Setelah bercerita tentang flashback peristiwa Tsunami Aceh satu dekade lalu, kini giliran peristiwa jatuhnya pesawat AirAsia. Kalau boleh penulis berkata, tiada kejadian yang tidak memiliki hikmah.
Dilihat dari peristiwanya, jelang akhir tahun lho ya. Pertama, publik sudah diingatkan kembali melalui media massa tentang kejadian Tsunami Aceh 10 tahun lalu. Lagi, publik diinformasikan kejadian tentang jatuhnya pesawat AirAsia.
Seharusnya setiap kejadian atau musibah bencana itu bisa meninggalkan jejak ingatan manusia akan kematian. Sesuatu yang seharusnya membuat mereka yang belum begitu paham atau belum sadar tentang esensi kehidupan, menjadi mengerti arti dari sebuah kehidupan dan kematian. *berat kayaknya bahasanya
Mengingat kematian, maka seharusnya bisa membuat seseorang lebih mawas diri, prihatin dan introspeksi dari kesalahan atau dosa yang telah diperbuat. Mengingat kematian, seharusnya membuat diri lebih berhati-hati dalam bertindak, berucap dan menghindari perbuatan sia-sia.
Sebenarnya, bila ditelisik, dipahami dan untuk mereka yang berpikir, kejadian seperti AirAsia dan korbannya ditemukan, bahkan disiarkan di televisi pada 30 Desember 2014 adalah sebuah pertanda.
Setiap tahun tentu kita menyaksikan pesta pora dan hura-hura menjelang pergantian tahun. Ada kembang api, ledakan fireworks di langit ibu kota dan sebagainya. Sebuah perayaan masif yang sebagian juga diikuti oleh mereka yang beragama Islam.
Padahal, sudah jelas bahwa merayakan pergantian tahun, meniup terompet atau menyalakan kembang api bukanlah berasal dari ajaran agama Islam. Bahkan, terkesan berlebihan dengan menghambur-hamburkan uang yang mungkin sebetulnya bisa dipakai untuk hal yang bermanfaat lainnya.
Maka, adanya musibah atau kecelakaan pesawat terbang ini seharusnya bisa menjadi bahan renungan dan mengingat kematian. Coba pada kasus pencarian pesawat terbang yang lalu-lalu, berapa lama pencarian itu dilakukan?
Pencarian AirAsia QZ8501 hanya memakan waktu tiga hari. Bayangkan tiga hari, mungkin seharusnya bisa lebih cepat dari itu, karena sudah ada saksi mata dari nelayan (dengar-dengar begitu). Kejadian hilangnya radar dan jatuhnya pesawat itu pada Minggu (28/12/2014) dan ditemukan satu jenazah mengapung di laut pada Selasa (30/12/2014) oleh tim BASARNAS.
Segala sesuatunya terjadi berdasarkan skenario-Nya atau ketetapan Allah. Tidak bisa disalahkan awan kumulonimbus. Ajal atau takdir seseorang untuk meninggal dan hidup sudah tertulis di Lauhul Mahfuds, termasuk urusan jodoh dan rezeki. Allah juga yang membolak-balikkan hati seseorang, membuatnya dinamis agar memahami bahwa tempat kembali hanyalah kepada-Nya.
Padahal pergantian tahun (1 Januari 2015) tinggal menghitung jari sejak tanggal 30 Desember 2014 (ditemukannya serpihan dan satu jenazah itu). Apa artinya? Allah memudahkan tim untuk menemukan serpihan dan jenazah tersebut sebelum malam tahun baru agar manusia sadar dan memahami bahwa kematian itu juga akan dapat menghampiri siapapun, tanpa mengenal waktu baik yang sedang menunggangi pesawat di udara ataupun mereka yang berada di darat maupun laut.
Sebuah tanda yang sangat jelas bagi mereka yang berpikir tentang kebesaran Allah SWT, pasti semua akan kembali pada-Nya. Coba pikirkan, apa yang terjadi bila tidak ditemukannya jenazah atau serpihan pesawat hingga melampaui malam tahun baru, misalnya baru ditemukan pada Januari awal. pertengahan atau lebih lama dari itu?
Mungkin lebih banyak manusia, khususnya di Indonesia yang masih terlena dengan gemerlapnya duniawi, hingar bingar pesta malam tahun baru dan sebagainya. Untuk itulah barangkali, Allah memperlihatkan kepada manusia, yang disorot siaran langsung oleh salah satu stasiun TV swasta, bahwa kematian adalah dekat, tinggal masalah waktu, tidak mengenal muda atau tua.
Maka, mereka yang berpikir dan memahami betul kejadian ini, bisa mengambil hikmah yang sangat berharga, bahwa tidak perlulah pesta-pesta malam tahun baru. Lebih baik diisi dengan renungan, tafakur, mengaji Al Quran dan bercermin sudah sejauh mana perbekalan amal kita untuk menyiapkan sakaratul maut dan kehidupan akherat?
Rupanya, hingga detik ini masih ditemukan juga ledakan petasan atau kembang api yang menghiasi langit malam tahun baru. Itulah bentuk kesia-siaan, kurang kerjaan, pemborosan, dan parahnya, sebagian dari mereka yang beragama Islam ada yang ikut-ikutan seperti itu, meniru gaya-gaya atau tradisi yang sebenarnya tidak ada dalam Islam.
Padahal jelas disebutkan bahwa mereka yang meniru adalah bagian dari kaum itu. Lebih banyak mudharat-nya dibanding manfaatnya merayakan tahun baru dengan ledakan kembang api, pesta di tengah kota dengan musik panggung, dan maksiat lainnya, hedonisme.
Disaat duka keluarga korban menangis, sebagian manusia lainnya meluncurkan kembang api, bersorak ria dan tertawa. Astagfirullah! Seperti tidak memiliki hati nurani. Empati yang luntur, dibuai euforia malam tahun baru.
Penulis mengapresiasi, seperti yang diberitakan, ada juga pejabat yang masih memiliki hati untuk tidak merayakan malam tahun baru dengan tidak meluncurkan kembang api. Baca berita: Empati Musibah di Akhir Tahun, Pesta Kembang Api Batal (di Bandung).
Semoga arwah penumpang pesawat terbang AirAsia itu diterima di sisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan serta kekuatan, aamiin.
*****
(Foto: Dok. Pribadi)
Dilihat dari peristiwanya, jelang akhir tahun lho ya. Pertama, publik sudah diingatkan kembali melalui media massa tentang kejadian Tsunami Aceh 10 tahun lalu. Lagi, publik diinformasikan kejadian tentang jatuhnya pesawat AirAsia.
Seharusnya setiap kejadian atau musibah bencana itu bisa meninggalkan jejak ingatan manusia akan kematian. Sesuatu yang seharusnya membuat mereka yang belum begitu paham atau belum sadar tentang esensi kehidupan, menjadi mengerti arti dari sebuah kehidupan dan kematian. *berat kayaknya bahasanya
Mengingat kematian, maka seharusnya bisa membuat seseorang lebih mawas diri, prihatin dan introspeksi dari kesalahan atau dosa yang telah diperbuat. Mengingat kematian, seharusnya membuat diri lebih berhati-hati dalam bertindak, berucap dan menghindari perbuatan sia-sia.
Sebenarnya, bila ditelisik, dipahami dan untuk mereka yang berpikir, kejadian seperti AirAsia dan korbannya ditemukan, bahkan disiarkan di televisi pada 30 Desember 2014 adalah sebuah pertanda.
Setiap tahun tentu kita menyaksikan pesta pora dan hura-hura menjelang pergantian tahun. Ada kembang api, ledakan fireworks di langit ibu kota dan sebagainya. Sebuah perayaan masif yang sebagian juga diikuti oleh mereka yang beragama Islam.
Padahal, sudah jelas bahwa merayakan pergantian tahun, meniup terompet atau menyalakan kembang api bukanlah berasal dari ajaran agama Islam. Bahkan, terkesan berlebihan dengan menghambur-hamburkan uang yang mungkin sebetulnya bisa dipakai untuk hal yang bermanfaat lainnya.
Maka, adanya musibah atau kecelakaan pesawat terbang ini seharusnya bisa menjadi bahan renungan dan mengingat kematian. Coba pada kasus pencarian pesawat terbang yang lalu-lalu, berapa lama pencarian itu dilakukan?
Pencarian AirAsia QZ8501 hanya memakan waktu tiga hari. Bayangkan tiga hari, mungkin seharusnya bisa lebih cepat dari itu, karena sudah ada saksi mata dari nelayan (dengar-dengar begitu). Kejadian hilangnya radar dan jatuhnya pesawat itu pada Minggu (28/12/2014) dan ditemukan satu jenazah mengapung di laut pada Selasa (30/12/2014) oleh tim BASARNAS.
Segala sesuatunya terjadi berdasarkan skenario-Nya atau ketetapan Allah. Tidak bisa disalahkan awan kumulonimbus. Ajal atau takdir seseorang untuk meninggal dan hidup sudah tertulis di Lauhul Mahfuds, termasuk urusan jodoh dan rezeki. Allah juga yang membolak-balikkan hati seseorang, membuatnya dinamis agar memahami bahwa tempat kembali hanyalah kepada-Nya.
Padahal pergantian tahun (1 Januari 2015) tinggal menghitung jari sejak tanggal 30 Desember 2014 (ditemukannya serpihan dan satu jenazah itu). Apa artinya? Allah memudahkan tim untuk menemukan serpihan dan jenazah tersebut sebelum malam tahun baru agar manusia sadar dan memahami bahwa kematian itu juga akan dapat menghampiri siapapun, tanpa mengenal waktu baik yang sedang menunggangi pesawat di udara ataupun mereka yang berada di darat maupun laut.
Sebuah tanda yang sangat jelas bagi mereka yang berpikir tentang kebesaran Allah SWT, pasti semua akan kembali pada-Nya. Coba pikirkan, apa yang terjadi bila tidak ditemukannya jenazah atau serpihan pesawat hingga melampaui malam tahun baru, misalnya baru ditemukan pada Januari awal. pertengahan atau lebih lama dari itu?
Mungkin lebih banyak manusia, khususnya di Indonesia yang masih terlena dengan gemerlapnya duniawi, hingar bingar pesta malam tahun baru dan sebagainya. Untuk itulah barangkali, Allah memperlihatkan kepada manusia, yang disorot siaran langsung oleh salah satu stasiun TV swasta, bahwa kematian adalah dekat, tinggal masalah waktu, tidak mengenal muda atau tua.
Maka, mereka yang berpikir dan memahami betul kejadian ini, bisa mengambil hikmah yang sangat berharga, bahwa tidak perlulah pesta-pesta malam tahun baru. Lebih baik diisi dengan renungan, tafakur, mengaji Al Quran dan bercermin sudah sejauh mana perbekalan amal kita untuk menyiapkan sakaratul maut dan kehidupan akherat?
Rupanya, hingga detik ini masih ditemukan juga ledakan petasan atau kembang api yang menghiasi langit malam tahun baru. Itulah bentuk kesia-siaan, kurang kerjaan, pemborosan, dan parahnya, sebagian dari mereka yang beragama Islam ada yang ikut-ikutan seperti itu, meniru gaya-gaya atau tradisi yang sebenarnya tidak ada dalam Islam.
Padahal jelas disebutkan bahwa mereka yang meniru adalah bagian dari kaum itu. Lebih banyak mudharat-nya dibanding manfaatnya merayakan tahun baru dengan ledakan kembang api, pesta di tengah kota dengan musik panggung, dan maksiat lainnya, hedonisme.
Disaat duka keluarga korban menangis, sebagian manusia lainnya meluncurkan kembang api, bersorak ria dan tertawa. Astagfirullah! Seperti tidak memiliki hati nurani. Empati yang luntur, dibuai euforia malam tahun baru.
Penulis mengapresiasi, seperti yang diberitakan, ada juga pejabat yang masih memiliki hati untuk tidak merayakan malam tahun baru dengan tidak meluncurkan kembang api. Baca berita: Empati Musibah di Akhir Tahun, Pesta Kembang Api Batal (di Bandung).
Semoga arwah penumpang pesawat terbang AirAsia itu diterima di sisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan serta kekuatan, aamiin.
*****
(Foto: Dok. Pribadi)
Comments
Post a Comment