Akhirnya tiba di mana penulis harus menulis lagi. Dengan irama petikan tuts keyboard tanpa nada, tanpa perlu air mata, tanpa harus menoleh lagi ke belakang.
Sepertinya, ada hati yang sempat merasa tersayat luka. Terpana, karena kemarin terasa mengalirkan sebuah rasa, atau hanya perasaan penulis sepihak saja.
Sayang, apakah rasa ini harus segera dipupuskan? Saat move on berharga sangat mahal, maka satu-satunya cara terbaik ialah berusaha tetap sabar, membuat move one itu hadir menghampirinya.
Akan lain urusannya bila pertemanan hanya sebatas pertemanan tanpa bumbu rasa. Hanya saja, dua tahun sejak perjumpaan perdana tak terencana, sudah cukup mampu mengukir potongan asa demi asa.
Hingga Allah pertemukan. Ya, do'a itu terkabul dan kita dipertemukan. Mencoba mencari-cari jawaban mengapa kita benar-benar dipertemukan lagi? Apakah berawal dari peristiwa tanda tangan sebagai awal sebuah permulaan untuk nanti 'tanda tangan' bersama di masa berikutnya? Atau, sengaja dipertemukan untuk kemudian berpikir, apa maksud di balik pertemuan itu? Mungkinkah kebaikan atau kebalikannya?
Tanpa perlu pusing memikirkan makna di balik pertemuan, hati yang dinamis memangkas pikiran rumit dan mengambil kesimpulan bahwa ini mungkin hal yang didambakan. Indah memercikan getaran, memori yang sulit terlupa, membentuk harapan demi harapan.
Mungkin itu cinta, walau penulis tidak berani mengklaim bahwa ketertarikan itu sebenarnya nyata. Ada impian yang terkubur, ungkapan terpendam, detik yang merakit bahagia walau tanpa kata.
Sesungguhnya tidak bisa dipaksakan. Penulis paham, bukan siapa-siapa. Hanya seorang laki-laki asing, berpenampilan alakadarnya, bahkan kerap berperilaku tak menjaga citra dihadapannya. Penulis hanya ingin tampil apa adanya, agar tidak ada seperti yang ditutupi dan santai begitu saja.
Bukan waktu yang sebentar, menanti dan mencari melalui dunia maya selama hampir 1/4 dasawarsa. Tidak membutuhkan interval waktu yang lama, gejolak rasa itu kadang meninggi, kadang merendah.
Dari situ penulis mengerti, seolah ada bisikan: "There's something wrong in this kind of relationship. Why you still keep in touch with him and be complicated. Is she good for me?".
Walau sekuat tenaga ditahan tanpa harus berujar cinta, mengelabuinya dengan berkedok pengungkapan kita teman saja, akhirnya roboh juga. Dan, pengungkapan itu hanya menjadi tanduk yang menghantam jiwa, saat disadari bahwa sepertinya masih ada hati yang lain bersamanya.
Mungkin nasi telah menjadi bubur, pengungkapan telah dilaksana dan tidak tahu sampai kapan mampu bertahan lama. Bila rasa itu muncul sebelum menikah, sebenarnya hanya menjadi malapetaka dan musibah.
Sebaiknya kita jangan pernah bermain-main dengan perasaan fitrah manusia tersebut, karena sekalinya ia atau kita tercebur, semakin dalam semakin larut dan semakin butuh waktu untuk mengobatinya apabila gagal dalam membina hubungan. Bila tujuannya untuk menikah, pasti ada cara yang lebih arif, tak membutuhkan lika-liku dan berlama-lama dalam ketidakpastian.
Nasehat yang bisa ditelaah, tempatkanlah perasaan ketertarikan itu di otak, dicerna sebagai logika untuk melihat mana yang baik dan buruk, bukan mendominasi melalui hati yang mudah rapuh dan tenggelam dalam kenangan.
Ada rasa iba kala mengamatinya, bukan dalam arti sempit. Akan tetapi perasaan sejati yang mendorong untuk berbuat mulia kepadanya, menghormatinya, menghargainya, memperhatikannya agar tidak terjerumus dalam hampa dan kekosongan.
Rasa yang entah datang darimana, layaknya 'pahlawan kesiangan' datang menghampirinya dengan membawa sebongkah cita-cita. Bila menikah adalah tujuan, penghapusan kegamangan dari ketidakpastian, seharusnya ia datang tanpa cela & keraguan.
Bila nawaitu sudah meleset, maka tentu akan ada gesekan yang terjadi. Penulis lupa, penulis khilaf, segala sesuatunya Allah sudah mengatur, Allah yang mengetahui hal-hal baik & buruk bagi hamba-Nya, Allah yang Maha membolak-balikkan hati hamba-Nya, Allah yang sudah menurunkan perasaan cinta, Allah juga yang sekehendak-Nya mampu mencabut perasaan fitrah manusia terhadap lawan jenis itu.
Ini seperti ujian keimanan. Barangsiapa yang mendapat petunjuk dan pertolongan dari Allah, semoga ia selalu bersyukur. Ada hikmah di balik setiap peristiwa, petik pelajarannya dan jangan putuskan tali silaturahmi.
Bila seseorang menggantungkan harapan pada manusia dan meletakannya di hati, maka ia bisa saja terombang-ambing tanpa petunjuk serta kemungkinan terluka selalu ada. Namun, bila ia mencinta dalam ikatan suci, niscaya tidak hanya berkah dan karunia, akan ditemukan ketentraman & kedamaian sejati dalam hidup.
Tentunya, jodoh sudah Allah tentukan. Tidak mungkin tertukar, tidak mungkin terpisah. Pasti akan bersatu, menikah dalam naungan cinta-Nya bagi hamba yang saling mencinta, mencari ridha & ibadah karena-Nya.
Hidup hanya sementara, terlalu singkat bila diisi dengan kesedihan bukan? Tujuan utama seorang hamba ialah mencari ridha Allah, ibadah, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, itulah kenikmatan terbesar, bisa mencicipi indahnya iman & berharap mati dalam keadaan khusnul khotimah.
Ada misi besar dalam rumah tangga, menciptakan generasi yang shaleh & shalehah, membangun keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah serta menuntun pasangan hidup kita tidak hanya bahagia di dunia, tetapi juga di akherat.
Maafkan kekhilafan dan kesalahan penulis. Penulis ikhlas dari apa yang terjadi saat ini, dari apa yang sudah dilewati bersama dan masa yang akan datang. Ada skenario-Nya yang manusia mungkin tidak mengetahui, berharap yang terbaik apapun yang akan terjadi pada jalan hidup kita masing-masing.
Semoga Allah meridhai perjumpaan singkat kita untuk mengambil hikmah dan pelajaran. Masih ada masa depan yang jauh lebih utama untuk dipersiapkan.
*****
(Foto: Iceland24blog)
Sepertinya, ada hati yang sempat merasa tersayat luka. Terpana, karena kemarin terasa mengalirkan sebuah rasa, atau hanya perasaan penulis sepihak saja.
Sayang, apakah rasa ini harus segera dipupuskan? Saat move on berharga sangat mahal, maka satu-satunya cara terbaik ialah berusaha tetap sabar, membuat move one itu hadir menghampirinya.
Akan lain urusannya bila pertemanan hanya sebatas pertemanan tanpa bumbu rasa. Hanya saja, dua tahun sejak perjumpaan perdana tak terencana, sudah cukup mampu mengukir potongan asa demi asa.
Hingga Allah pertemukan. Ya, do'a itu terkabul dan kita dipertemukan. Mencoba mencari-cari jawaban mengapa kita benar-benar dipertemukan lagi? Apakah berawal dari peristiwa tanda tangan sebagai awal sebuah permulaan untuk nanti 'tanda tangan' bersama di masa berikutnya? Atau, sengaja dipertemukan untuk kemudian berpikir, apa maksud di balik pertemuan itu? Mungkinkah kebaikan atau kebalikannya?
Tanpa perlu pusing memikirkan makna di balik pertemuan, hati yang dinamis memangkas pikiran rumit dan mengambil kesimpulan bahwa ini mungkin hal yang didambakan. Indah memercikan getaran, memori yang sulit terlupa, membentuk harapan demi harapan.
Mungkin itu cinta, walau penulis tidak berani mengklaim bahwa ketertarikan itu sebenarnya nyata. Ada impian yang terkubur, ungkapan terpendam, detik yang merakit bahagia walau tanpa kata.
Sesungguhnya tidak bisa dipaksakan. Penulis paham, bukan siapa-siapa. Hanya seorang laki-laki asing, berpenampilan alakadarnya, bahkan kerap berperilaku tak menjaga citra dihadapannya. Penulis hanya ingin tampil apa adanya, agar tidak ada seperti yang ditutupi dan santai begitu saja.
Bukan waktu yang sebentar, menanti dan mencari melalui dunia maya selama hampir 1/4 dasawarsa. Tidak membutuhkan interval waktu yang lama, gejolak rasa itu kadang meninggi, kadang merendah.
Dari situ penulis mengerti, seolah ada bisikan: "There's something wrong in this kind of relationship. Why you still keep in touch with him and be complicated. Is she good for me?".
Walau sekuat tenaga ditahan tanpa harus berujar cinta, mengelabuinya dengan berkedok pengungkapan kita teman saja, akhirnya roboh juga. Dan, pengungkapan itu hanya menjadi tanduk yang menghantam jiwa, saat disadari bahwa sepertinya masih ada hati yang lain bersamanya.
Mungkin nasi telah menjadi bubur, pengungkapan telah dilaksana dan tidak tahu sampai kapan mampu bertahan lama. Bila rasa itu muncul sebelum menikah, sebenarnya hanya menjadi malapetaka dan musibah.
Sebaiknya kita jangan pernah bermain-main dengan perasaan fitrah manusia tersebut, karena sekalinya ia atau kita tercebur, semakin dalam semakin larut dan semakin butuh waktu untuk mengobatinya apabila gagal dalam membina hubungan. Bila tujuannya untuk menikah, pasti ada cara yang lebih arif, tak membutuhkan lika-liku dan berlama-lama dalam ketidakpastian.
Nasehat yang bisa ditelaah, tempatkanlah perasaan ketertarikan itu di otak, dicerna sebagai logika untuk melihat mana yang baik dan buruk, bukan mendominasi melalui hati yang mudah rapuh dan tenggelam dalam kenangan.
Ada rasa iba kala mengamatinya, bukan dalam arti sempit. Akan tetapi perasaan sejati yang mendorong untuk berbuat mulia kepadanya, menghormatinya, menghargainya, memperhatikannya agar tidak terjerumus dalam hampa dan kekosongan.
Rasa yang entah datang darimana, layaknya 'pahlawan kesiangan' datang menghampirinya dengan membawa sebongkah cita-cita. Bila menikah adalah tujuan, penghapusan kegamangan dari ketidakpastian, seharusnya ia datang tanpa cela & keraguan.
Bila nawaitu sudah meleset, maka tentu akan ada gesekan yang terjadi. Penulis lupa, penulis khilaf, segala sesuatunya Allah sudah mengatur, Allah yang mengetahui hal-hal baik & buruk bagi hamba-Nya, Allah yang Maha membolak-balikkan hati hamba-Nya, Allah yang sudah menurunkan perasaan cinta, Allah juga yang sekehendak-Nya mampu mencabut perasaan fitrah manusia terhadap lawan jenis itu.
Ini seperti ujian keimanan. Barangsiapa yang mendapat petunjuk dan pertolongan dari Allah, semoga ia selalu bersyukur. Ada hikmah di balik setiap peristiwa, petik pelajarannya dan jangan putuskan tali silaturahmi.
Bila seseorang menggantungkan harapan pada manusia dan meletakannya di hati, maka ia bisa saja terombang-ambing tanpa petunjuk serta kemungkinan terluka selalu ada. Namun, bila ia mencinta dalam ikatan suci, niscaya tidak hanya berkah dan karunia, akan ditemukan ketentraman & kedamaian sejati dalam hidup.
Tentunya, jodoh sudah Allah tentukan. Tidak mungkin tertukar, tidak mungkin terpisah. Pasti akan bersatu, menikah dalam naungan cinta-Nya bagi hamba yang saling mencinta, mencari ridha & ibadah karena-Nya.
Hidup hanya sementara, terlalu singkat bila diisi dengan kesedihan bukan? Tujuan utama seorang hamba ialah mencari ridha Allah, ibadah, menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, itulah kenikmatan terbesar, bisa mencicipi indahnya iman & berharap mati dalam keadaan khusnul khotimah.
Ada misi besar dalam rumah tangga, menciptakan generasi yang shaleh & shalehah, membangun keluarga yang sakinah, mawadah dan warahmah serta menuntun pasangan hidup kita tidak hanya bahagia di dunia, tetapi juga di akherat.
Maafkan kekhilafan dan kesalahan penulis. Penulis ikhlas dari apa yang terjadi saat ini, dari apa yang sudah dilewati bersama dan masa yang akan datang. Ada skenario-Nya yang manusia mungkin tidak mengetahui, berharap yang terbaik apapun yang akan terjadi pada jalan hidup kita masing-masing.
Semoga Allah meridhai perjumpaan singkat kita untuk mengambil hikmah dan pelajaran. Masih ada masa depan yang jauh lebih utama untuk dipersiapkan.
*****
(Foto: Iceland24blog)
Comments
Post a Comment