bahagia itu akan benar-benar terluapkan nanti, pada saatnya. Ini belum apa-apa, hanya sebuah fase dari ketukan pintu pertama, dan masih ada ketukan pintu berikutnya. Mungkin saja mengetuk pintu rumahnya *ea.
Ada etika saat mengatakan hal penting ini kepada orangtua. Buat laki-laki, pertama, kita harus mampu meyakinkan dan menyanggupi. Dalam kondisi ini, kita harus menilai kelayakan diri kita dan memang harus banyak 'berkaca' sebelumnya dan bertanya, "Sudah siapkah kita?".
Bawa suasana santai dengan orangtua, saat kondisi sedang tidak dalam keadaan sibuk-sibuknya. Ambil jam santai setelah makan malam lebih baik. Gunakan tutur kata yang baik dan benar serta tegas.
Jelaskan mengapa kita harus menikah di usia sekarang, usia muda. Sebutkan alasan yang mendorong untuk bersegera menikah. Bila orangtua justru mendukung menikah lebih muda lebih baik, bersyukurlah.
Kenali karakteristik orangtua. Bila orangtua paham agama dengan baik, maka ucapkan nikah untuk ibadah, Insya Allah sudah bisa mendapatkan lampu hijau atau izin.
Akan tetapi, seyogianya, ada penjelasan logis lainnya yang perlu diutarakan, seperti misalnya, umur yang sudah semakin lanjut, pekerjaan yang kini sudah dimiliki dan sebagainya.
Bila orangtua merespon atau menanggapi dari setiap penjelasan atau perkataan kita, maka usahakan kita mampu meng-counter-nya sebaik mungkin. Jangan terlalu banyak diam, tetapi mendengarkan nasehat baik dari orangtua itu merupakan keharusan.
Bersikap tenang dan santai agar apa yang kita katakan atau sampaikan dapat dimengerti dengan mudah oleh orangtua. Upayakan jangan memotong pembicaraan, bila arah pembicaraan membelok, biarkan itu tetap belok, ikuti 'permainan', hingga saat hening, kembalikan lagi pembicaraan ke posisi semula.
Terakhir, saat maksud sudah tersampaikan dan menuju akhir dari pembicaraan, pertegas kembali apa yang ingin dicapai berikutnya. Katakan alasan mengapa kita dan orangtua perlu membicarakan hal ini jauh-jauh hari sebelumnya. Agar segalanya bisa dipersiapkan tanpa ketergesaan, agar segalanya berjalan sesuai yang diharapkan.
*****
(Foto: Agendaweb)
Dan, itulah yang terjadi hari ini. Komunikasi kepada keluarga sendiri, terutama orang yang paling berjasa yang telah mengantarkan kita sampai mampu berdiri seperti ini, orangtua.
Serasa jalan ini dipermudah untuk bisa menyempurnakan separuh dien. Walau sampai detik ini, penulis tidak tahu siapa calonnya, siapa yang akan menerima mas kawin, dan tangan Bapak siapa yang kelak akan berjabat lama dengan ucapan 'sakral' penulis di hadapan penghulu.
Ada sedikit kelegaan, setidaknya diwujudkan dalam nuansa pembicaraan kekeluargaan santai dengan orangtua. Mereka berkata, perkataan yang membebaskan penulis. Mempersilakan untuk memilih, membebaskan waktu untuk kapan bisa memulai kehidupan berumah tangga.
Sebuah pembicaraan hangat, pendekatan personal dan mengungkap alasan yang menitikberatkan, mengapa menikah itu harus disegerakan. Maka, poin-poin pembicaraan dibangun dan dibentuk, disusun dan disampaikan dengan intonasi serta ekspresi yang santun dan baik.
Hal yang mungkin semua anak laki-laki akan merasakannya, paling tidak satu kali seumur hidupnya. Bila izin sudah dikantongi, luruskan niat dan jemputlah peluang, setelah sebelumnya meng-khatamkan tilawah Al-Quran terlebih dahulu.
Ada rasa bahagia, walau sedikit. Biarkan bahagia itu akan benar-benar terluapkan nanti, pada saatnya. Ini belum apa-apa, hanya sebuah fase dari ketukan pintu pertama, dan masih ada ketukan pintu berikutnya. Mungkin saja mengetuk pintu rumahnya *ea.
Ada etika saat mengatakan hal penting ini kepada orangtua. Buat laki-laki, pertama, kita harus mampu meyakinkan dan menyanggupi. Dalam kondisi ini, kita harus menilai kelayakan diri kita dan memang harus banyak 'berkaca' sebelumnya dan bertanya, "Sudah siapkah kita?".
Bawa suasana santai dengan orangtua, saat kondisi sedang tidak dalam keadaan sibuk-sibuknya. Ambil jam santai setelah makan malam lebih baik. Gunakan tutur kata yang baik dan benar serta tegas.
Jelaskan mengapa kita harus menikah di usia sekarang, usia muda. Sebutkan alasan yang mendorong untuk bersegera menikah. Bila orangtua justru mendukung menikah lebih muda lebih baik, bersyukurlah.
Kenali karakteristik orangtua. Bila orangtua paham agama dengan baik, maka ucapkan nikah untuk ibadah, Insya Allah sudah bisa mendapatkan lampu hijau atau izin.
Akan tetapi, seyogianya, ada penjelasan logis lainnya yang perlu diutarakan, seperti misalnya, umur yang sudah semakin lanjut, pekerjaan yang kini sudah dimiliki dan sebagainya.
Bila orangtua merespon atau menanggapi dari setiap penjelasan atau perkataan kita, maka usahakan kita mampu meng-counter-nya sebaik mungkin. Jangan terlalu banyak diam, tetapi mendengarkan nasehat baik dari orangtua itu merupakan keharusan.
Bersikap tenang dan santai agar apa yang kita katakan atau sampaikan dapat dimengerti dengan mudah oleh orangtua. Upayakan jangan memotong pembicaraan, bila arah pembicaraan membelok, biarkan itu tetap belok, ikuti 'permainan', hingga saat hening, kembalikan lagi pembicaraan ke posisi semula.
Terakhir, saat maksud sudah tersampaikan dan menuju akhir dari pembicaraan, pertegas kembali apa yang ingin dicapai berikutnya. Katakan alasan mengapa kita dan orangtua perlu membicarakan hal ini jauh-jauh hari sebelumnya. Agar segalanya bisa dipersiapkan tanpa ketergesaan, agar segalanya berjalan sesuai yang diharapkan.
*****
(Foto: Agendaweb)
Comments
Post a Comment