Mungkin ini hanya perasaan penulis saja, yang merasa bahwa sulit sekali rasanya merasakan apa itu indahnya virus merah jambu. Bila dahulu, zaman SMP atau SMA, perasaan itu bisa timbul tanpa perlu diperintah. Pasti ada saja periode di mana perasaan itu masih mampu bermekaran, hingga kemudian lenyap ditelan waktu dan akan tumbuh lagi secara alamiah.
Masa remaja yang penuh warna dan tanda tanya memang begitu berbeda dengan kondisi yang sudah dianggap dewasa. Masa remaja ialah saat di mana PR dan tugas dari institusi pendidikan formal menjadi sebuah tanggungjawab. Sementara saat dewasa, lulus dan bekerja, bukan lagi tanggungjawab tentang mendapatkan nilai mata pelajaran atau mata kuliah yang tinggi, tetapi bagaimana mengamalkan ilmu serta mencari uang dengan cara yang halal.
Ada transisi fase remaja menuju dewasa yang bila disibukan dengan segala urusan primer (kuliah/sekolah), maka untuk urusan percintaan terhadap lawan jenis kadang mau tidak mau terabaikan atau barangkali terjadi penundaan. Sekalinya merasakan, paling banter jago memendam perasaan atau bocor informasi, sehingga sampai di telinga dia bahwa kita menyukai.
Apabila sudah sampai kabar itu di telinga dia dari mulut orang lain, apa hendak dilakukan selanjutnya? Rasa malu bercampur senang mungkin bisa hinggap, tetapi salah tingkah dan pikiran tak menentu menjadi 'hantu' yang mengganggu aktivitas keseharian.
Setiap periode tertentu pasti ada satu yang disukai hingga perasaan itu padam dengan sendirinya. Daripada pusing mikirin sebuah afeksi yang menggerogoti, lebih baik belajar, bermain game dan menyibukkan diri dengan kegiatan lain.
Zaman dulu dengan zaman saat ini berbeda. Kala itu aktivitas dunia nyata lebih jelas dan media sosial belum begitu populer seperti sekarang. Interaksi dan pertemuan disengaja atau tidak disengaja di lingkungan kampus atau kantin atau stasiun kereta api, bisa memunculkan getar-getar misteri.
Adanya media sosial atau internet bisa dimanfaatkan untuk memperluas pergaulan. Media sosial juga menyambung kembali silaturahim yang sempat terlupakan kepada teman lama atau saudara nun jauh di sana. Ada kalanya perasaan itu benar-benar mengganggu, walau terasa nikmat dan seolah membuat 'mabuk', yang membuat kita rela berkorban harta dan waktu untuk paling tidak, sekecil-kecilnya hasil jerih payah ialah mendapatkan perhatiannya. Sekalipun disadari kemudian bahwa dia bukanlah sosok 'pelabuhan terakhir' dalam hidup kita.
Sebagian besar kandas di tengah jalan, sebagian lainnya tidak jelas akibat sinyal-sinyal pengabaian, sebagian lainnya pupus ditelan ketidakpastian. Begitu melelahkan.
Daripada pusing mikirin sebuah afeksi yang tiada kunjung berhenti dalam perputarannya, saat itu lebih baik memikirkan bagaimana bisa sukses di masa depan. Waktu terus berputar dan berjalan, ada "iklan" yang singgah, ada "iklan" yang datang sambil lalu, ada "iklan" yang bersliweran, tetapi belum satupun yang bisa benar-benar meyakinkan.
Nasehat orangtua bisa menjadi acuan dan do'a tiada terputus bisa menjadi senjata bagi orang-orang beriman. Semoga masih ada harapan. ^_^
*****
Masa remaja yang penuh warna dan tanda tanya memang begitu berbeda dengan kondisi yang sudah dianggap dewasa. Masa remaja ialah saat di mana PR dan tugas dari institusi pendidikan formal menjadi sebuah tanggungjawab. Sementara saat dewasa, lulus dan bekerja, bukan lagi tanggungjawab tentang mendapatkan nilai mata pelajaran atau mata kuliah yang tinggi, tetapi bagaimana mengamalkan ilmu serta mencari uang dengan cara yang halal.
Ada transisi fase remaja menuju dewasa yang bila disibukan dengan segala urusan primer (kuliah/sekolah), maka untuk urusan percintaan terhadap lawan jenis kadang mau tidak mau terabaikan atau barangkali terjadi penundaan. Sekalinya merasakan, paling banter jago memendam perasaan atau bocor informasi, sehingga sampai di telinga dia bahwa kita menyukai.
Apabila sudah sampai kabar itu di telinga dia dari mulut orang lain, apa hendak dilakukan selanjutnya? Rasa malu bercampur senang mungkin bisa hinggap, tetapi salah tingkah dan pikiran tak menentu menjadi 'hantu' yang mengganggu aktivitas keseharian.
Setiap periode tertentu pasti ada satu yang disukai hingga perasaan itu padam dengan sendirinya. Daripada pusing mikirin sebuah afeksi yang menggerogoti, lebih baik belajar, bermain game dan menyibukkan diri dengan kegiatan lain.
Zaman dulu dengan zaman saat ini berbeda. Kala itu aktivitas dunia nyata lebih jelas dan media sosial belum begitu populer seperti sekarang. Interaksi dan pertemuan disengaja atau tidak disengaja di lingkungan kampus atau kantin atau stasiun kereta api, bisa memunculkan getar-getar misteri.
Adanya media sosial atau internet bisa dimanfaatkan untuk memperluas pergaulan. Media sosial juga menyambung kembali silaturahim yang sempat terlupakan kepada teman lama atau saudara nun jauh di sana. Ada kalanya perasaan itu benar-benar mengganggu, walau terasa nikmat dan seolah membuat 'mabuk', yang membuat kita rela berkorban harta dan waktu untuk paling tidak, sekecil-kecilnya hasil jerih payah ialah mendapatkan perhatiannya. Sekalipun disadari kemudian bahwa dia bukanlah sosok 'pelabuhan terakhir' dalam hidup kita.
Sebagian besar kandas di tengah jalan, sebagian lainnya tidak jelas akibat sinyal-sinyal pengabaian, sebagian lainnya pupus ditelan ketidakpastian. Begitu melelahkan.
Daripada pusing mikirin sebuah afeksi yang tiada kunjung berhenti dalam perputarannya, saat itu lebih baik memikirkan bagaimana bisa sukses di masa depan. Waktu terus berputar dan berjalan, ada "iklan" yang singgah, ada "iklan" yang datang sambil lalu, ada "iklan" yang bersliweran, tetapi belum satupun yang bisa benar-benar meyakinkan.
Nasehat orangtua bisa menjadi acuan dan do'a tiada terputus bisa menjadi senjata bagi orang-orang beriman. Semoga masih ada harapan. ^_^
*****
Comments
Post a Comment