Jelang akhir tahun, apa yang ada dipikiran Anda? memikirkan resolusi tahun ini yang belum tercapai, atau sibuk merencanakan resolusi untuk masa depan? Atau justru tidak memiliki resolusi apapun?
Apapun itu, pastikan bahwa diri harus lebih baik dari waktu ke waktu. Semakin bertambah usia, maka seharusnya semakin matang pola pikir dan kedewasaannya.
Menjelang akhir tahun, ada beberapa hal menarik yang ditemui, mulai dari flashback saat peristiwa Tsunami Aceh 10 tahun lalu, jatuhnya pesawat AirAsia dan juga berkenalan dengan seseorang, *ehem. Untuk yang terakhir ini, tampaknya perlu segmen khusus untuk menceritakannya, mungkin nanti.
Kembali lagi, peristiwa Tsunami Aceh satu dekade lalu. Apa yang diingat pada tanggal 26 Desember 2004 (10 tahun lalu)? Oh ya, penulis terbaring di rumah sakit, di salah satu ruang untuk pasien yang dirawat di kelas paviliun (kalau tidak salah), dirawat selama beberapa hari.
Penyakit yang mungkin sudah bisa diprediksi sebelumnya, karena kecapaian dan mengonsumsi makanan yang kurang higienis. Yap, pada Desember 2004, saat itu penulis aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler Palang Merah Remaja (PMR).
Kala itu, ada semacam pelantikan yang semalam sebelumnya, kita 'digojlok' untuk menjadi remaja tangguh. Entah sebenarnya di mana letak esensi dari kegiatan tersebut, mungkin melatih fisik dan mental, alhasil kurang tidur pasti, dan memakan makanan yang dihidangkan dengan menu yang bisa dikatakan aneh.
Pada malam itu, penulis masih junior dan kami harus melewati malam dengan penuh tantangan, ada games, berjalan mengikuti pos-pos yang ditetapkan, termasuk mengunjungi pos polisi Bogor samping Matahari (taman topi) hingga berkeliling dan menuju SMAN kami yang letaknya di jalan Kartini dekat museum perjuangan.
Ada beberapa peristiwa yang diingat kala itu, mulai dari push-up di pinggir jalan, dengan permukaan tanah yang basah atau kotor. Kemudian, penulis berjalan sekira bertiga atau berlima menuju SMAN.
Di SMAN, sudah tersedia makanan dengan rasa yang 'tak biasa', yang dihidangkan. Penulis tahu tangan ini masih kotor (entah mengapa tidak disediakan waktu terlebih dahulu untuk cuci tangan), akibat menyentuh permukaan tanah saat push-up. Namun, saat itu, sepertinya tidak ada anggota kami yang cengengesan, bahkan bertanya untuk izin cuci tangan pun tidak. Mungkin serupa dengan kegiatan perploncoan, dan kami harus memakan sebuah menu makanan yang 'berbeda', yakni nasi bercampur permen, bercampur snack atau sukro dan lain-lain.
Semua makanan itu diaduk rata dan 'dibejek-bejek'. Bisa Anda membayangkan seperti apa bentuk dan rasanya? Dan, kita harus memakan makanan itu tanpa sendok, dengan tangan sendiri serta diselingi dengan menyuapi teman kita yang berada di hadapan kita. Oh ya, alas dari makanan unik tersebut ialah daun pisang yang direbahkan memanjang/lesehan dan diletakkan di lantai (persis makanan prasmanan).
Karena aktivitas melelahkan itu, akhirnya keesokan harinya penulis sakit. Kalau tidak salah, tidak hanya terkena gejala tifus, tetapi juga diare, masuk angin, demam dan mual, penyakit yang komplit.
Ada kesan tak terlupakan memang, belajar arti kebersamaan dalam situasi genting dan melatih mental serta fisik dalam kondisi lelah. Dan, kalau tidak salah, beberapa bulan setelah itu ada kejuaraan PMR di salah satu SMKN Bogor, dan kita menjadi salah satu pemenangnya (kalau tidak salah).
Yang mungkin tidak terlupakan, saat berbaring di ruang pasien rawat inap itu, kejadian Tsunami di Aceh terjadi. Di televisi rumah sakit, bisa disaksikan bagaimana fenomena itu bisa meluluhlantahkan bangunan, mobil dan sebagainya.
Kini, 10 tahun sudah peristiwa itu. Kondisinya sudah berbeda, penulis tidak lagi bocah kelas 1 SMA, tetapi sudah semakin bertambah usia dan memiliki impian yang lain. Bukan lagi bagaimana berhasil lulus UN atau masuk di perguruan tinggi favorit, tetapi cita-cita untuk bisa lulus menjadi seorang Ayah yang baik untuk anak-anak (padahal belum nikah), he he he..
*****
Gambar SMAN 9 Bogor tempo dulu, bangunan tua, tetapi kini sudah sangat berkembang pesat.(Foto: Sman9bogor.sch.id)
Apapun itu, pastikan bahwa diri harus lebih baik dari waktu ke waktu. Semakin bertambah usia, maka seharusnya semakin matang pola pikir dan kedewasaannya.
Menjelang akhir tahun, ada beberapa hal menarik yang ditemui, mulai dari flashback saat peristiwa Tsunami Aceh 10 tahun lalu, jatuhnya pesawat AirAsia dan juga berkenalan dengan seseorang, *ehem. Untuk yang terakhir ini, tampaknya perlu segmen khusus untuk menceritakannya, mungkin nanti.
Kembali lagi, peristiwa Tsunami Aceh satu dekade lalu. Apa yang diingat pada tanggal 26 Desember 2004 (10 tahun lalu)? Oh ya, penulis terbaring di rumah sakit, di salah satu ruang untuk pasien yang dirawat di kelas paviliun (kalau tidak salah), dirawat selama beberapa hari.
Penyakit yang mungkin sudah bisa diprediksi sebelumnya, karena kecapaian dan mengonsumsi makanan yang kurang higienis. Yap, pada Desember 2004, saat itu penulis aktif dalam kegiatan ekstrakulikuler Palang Merah Remaja (PMR).
Kala itu, ada semacam pelantikan yang semalam sebelumnya, kita 'digojlok' untuk menjadi remaja tangguh. Entah sebenarnya di mana letak esensi dari kegiatan tersebut, mungkin melatih fisik dan mental, alhasil kurang tidur pasti, dan memakan makanan yang dihidangkan dengan menu yang bisa dikatakan aneh.
Pada malam itu, penulis masih junior dan kami harus melewati malam dengan penuh tantangan, ada games, berjalan mengikuti pos-pos yang ditetapkan, termasuk mengunjungi pos polisi Bogor samping Matahari (taman topi) hingga berkeliling dan menuju SMAN kami yang letaknya di jalan Kartini dekat museum perjuangan.
Ada beberapa peristiwa yang diingat kala itu, mulai dari push-up di pinggir jalan, dengan permukaan tanah yang basah atau kotor. Kemudian, penulis berjalan sekira bertiga atau berlima menuju SMAN.
Di SMAN, sudah tersedia makanan dengan rasa yang 'tak biasa', yang dihidangkan. Penulis tahu tangan ini masih kotor (entah mengapa tidak disediakan waktu terlebih dahulu untuk cuci tangan), akibat menyentuh permukaan tanah saat push-up. Namun, saat itu, sepertinya tidak ada anggota kami yang cengengesan, bahkan bertanya untuk izin cuci tangan pun tidak. Mungkin serupa dengan kegiatan perploncoan, dan kami harus memakan sebuah menu makanan yang 'berbeda', yakni nasi bercampur permen, bercampur snack atau sukro dan lain-lain.
Semua makanan itu diaduk rata dan 'dibejek-bejek'. Bisa Anda membayangkan seperti apa bentuk dan rasanya? Dan, kita harus memakan makanan itu tanpa sendok, dengan tangan sendiri serta diselingi dengan menyuapi teman kita yang berada di hadapan kita. Oh ya, alas dari makanan unik tersebut ialah daun pisang yang direbahkan memanjang/lesehan dan diletakkan di lantai (persis makanan prasmanan).
Karena aktivitas melelahkan itu, akhirnya keesokan harinya penulis sakit. Kalau tidak salah, tidak hanya terkena gejala tifus, tetapi juga diare, masuk angin, demam dan mual, penyakit yang komplit.
Ada kesan tak terlupakan memang, belajar arti kebersamaan dalam situasi genting dan melatih mental serta fisik dalam kondisi lelah. Dan, kalau tidak salah, beberapa bulan setelah itu ada kejuaraan PMR di salah satu SMKN Bogor, dan kita menjadi salah satu pemenangnya (kalau tidak salah).
Yang mungkin tidak terlupakan, saat berbaring di ruang pasien rawat inap itu, kejadian Tsunami di Aceh terjadi. Di televisi rumah sakit, bisa disaksikan bagaimana fenomena itu bisa meluluhlantahkan bangunan, mobil dan sebagainya.
Kini, 10 tahun sudah peristiwa itu. Kondisinya sudah berbeda, penulis tidak lagi bocah kelas 1 SMA, tetapi sudah semakin bertambah usia dan memiliki impian yang lain. Bukan lagi bagaimana berhasil lulus UN atau masuk di perguruan tinggi favorit, tetapi cita-cita untuk bisa lulus menjadi seorang Ayah yang baik untuk anak-anak (padahal belum nikah), he he he..
*****
Gambar SMAN 9 Bogor tempo dulu, bangunan tua, tetapi kini sudah sangat berkembang pesat.(Foto: Sman9bogor.sch.id)
Comments
Post a Comment