Sebuah hari di mana pertemuan itu akhirnya terlaksana. Bagai embun pagi yang sejuknya langsung menusuk, membasahi keringnya kekosongan sebuah relung.
Ada harapan yang bertengger pada tempatnya. Semua berawal dari pertemuan tak disengaja kala itu.
Adalah 14 Februari 2012 yang mengukir impian tersembunyi dari interaksi sederhana, tatapan perdana, berhadapan-hadapan secara raga dalam konteks situasi tidak terencana.
Tidak hanya senyumannya yang seolah mampu mengubah dunia, tetapi keramahan dan caranya berkata yang terus membawa angan, hingga akhirnya mata terlepas dari batas cakrawala memandangnya melalui jarak hanya beberapa hasta.
Mulai dari Kehilangan Jejak, hingga upaya dilaksana untuk bisa mengontaknya penuh asa. Sempat timbul tenggelam memang, tetapi seperti tidak bisa hilang dari ingatan bahwa ia sebenarnya ada, hanya keberadaannya saja yang belum diketahui.
Jejaring sosial rupanya membantu, menemukan dan menelusuri sedikit banyak informasi tentangnya. Mulai dari pertemuan maya itu, yang sebelumnya diawali dengan menggeluti pencarian hingga sekira seperempat dekade, kemudian untuk kali pertama dapat menghubunginya.
Tanggal 4 Juli 2014, sebuah pesan terkirim kepadanya dengan kalimat singkat: "Assalamualaikum, (enter) Apa kbr? Msh inget dgn sy?".
Mengalir percakapan-percakapan, memacu potongan-potongan ingatan untuk sampai pada satu muara, penyelarasan, pencarian titik terang dan sinergi untuk memicu terbentuknya puing-puing memori yang utuh.
Bersyukur, ia masih mengingat. Memori yang terkubur sekira empat semester itu kembali muncul. Agak malu bila mengakui, sesungguhnya pencarian ini bukanlah sekedar untuk tujuan main-main.
Pada perjalanannya beberapa tahun sejak 2012, sempat diwarnai dengan episode-episode lain yang singgah, sambil lalu dan berakhir dengan cara baik-baik. Di sela-sela lamunan pra-pertemuan di dunia maya, terkadang bayangannya sempat mengusik, mengganggu dan mempecut diri untuk terus mencari.
Sempat penulis menjadi pesimis, berpikir tidak akan dapat berjumpa lagi dengannya. Tetapi, seperti menolak untuk lupa, keberadaannya dalam ingatan tak sirna jua walau sekelumit tentangnya masih berupa tanda tanya.
Namun, selagi manusia berusaha dan berdoa, selalu ada jalan untuk mencapai tujuan. Adalah kebanggaan dan kesenangan tersendiri bila buah dari jerih payah pencarian itu akhirnya terwujud nyata.
Penulis mengklaim pertemuan di dunia maya sebagai achievements pribadi, yang muncul dari sesuatu yang awalnya merasa tidak mungkin menjadi mungkin. Yang awalnya merasa pesimis menjadi optimis untuk bisa bertemu kembali.
Harapan itu tidak lagi menjadi wacana dan isapan jempol belaka, karena pada sebuah kesempatan, "the secondary chance meet up" akhirnya tercapai pada 4 November 2014. Salah satu stasiun kereta api Jabodetabek menjadi saksi bisu dari perjumpaan tersebut.
Selama seperempat dasawarsa, pencarian itu akhirnya benar-benar bertemu pada titik klimaksnya. Rasa syukur yang membuncah, tidak dapat tergambarkan betapa beruntungnya masih bisa bertemu lagi.
Ada sesuatu yang belum terungkap secara tuntas, intuisi yang lebih banyak menjerit dibandingkan ucapan verbal. Penulis pahami bahwa pertemuan singkat ini belum mengarah pada tujuan yang jelas.
Bahkan, seperti masih ada dinding penghalang yang menghentikan langkah selanjutnya, membuatnya tetap berada dalam posisi stagnan.
Meskipun demikian, dari sisi penulis, saat ini sudah cukup bersyukur dan senang, karena perjumpaan ini seperti membuka sebuah jalan, dan tentunya ada hikmah yang terkandung di dalamnya.
Kali ini penulis akui, hati sedikit berhasil menyikut logika, walau harapan tampak berada di ujung tanduk. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk.
*****
(Foto: Benihmawar)
Ada harapan yang bertengger pada tempatnya. Semua berawal dari pertemuan tak disengaja kala itu.
Adalah 14 Februari 2012 yang mengukir impian tersembunyi dari interaksi sederhana, tatapan perdana, berhadapan-hadapan secara raga dalam konteks situasi tidak terencana.
Tidak hanya senyumannya yang seolah mampu mengubah dunia, tetapi keramahan dan caranya berkata yang terus membawa angan, hingga akhirnya mata terlepas dari batas cakrawala memandangnya melalui jarak hanya beberapa hasta.
Mulai dari Kehilangan Jejak, hingga upaya dilaksana untuk bisa mengontaknya penuh asa. Sempat timbul tenggelam memang, tetapi seperti tidak bisa hilang dari ingatan bahwa ia sebenarnya ada, hanya keberadaannya saja yang belum diketahui.
Jejaring sosial rupanya membantu, menemukan dan menelusuri sedikit banyak informasi tentangnya. Mulai dari pertemuan maya itu, yang sebelumnya diawali dengan menggeluti pencarian hingga sekira seperempat dekade, kemudian untuk kali pertama dapat menghubunginya.
Tanggal 4 Juli 2014, sebuah pesan terkirim kepadanya dengan kalimat singkat: "Assalamualaikum, (enter) Apa kbr? Msh inget dgn sy?".
Mengalir percakapan-percakapan, memacu potongan-potongan ingatan untuk sampai pada satu muara, penyelarasan, pencarian titik terang dan sinergi untuk memicu terbentuknya puing-puing memori yang utuh.
Bersyukur, ia masih mengingat. Memori yang terkubur sekira empat semester itu kembali muncul. Agak malu bila mengakui, sesungguhnya pencarian ini bukanlah sekedar untuk tujuan main-main.
Pada perjalanannya beberapa tahun sejak 2012, sempat diwarnai dengan episode-episode lain yang singgah, sambil lalu dan berakhir dengan cara baik-baik. Di sela-sela lamunan pra-pertemuan di dunia maya, terkadang bayangannya sempat mengusik, mengganggu dan mempecut diri untuk terus mencari.
Sempat penulis menjadi pesimis, berpikir tidak akan dapat berjumpa lagi dengannya. Tetapi, seperti menolak untuk lupa, keberadaannya dalam ingatan tak sirna jua walau sekelumit tentangnya masih berupa tanda tanya.
Namun, selagi manusia berusaha dan berdoa, selalu ada jalan untuk mencapai tujuan. Adalah kebanggaan dan kesenangan tersendiri bila buah dari jerih payah pencarian itu akhirnya terwujud nyata.
Penulis mengklaim pertemuan di dunia maya sebagai achievements pribadi, yang muncul dari sesuatu yang awalnya merasa tidak mungkin menjadi mungkin. Yang awalnya merasa pesimis menjadi optimis untuk bisa bertemu kembali.
Harapan itu tidak lagi menjadi wacana dan isapan jempol belaka, karena pada sebuah kesempatan, "the secondary chance meet up" akhirnya tercapai pada 4 November 2014. Salah satu stasiun kereta api Jabodetabek menjadi saksi bisu dari perjumpaan tersebut.
Selama seperempat dasawarsa, pencarian itu akhirnya benar-benar bertemu pada titik klimaksnya. Rasa syukur yang membuncah, tidak dapat tergambarkan betapa beruntungnya masih bisa bertemu lagi.
Ada sesuatu yang belum terungkap secara tuntas, intuisi yang lebih banyak menjerit dibandingkan ucapan verbal. Penulis pahami bahwa pertemuan singkat ini belum mengarah pada tujuan yang jelas.
Bahkan, seperti masih ada dinding penghalang yang menghentikan langkah selanjutnya, membuatnya tetap berada dalam posisi stagnan.
Meskipun demikian, dari sisi penulis, saat ini sudah cukup bersyukur dan senang, karena perjumpaan ini seperti membuka sebuah jalan, dan tentunya ada hikmah yang terkandung di dalamnya.
Kali ini penulis akui, hati sedikit berhasil menyikut logika, walau harapan tampak berada di ujung tanduk. Semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk.
*****
(Foto: Benihmawar)
Comments
Post a Comment