Tiba-tiba penulis ingin menulis di pagi hari ini. Biasanya kalau menulis itu enakan malam hari, karena kondisi lebih sunyi dan inspirasi biasanya muncul karena dari pagi hingga sore biasanya ada sesuatu yang terjadi, yang membuat kita ingin menuangkan apa yang kita pikirkan, apa yang kita gagaskan dalam sebuah tulisan.
Tetapi kali ini, bukan soal pernikahan atau percintaan yang bahasannnya tidak ada habisnya. Ini tentang kematian. Ya, kematian adalah pemutus daripada kehidupan duniawi. Kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi pada setiap makhluk hidup ciptaan Allah.
Pagi ini, saat penulis login dan mengakses Facebook, terdapat gambar seseorang yang penulis tahu, di foto itu, saat ia masih hidup di dunia. Nyatanya, ia telah meninggal dan dimakamkan pada Juni 2014.
Hanya berselang lima bulan setelah kematiannya, akun Facebook miliknya yang penulis sudah menjadi temannya, penulis bisa melihat di beranda banyak ucapan dari sahabat terdekatnya. Mulai dari ucapan mengungkapkan kerinduan dari seorang sahabat, hingga doa yang dipanjatkan kepada almarhum.
Anda tahu pesan apa yang bisa diambil dari penggunaan jejaring sosial Facebook dan kematian seseorang yang memiliki akun Facebook tersebut? Pertama, bila akun Facebook itu hanya si 'fulan' yang mengetahui login email dan password-nya, maka sepeninggalnya, tidak akan dapat diubah baik foto, video dan informasi detail mengenai dirinya.
Sebab, ya hanya si 'fulan' yang tahu bagaimana mengakses dan mengedit akun Facebook miliknya, mungkin tidak ada yang mengetahui password login-nya, dan akun Facebook itu masih terpampang, aktif dengan jumlah friend yang barangkali tidak berkurang serta tidak di-deactive-kan.
Maka apa yang terjadi? Semua teman masih bisa melihat fotonya, masih bisa menuliskan beranda pada akun Facebook tersebut dan sebagainya. Bila apa yang dituliskan tentangnya itu baik, mungkin tidak apa-apa, tetapi perihal foto, ini yang mungkin jadi persoalan utama.
Bayangkan, seorang muslimah meninggal dunia tetapi di fotonya ia masih menampakkan bagian auratnya (belum berhijab/jilbab), atau bila saat itu ia memiliki pacar dan foto berdua mesra bersama kekasihnya (bukan istri atau suaminya), dan foto-foto yang barangkali bisa mengundang syahwat siapapun yang melihatnya.
Entah penulis tidak mengetahui hukumnya dalam konteks tersebut, tetapi akan menjadi sesuatu yang tidak baik bukan, bila di akhir hayat seseorang meninggal dan Facebook itu tidak bisa diutak-atik lagi, tetapi masih muncul foto-foto demikian.
Coba kita taruh contoh kasus, ibarat mewakafkan tanah misalnya, untuk dibangun masjid, maka seseorang yang mewakafkan tanah untuk membangun masjid tersebut bukankah akan tetap mendapatkan pahala yang mengalir terus menerus? Juga termasuk dalam mengamalkan ilmu kepada seseorang misalnya. Bila ilmu yang disampaikan itu diamalkan kepada orang lainnya, maka bukankah ia juga akan mendapat pahala dari kebaikan yang ia lakukan (mengajarkan ilmu itu)?
"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh" (HR. Muslim no. 1631).
Di akun Facebook penulis, ada dua teman yang sudah berpulang ke Rahmatullah. Asli, Facebook-nya masih terpampang tetapi ia sudah tiada di dunia. Akun ini tidak dalam posisi deactive dan dapat dilihat oleh teman.
Pesan kedua, tentu tidak cuma soal foto bukan? ya, jejaring sosial itu memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan secara teks. Apa jadinya bila selama menggunakan jejaring sosial, kata-kata yang keluar hanya berupa keluhan, memaki, mencaci, berkata kalimat yang kotor dan menyakiti hati orang lain.
Dan, seseorang yang sudah meninggal tidak akan bisa mengedit atau barangkali menghapus teks tersebut. Ini bisa menjadi pelajaran untuk para pengguna jejaring sosial, agar memanfaatkan Facebook itu tidak untuk perkataan sia-sia yang bisa menyakiti orang, atau perkataan sia-sia yang hanya merugikan diri sendiri (nama baik tercoreng lantaran menuliskan sesuatu yang tidak baik, yang dibaca oleh banyak orang).
Facebook bisa dimanfaatkan untuk menyambung silaturahmi, menyebarkan kebaikan, memotivasi melalui teks pesan, bahkan sarana dalam berdakwah dan lain-lain.
Mudah-mudahan kita semua bisa bijak dalam memanfaat media sosial untuk kebaikan, baik Facebook, Twitter, Path, Instagram dan sebagainya. Perhatikan juga album foto, foto profil, video, informasi detail dan juga status misalnya "in a relationship with.. si anu bla bla (Pacaran)" itu hati-hati sekali.
Sebelum ajal menjemput, karena kematian tidak datang hanya untuk yang tua, tetapi juga yang muda bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Kematian adalah pasti, tinggal masalah waktu saja. Pergunakan jejaring sosial sebaik mungkin, seefektif mungkin tidak untuk berghibah, pamer, menebar kebencian, dan lain-lain.
*****
(Foto: Singlegrain)
Tetapi kali ini, bukan soal pernikahan atau percintaan yang bahasannnya tidak ada habisnya. Ini tentang kematian. Ya, kematian adalah pemutus daripada kehidupan duniawi. Kematian adalah sesuatu yang pasti terjadi pada setiap makhluk hidup ciptaan Allah.
Pagi ini, saat penulis login dan mengakses Facebook, terdapat gambar seseorang yang penulis tahu, di foto itu, saat ia masih hidup di dunia. Nyatanya, ia telah meninggal dan dimakamkan pada Juni 2014.
Hanya berselang lima bulan setelah kematiannya, akun Facebook miliknya yang penulis sudah menjadi temannya, penulis bisa melihat di beranda banyak ucapan dari sahabat terdekatnya. Mulai dari ucapan mengungkapkan kerinduan dari seorang sahabat, hingga doa yang dipanjatkan kepada almarhum.
Anda tahu pesan apa yang bisa diambil dari penggunaan jejaring sosial Facebook dan kematian seseorang yang memiliki akun Facebook tersebut? Pertama, bila akun Facebook itu hanya si 'fulan' yang mengetahui login email dan password-nya, maka sepeninggalnya, tidak akan dapat diubah baik foto, video dan informasi detail mengenai dirinya.
Sebab, ya hanya si 'fulan' yang tahu bagaimana mengakses dan mengedit akun Facebook miliknya, mungkin tidak ada yang mengetahui password login-nya, dan akun Facebook itu masih terpampang, aktif dengan jumlah friend yang barangkali tidak berkurang serta tidak di-deactive-kan.
Maka apa yang terjadi? Semua teman masih bisa melihat fotonya, masih bisa menuliskan beranda pada akun Facebook tersebut dan sebagainya. Bila apa yang dituliskan tentangnya itu baik, mungkin tidak apa-apa, tetapi perihal foto, ini yang mungkin jadi persoalan utama.
Bayangkan, seorang muslimah meninggal dunia tetapi di fotonya ia masih menampakkan bagian auratnya (belum berhijab/jilbab), atau bila saat itu ia memiliki pacar dan foto berdua mesra bersama kekasihnya (bukan istri atau suaminya), dan foto-foto yang barangkali bisa mengundang syahwat siapapun yang melihatnya.
Entah penulis tidak mengetahui hukumnya dalam konteks tersebut, tetapi akan menjadi sesuatu yang tidak baik bukan, bila di akhir hayat seseorang meninggal dan Facebook itu tidak bisa diutak-atik lagi, tetapi masih muncul foto-foto demikian.
Coba kita taruh contoh kasus, ibarat mewakafkan tanah misalnya, untuk dibangun masjid, maka seseorang yang mewakafkan tanah untuk membangun masjid tersebut bukankah akan tetap mendapatkan pahala yang mengalir terus menerus? Juga termasuk dalam mengamalkan ilmu kepada seseorang misalnya. Bila ilmu yang disampaikan itu diamalkan kepada orang lainnya, maka bukankah ia juga akan mendapat pahala dari kebaikan yang ia lakukan (mengajarkan ilmu itu)?
"Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara yaitu: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh" (HR. Muslim no. 1631).
Di akun Facebook penulis, ada dua teman yang sudah berpulang ke Rahmatullah. Asli, Facebook-nya masih terpampang tetapi ia sudah tiada di dunia. Akun ini tidak dalam posisi deactive dan dapat dilihat oleh teman.
Pesan kedua, tentu tidak cuma soal foto bukan? ya, jejaring sosial itu memungkinkan pengguna untuk mengirim pesan secara teks. Apa jadinya bila selama menggunakan jejaring sosial, kata-kata yang keluar hanya berupa keluhan, memaki, mencaci, berkata kalimat yang kotor dan menyakiti hati orang lain.
Dan, seseorang yang sudah meninggal tidak akan bisa mengedit atau barangkali menghapus teks tersebut. Ini bisa menjadi pelajaran untuk para pengguna jejaring sosial, agar memanfaatkan Facebook itu tidak untuk perkataan sia-sia yang bisa menyakiti orang, atau perkataan sia-sia yang hanya merugikan diri sendiri (nama baik tercoreng lantaran menuliskan sesuatu yang tidak baik, yang dibaca oleh banyak orang).
Facebook bisa dimanfaatkan untuk menyambung silaturahmi, menyebarkan kebaikan, memotivasi melalui teks pesan, bahkan sarana dalam berdakwah dan lain-lain.
Mudah-mudahan kita semua bisa bijak dalam memanfaat media sosial untuk kebaikan, baik Facebook, Twitter, Path, Instagram dan sebagainya. Perhatikan juga album foto, foto profil, video, informasi detail dan juga status misalnya "in a relationship with.. si anu bla bla (Pacaran)" itu hati-hati sekali.
Sebelum ajal menjemput, karena kematian tidak datang hanya untuk yang tua, tetapi juga yang muda bahkan bayi yang baru lahir sekalipun. Kematian adalah pasti, tinggal masalah waktu saja. Pergunakan jejaring sosial sebaik mungkin, seefektif mungkin tidak untuk berghibah, pamer, menebar kebencian, dan lain-lain.
*****
(Foto: Singlegrain)
Comments
Post a Comment