Dunia khayalan boleh jadi dimiliki oleh setiap manusia. Katanya segala sesuatu keberhasilan itu berawal dari mimpi. Mimpi enggak melulu tentang bumbu tidur atau sesuatu yang membuat kita mengingat kalau tadi malam kita seperti mengalami kisah singkat tak nyata mengenai seseorang, keluarga, pekerjaan dan lain-lain.
Mimpi bisa muncul dari khayalan individu, yang selalu terngiang dalam pikiran, membayangkan, mencoba merasakan dan berharap mimpi itu menjadi kenyataan. Mimpi atau keinginan juga terkadang tampak terlalu muluk, mimpi yang berlebihan dan cenderung mustahil atau tidak akan kesampaian.
Tetapi manusia tampaknya tidak akan tidak untuk bermimpi. Ada mimpi yang besar, atau mimpi yang kecil. Kalau ada rumusnya, mimpi yang yakin akan dapat menjadi kenyataan ialah saat adanya Peluang + Kegigihan + Ketulusan dan izin Allah, maka mimpi itu bisa menjadi kenyataan. Emang rumusnya begitu ya? entahlah, namanya juga sedang mengarang, mimpi-mimpian.
Pernah mendambakan memiliki pekerjaan yang paling diimpikan? Menginginkan barang atau harta benda yang paling diidamkan? Atau ingin mendapatkan pasangan hidup yang benar-benar sempurna?
Mimpi yang positif itu seharusnya datang dari proses memahami bahwa hidup berputar, berjalan tidak stagnan dan berupaya untuk kebaikan masa depan. Misalnya mimpi yang positif, pengen punya rumah besar yang nyaman. Maka, sedari saat ini seseorang mulanya memahami bahwa kelak ia akan berkeluarga, tidak lagi akan tinggal dengan orangtua dan tinggal mandiri untuk kebaikan bersama di masa depan. Lalu, dimulailah usaha-usaha untuk mewujudkan mimpi tersebut.
Mimpi ingin menjadi wirausaha yang sukses, mimpi ingin punya pekerjaan dengan gaji besar atau menjadi bos besar. Mimpi yang positif itu barangkali lahir dari kondisi kekurangan saat ini, hingga bagaimana dengan segala upaya dan cara-cara yang arif, berusaha, berikhtiar dan berdoa, diharapkan dapat terwujud beberapa tahun ke depan, misalnya.
Mimpi ingin mendapatkan pasangan hidup yang sempurna tentu boleh saja. Bukankah tujuan pernikahan itu melahirkan keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah? Memang tidak ada manusia yang sempurna. Apa yang terlihat oleh mata, melihat kecantikannya atau kegantengannya bisa membuat rasa ketertarikan untuk memilikinya, bagusnya ya rasa ingin segera menikahinya, buat yang masih single.
Kesempurnaan itu manusia yang menentukan standarnya, walau tidak ada yang benar-benar sempurna 100 persen. Bila cantik fisiknya yang aduhai, boleh jadi akhlak atau agamanya yang kurang. Bila parasnya indah, belum tentu ia memiliki hati yang baik. Allah yang menutupi aib manusia itu, sehingga tersembunyilah 'cacat'nya. Ini berlaku bagi seluruh manusia, baik laki-laki atau perempuan, tidak ada yang sempurna.
Sebelum kita mematok mimpi atau harapan ingin begini dan begitu, ingin mendapatkan pekerjaan ini atau itu, atau mendambakan pasangan hidup begini atau begitu, kembali lagi bahwa kita yang perlu introspeksi, perlu meluruskan niat dan membangun kualitas diri.
Bila kualitas diri kita sudah dianggap baik, mudah-mudahan Allah mudahkan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan juga pasangan hidup yang baik. Pertanyaannya, kualitas diri itu diukur dari apa? ditanya definisi kualitas juga sedikit membingungkan. Tahu arti, tetapi sulit menguraikan.
Kualitas mungkin abstrak, sesuatu yang memiliki nilai mutu dan harapan ekspektasi dari seseorang kepada individu atau hal lain di luar dirinya. Diukurnya lewat apa kualitas diri seseorang? bisa melalui bagaimana cara berpikirnya, dewasa atau tidak, seperti apa sikapnya dalam menyelesaikan persoalan, bagaimana caranya berperilaku terhadap orangtua dan lain-lain.
Lalu, bila kualitas yang kita lihat pada lawan jenis misalnya, dia dianggap cantik oleh kita, dan memenuhi syarat-syarat untuk terbitnya klaim bahwa dia berkualitas dari sisi hati dan akhlaknya, seluruhnya, pantaskah kita tertarik dengannya?
Kebanyakan anak muda yang baik itu mungkin tidak berani mengungkapkan keinginannya, sebagian mungkin takut ditolak lamarannya, sebagian lainnya khawatir sudah diberi sinyal-sinyal penolakan dan sebagainya. Sehingga, apa yang terjadi? Perempuan itu akhirnya belum jua dilamar-lamar, atau malah dilamar oleh orang lain.
Kisah Abidin dan Mimpi
Seperti dalam film, tentu ada skenario. Skenario terbaik ialah yang sudah Allah ciptakan untuk hamba-Nya. Kita tidak bisa memaksakan jalannya skenario, bila memang hal itu sifatnya sudah tidak bisa diubah lagi dengan tindakan, maka pada posisi itu, manusia hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik yang akan menimpa dirinya.
Seperti tema di awal, yakni mimpi, penulis ingin menceritakan kisah mimpi yang barangkali bisa dialami oleh seseorang atau Anda barangkali.
Bila dunia ini seperti cerita dalam film atau dongeng, maka awal cerita mimpinya, penulis pilih dimulai dari belakang, dari yang indah. Seorang laki-laki single sebut saja Abidin, ia menginginkan memiliki istri yang cantik juga shalehah. Bahkan ia memiliki syarat, yakni bercita-cita memiliki istri yang menyenangkan dan menenangkan. Ya, dua poin utama itu saja.
Menyenangkan apabila dipandang ia mampu membahagiakan, dan menenangkan apabila ditinggal suami ia bisa menjaga kehormatan dirinya dan apabila kesusahan ia bersedia membantu dan mencegah ketakutan atau kegelisahan. Suatu ketika Abidin melihat perempuan yang begitu membuatnya tertarik.
Perempuan yang ia temukan dari sebuah kelompok yang baik, perkumpulan orang-orang shaleh/shalehah, mencerminkan siapa pula sesungguhnya Abidin, yang memilih perempuan yang baik akhlaknya itu. Mudah-mudahan sama-sama shaleh/shalehnya.
Lalu, laki-laki itu (Abidin) memiliki mimpi. Di bayangannya, tersimpan begitu besar khayalan bersama perempuan itu, indah memang. Pesan Abidin yang tak terucap, "Hey, aku laki-laki baik, bertanggungjawab yang ingin mencintaimu, menjagamu dan menyayangimu. Apapun akan ku lakukan, bekerja keras demi engkau dan anak-anak kelak. Sempatkanlah memperhatikan aku, kenali tanda-tanda ku," sebuah teriakan kalbu yang melepas kebungkaman jiwa, sebelum segalanya benar-benar terlambat.
Abidin ingin hidup bersama dengannya dalam ikatan pernikahan, memuliakannya. Mandiri dari orangtua, sama-sama memiliki pekerjaan yang menyokong ekonomi keluarga. Memiliki rumah sederhana namun penuh cinta, menentramkan, saling mendukung serta melengkapi satu sama lain dan menua bersamanya hingga menjadikannya bidadari surga kelak.
Mimpi tetaplah mimpi, bayangan hidup bersama itu hanya hidup di alam khayalan. Seperti skenario cerita dalam film, tidak mungkin ada cerita tiba-tiba sudah hidup bahagia. Bilamana alur mundurpun berarti diceritakan dari masa bahagia, hingga diperlihatkan cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan bahagia itu, tetapi kisah Abidin tidak ada alur mundur atau alur maju, ia malah langsung berkhayal sesuatu yang indah, itu saja.
Buzzz!! Hanya berupa khayalan seperti balon gambar mirip di komik atau kartun, membayangkan bahagia hidup bersamanya. Sungguh tidak ada pikiran kotor mengenai dirinya, hanya mendambakan hidup bahagia bersama dengannya, itu saja.
Zreett!! Saat diri tersadar, rupanya kenyataan lebih pahit daripada sayuran pare saat dikunyah dan menyentuh lidah bagian pangkal. Abidin tidak perlu menyalahkan diri mengapa tidak dari enam atau lima tahun lalu berkenalan dengannya, padahal sempat bertemu dahulu. Tidak perlu menyalahkan perempuan itu yang barangkali baru mulai menyambut 'kehadiran' Abidin walau hanya berkomunikasi melalui jejaring sosial berbasiskan teknologi internet bersama dengannya.
Abidin tidak perlu menyesal, karena skenario dirinya sedang berjalan, mengujinya, mendorongnya untuk bersabar dan tentu perempuan itu bukan satu-satunya. Ya, bila tidak ada aral melintang, perempuan yang diidamkannya dan mungkin akan menjadi standar dari ciri sosok perempuan idealnya itu akan berencana menikah dengan laki-laki pilihannya dalam waktu dekat ini.
Abidin tidak perlu menyesal seperti lagu Sheila on 7 berjudul "Yang Terlewatkan", karena setiap ada kesempatan, yang masih berselimutkan ketidakberanian, keminderan dan keraguan, maka yang terjadi ialah peluang yang begitu saja lewat atau sengaja dilewatkan.
Pesan yang sesungguhnya ingin disampaikan, "Hai para laki-laki, pilihlah perempuan yang benar-benar kau ingin hidup bersama dengannya. Bila dia cantik jelita, pilihlah secantik-cantiknya yang diiringi dengan keunggulan akhlaknya yang se-shalehah-shalehah-nya". Incar terus, jangan dilewatkan, tepiskan keraguan diri melalui pengungkapan sedetail-detailnya dan sejelas-jelasnya kepada dia.
Bila ditolak syukur, diterima ucapkan hamdalah. Yang pasti, jauhi syubhat (keraguan), ketidakjelasan, kegantungan dan kegamangan. Pastikan, pastikan, dan pastikan. Bila diberi potensi sinyal lampu hijau, sosor terus, tetapi bila sudah diberi lampu merah, hentikan saat itu juga. Ingat, tidak ada lampu kuning alias ragu-ragu atau kebimbangan.
Tidak perlu takut bersaing, karena sesuatu yang teramat berharga memang diincar banyak orang. Pastikan niat sudah lurus dan tulus. Do it!
Semoga petikan kisah Abidin dan mimpinya, berguna dan menginspirasi, mendorong serta memotivasi untuk pembaca. Salam mimpi.
*****
(Foto: Dok. Pribadi)
Mimpi bisa muncul dari khayalan individu, yang selalu terngiang dalam pikiran, membayangkan, mencoba merasakan dan berharap mimpi itu menjadi kenyataan. Mimpi atau keinginan juga terkadang tampak terlalu muluk, mimpi yang berlebihan dan cenderung mustahil atau tidak akan kesampaian.
Tetapi manusia tampaknya tidak akan tidak untuk bermimpi. Ada mimpi yang besar, atau mimpi yang kecil. Kalau ada rumusnya, mimpi yang yakin akan dapat menjadi kenyataan ialah saat adanya Peluang + Kegigihan + Ketulusan dan izin Allah, maka mimpi itu bisa menjadi kenyataan. Emang rumusnya begitu ya? entahlah, namanya juga sedang mengarang, mimpi-mimpian.
Pernah mendambakan memiliki pekerjaan yang paling diimpikan? Menginginkan barang atau harta benda yang paling diidamkan? Atau ingin mendapatkan pasangan hidup yang benar-benar sempurna?
Mimpi yang positif itu seharusnya datang dari proses memahami bahwa hidup berputar, berjalan tidak stagnan dan berupaya untuk kebaikan masa depan. Misalnya mimpi yang positif, pengen punya rumah besar yang nyaman. Maka, sedari saat ini seseorang mulanya memahami bahwa kelak ia akan berkeluarga, tidak lagi akan tinggal dengan orangtua dan tinggal mandiri untuk kebaikan bersama di masa depan. Lalu, dimulailah usaha-usaha untuk mewujudkan mimpi tersebut.
Mimpi ingin menjadi wirausaha yang sukses, mimpi ingin punya pekerjaan dengan gaji besar atau menjadi bos besar. Mimpi yang positif itu barangkali lahir dari kondisi kekurangan saat ini, hingga bagaimana dengan segala upaya dan cara-cara yang arif, berusaha, berikhtiar dan berdoa, diharapkan dapat terwujud beberapa tahun ke depan, misalnya.
Mimpi ingin mendapatkan pasangan hidup yang sempurna tentu boleh saja. Bukankah tujuan pernikahan itu melahirkan keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah? Memang tidak ada manusia yang sempurna. Apa yang terlihat oleh mata, melihat kecantikannya atau kegantengannya bisa membuat rasa ketertarikan untuk memilikinya, bagusnya ya rasa ingin segera menikahinya, buat yang masih single.
Kesempurnaan itu manusia yang menentukan standarnya, walau tidak ada yang benar-benar sempurna 100 persen. Bila cantik fisiknya yang aduhai, boleh jadi akhlak atau agamanya yang kurang. Bila parasnya indah, belum tentu ia memiliki hati yang baik. Allah yang menutupi aib manusia itu, sehingga tersembunyilah 'cacat'nya. Ini berlaku bagi seluruh manusia, baik laki-laki atau perempuan, tidak ada yang sempurna.
Sebelum kita mematok mimpi atau harapan ingin begini dan begitu, ingin mendapatkan pekerjaan ini atau itu, atau mendambakan pasangan hidup begini atau begitu, kembali lagi bahwa kita yang perlu introspeksi, perlu meluruskan niat dan membangun kualitas diri.
Bila kualitas diri kita sudah dianggap baik, mudah-mudahan Allah mudahkan untuk mendapatkan pekerjaan yang baik dan juga pasangan hidup yang baik. Pertanyaannya, kualitas diri itu diukur dari apa? ditanya definisi kualitas juga sedikit membingungkan. Tahu arti, tetapi sulit menguraikan.
Kualitas mungkin abstrak, sesuatu yang memiliki nilai mutu dan harapan ekspektasi dari seseorang kepada individu atau hal lain di luar dirinya. Diukurnya lewat apa kualitas diri seseorang? bisa melalui bagaimana cara berpikirnya, dewasa atau tidak, seperti apa sikapnya dalam menyelesaikan persoalan, bagaimana caranya berperilaku terhadap orangtua dan lain-lain.
Lalu, bila kualitas yang kita lihat pada lawan jenis misalnya, dia dianggap cantik oleh kita, dan memenuhi syarat-syarat untuk terbitnya klaim bahwa dia berkualitas dari sisi hati dan akhlaknya, seluruhnya, pantaskah kita tertarik dengannya?
Kebanyakan anak muda yang baik itu mungkin tidak berani mengungkapkan keinginannya, sebagian mungkin takut ditolak lamarannya, sebagian lainnya khawatir sudah diberi sinyal-sinyal penolakan dan sebagainya. Sehingga, apa yang terjadi? Perempuan itu akhirnya belum jua dilamar-lamar, atau malah dilamar oleh orang lain.
Kisah Abidin dan Mimpi
Seperti dalam film, tentu ada skenario. Skenario terbaik ialah yang sudah Allah ciptakan untuk hamba-Nya. Kita tidak bisa memaksakan jalannya skenario, bila memang hal itu sifatnya sudah tidak bisa diubah lagi dengan tindakan, maka pada posisi itu, manusia hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik yang akan menimpa dirinya.
Seperti tema di awal, yakni mimpi, penulis ingin menceritakan kisah mimpi yang barangkali bisa dialami oleh seseorang atau Anda barangkali.
Bila dunia ini seperti cerita dalam film atau dongeng, maka awal cerita mimpinya, penulis pilih dimulai dari belakang, dari yang indah. Seorang laki-laki single sebut saja Abidin, ia menginginkan memiliki istri yang cantik juga shalehah. Bahkan ia memiliki syarat, yakni bercita-cita memiliki istri yang menyenangkan dan menenangkan. Ya, dua poin utama itu saja.
Menyenangkan apabila dipandang ia mampu membahagiakan, dan menenangkan apabila ditinggal suami ia bisa menjaga kehormatan dirinya dan apabila kesusahan ia bersedia membantu dan mencegah ketakutan atau kegelisahan. Suatu ketika Abidin melihat perempuan yang begitu membuatnya tertarik.
Perempuan yang ia temukan dari sebuah kelompok yang baik, perkumpulan orang-orang shaleh/shalehah, mencerminkan siapa pula sesungguhnya Abidin, yang memilih perempuan yang baik akhlaknya itu. Mudah-mudahan sama-sama shaleh/shalehnya.
Lalu, laki-laki itu (Abidin) memiliki mimpi. Di bayangannya, tersimpan begitu besar khayalan bersama perempuan itu, indah memang. Pesan Abidin yang tak terucap, "Hey, aku laki-laki baik, bertanggungjawab yang ingin mencintaimu, menjagamu dan menyayangimu. Apapun akan ku lakukan, bekerja keras demi engkau dan anak-anak kelak. Sempatkanlah memperhatikan aku, kenali tanda-tanda ku," sebuah teriakan kalbu yang melepas kebungkaman jiwa, sebelum segalanya benar-benar terlambat.
Abidin ingin hidup bersama dengannya dalam ikatan pernikahan, memuliakannya. Mandiri dari orangtua, sama-sama memiliki pekerjaan yang menyokong ekonomi keluarga. Memiliki rumah sederhana namun penuh cinta, menentramkan, saling mendukung serta melengkapi satu sama lain dan menua bersamanya hingga menjadikannya bidadari surga kelak.
Mimpi tetaplah mimpi, bayangan hidup bersama itu hanya hidup di alam khayalan. Seperti skenario cerita dalam film, tidak mungkin ada cerita tiba-tiba sudah hidup bahagia. Bilamana alur mundurpun berarti diceritakan dari masa bahagia, hingga diperlihatkan cara-cara yang ditempuh untuk mendapatkan bahagia itu, tetapi kisah Abidin tidak ada alur mundur atau alur maju, ia malah langsung berkhayal sesuatu yang indah, itu saja.
Buzzz!! Hanya berupa khayalan seperti balon gambar mirip di komik atau kartun, membayangkan bahagia hidup bersamanya. Sungguh tidak ada pikiran kotor mengenai dirinya, hanya mendambakan hidup bahagia bersama dengannya, itu saja.
Zreett!! Saat diri tersadar, rupanya kenyataan lebih pahit daripada sayuran pare saat dikunyah dan menyentuh lidah bagian pangkal. Abidin tidak perlu menyalahkan diri mengapa tidak dari enam atau lima tahun lalu berkenalan dengannya, padahal sempat bertemu dahulu. Tidak perlu menyalahkan perempuan itu yang barangkali baru mulai menyambut 'kehadiran' Abidin walau hanya berkomunikasi melalui jejaring sosial berbasiskan teknologi internet bersama dengannya.
Abidin tidak perlu menyesal, karena skenario dirinya sedang berjalan, mengujinya, mendorongnya untuk bersabar dan tentu perempuan itu bukan satu-satunya. Ya, bila tidak ada aral melintang, perempuan yang diidamkannya dan mungkin akan menjadi standar dari ciri sosok perempuan idealnya itu akan berencana menikah dengan laki-laki pilihannya dalam waktu dekat ini.
Abidin tidak perlu menyesal seperti lagu Sheila on 7 berjudul "Yang Terlewatkan", karena setiap ada kesempatan, yang masih berselimutkan ketidakberanian, keminderan dan keraguan, maka yang terjadi ialah peluang yang begitu saja lewat atau sengaja dilewatkan.
Pesan yang sesungguhnya ingin disampaikan, "Hai para laki-laki, pilihlah perempuan yang benar-benar kau ingin hidup bersama dengannya. Bila dia cantik jelita, pilihlah secantik-cantiknya yang diiringi dengan keunggulan akhlaknya yang se-shalehah-shalehah-nya". Incar terus, jangan dilewatkan, tepiskan keraguan diri melalui pengungkapan sedetail-detailnya dan sejelas-jelasnya kepada dia.
Bila ditolak syukur, diterima ucapkan hamdalah. Yang pasti, jauhi syubhat (keraguan), ketidakjelasan, kegantungan dan kegamangan. Pastikan, pastikan, dan pastikan. Bila diberi potensi sinyal lampu hijau, sosor terus, tetapi bila sudah diberi lampu merah, hentikan saat itu juga. Ingat, tidak ada lampu kuning alias ragu-ragu atau kebimbangan.
Tidak perlu takut bersaing, karena sesuatu yang teramat berharga memang diincar banyak orang. Pastikan niat sudah lurus dan tulus. Do it!
Semoga petikan kisah Abidin dan mimpinya, berguna dan menginspirasi, mendorong serta memotivasi untuk pembaca. Salam mimpi.
*****
(Foto: Dok. Pribadi)
Comments
Post a Comment