Malam minggu ini memaksa penulis untuk menulis. Entah menulis apa, yang pasti menulis itu ibarat 'air di teko' dalam wadah 'pikiran' yang sudah penuh dan perlu dituangkan air tersebut biar lega. Bila tidak dituangkan, gagasan itu bisa saja lenyap dan terlupakan.
Mungkin tidak ada topik lain yang lebih menarik dibandingkan soal cinta dan pernikahan. Keduanya menghasilkan sinergi, perwujudan dari fitrah manusia sebagai hamba-Nya.
Mungkin cuma ada dua status manusia di muka bumi ini, yang dapat dilihat di KTP (Menikah atau Belum Menikah). Buat mereka yang masih ta'aruf atau barangkali pacaran, di KTP tidak akan ada tulisan 'Akan segera Menikah atau Sudah Tidak Jomblo'.
Yang masih belum menikah, biasanya menjadi bahan celotehan saat menghadiri pesta pernikahan teman atau walimahan. Padahal, tidak jarang celotehan itu tiada memberi solusi, hanya menghasilkan 'sunggingan senyum' menghormati lawan bicaranya yang berbicara kalimat candaan tanpa memberi jalan keluar.
Menikah juga tidak melulu karena lamanya hubungan spesial atau pacaran. Kemantapan menikah itu dibangun pada saat sebelum dipertemukan, maka setelah bertemu, apalagi yang harus dinantikan? Kesaksian seorang teman yang menikah, tidak perlu menunggu lamanya perkenalan selama satu tahun atau lebih, kurang dari satu semester akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Cinta itu memiliki definisi yang berbeda-beda bagi seseorang. Perbedaan definisi itu bisa dipengaruhi faktor umur, latar belakang dan pola pikir pribadi.
Cinta bisa tumbuh sebelum pernikahan itu terjadi, dan akan semakin berkembang pasca pernikahan. Walaupun ada dinamika yang terjadi, kesamaan visi dan misi dalam berumah tangga akan menjadi penguat satu sama lain.
Bila seseorang jatuh cinta, tidak melulu atau belum tentu ia akan berhasil menjadikan dia yang dicintai itu menjadi kekasih atau pasangan hidup. Cinta memang butuh pengorbanan. tetapi dengan berkorban berlebihan dan menerima atau merasakan bentuk-bentuk pengabaian adalah tikaman terdahsyat untuk mematikan cinta itu sendiri.
Di samping urusan cinta, sebelum memutuskan menikah, juga perlu melibatkan logika. Logika memberi tahu mana yang baik dan mana yang buruk dan mana yang boleh dilakukan atau yang tidak boleh dilanjutkan, sedangkan hati adalah kecenderungan yang sifatnya mungkin saja bisa membutakan.
Setiap individu punya keunikan. Ada yang prosentasenya lebih tinggi pada logikanya dibanding hatinya atau justru sebaliknya, hatinya lebih dikedepankan (menuruti kata hati) dan mengabaikan logikanya.
Perlu diketahui, laki-laki sangat mungkin jatuh cinta melalui pandangan matanya kepada lawan jenis. Saat matanya melihat keindahan paras atau elok rupa, saat itu juga ia bisa merasa tertarik atau suka.
Belum tentu dari kesukaan fisik tersebut, melahirkan dorongan untuk menikahinya. Sebab, ada beberapa faktor kriteria yang perlu diperhatikan. Tentu siapapun tidak ingin mengalami kegagalan dalam menjalani kehidupan usai pernikahan. Pernikahan bilamana memunginkan, diharapkan satu kali untuk selamanya.
Seorang teman, yang masih penganten baru mengatakan, "Bakalan 'kaget' nanti kalau udah nikah. Pas kita bangun tidur pagi, udah ada perempuan di samping kita". Ya, pasangan hidup adalah orang pertama yang akan kita lihat setiap hari, setiap bangun tidur hingga menjelang tidur lagi.
Tidak ada yang menuntut perempuan harus cantik dengan bermacam perhiasan, make-up dan pakaian serba mahal. Karena, pada hakekatnya perempuan sudah indah mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki di mata laki-laki. Ingat, semua bagian tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan.
Ada poin-poin yang seyogianya perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk menikah. Bila menganggap pernikahan itu adalah satu kali seumur hidup dan hanya maut yang mampu memisahkan keduanya, maka poin ini jangan sampai terlewatkan, yakni agama.
Rasulullah SAW mengatakan, perempuan dinikahi karena empat hal, kecantikan, kekayaan, keturunan, dan agama. Pilihan karena agama menjadi penting, yang bisa membuat rumah tangga bahagia karena istri/suami yang shaleh/shalehah akan menuntun pada kebaikan-kebaikan dunia dan akherat.
*****
Mungkin tidak ada topik lain yang lebih menarik dibandingkan soal cinta dan pernikahan. Keduanya menghasilkan sinergi, perwujudan dari fitrah manusia sebagai hamba-Nya.
Mungkin cuma ada dua status manusia di muka bumi ini, yang dapat dilihat di KTP (Menikah atau Belum Menikah). Buat mereka yang masih ta'aruf atau barangkali pacaran, di KTP tidak akan ada tulisan 'Akan segera Menikah atau Sudah Tidak Jomblo'.
Yang masih belum menikah, biasanya menjadi bahan celotehan saat menghadiri pesta pernikahan teman atau walimahan. Padahal, tidak jarang celotehan itu tiada memberi solusi, hanya menghasilkan 'sunggingan senyum' menghormati lawan bicaranya yang berbicara kalimat candaan tanpa memberi jalan keluar.
Menikah juga tidak melulu karena lamanya hubungan spesial atau pacaran. Kemantapan menikah itu dibangun pada saat sebelum dipertemukan, maka setelah bertemu, apalagi yang harus dinantikan? Kesaksian seorang teman yang menikah, tidak perlu menunggu lamanya perkenalan selama satu tahun atau lebih, kurang dari satu semester akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.
Cinta itu memiliki definisi yang berbeda-beda bagi seseorang. Perbedaan definisi itu bisa dipengaruhi faktor umur, latar belakang dan pola pikir pribadi.
Cinta bisa tumbuh sebelum pernikahan itu terjadi, dan akan semakin berkembang pasca pernikahan. Walaupun ada dinamika yang terjadi, kesamaan visi dan misi dalam berumah tangga akan menjadi penguat satu sama lain.
Bila seseorang jatuh cinta, tidak melulu atau belum tentu ia akan berhasil menjadikan dia yang dicintai itu menjadi kekasih atau pasangan hidup. Cinta memang butuh pengorbanan. tetapi dengan berkorban berlebihan dan menerima atau merasakan bentuk-bentuk pengabaian adalah tikaman terdahsyat untuk mematikan cinta itu sendiri.
Di samping urusan cinta, sebelum memutuskan menikah, juga perlu melibatkan logika. Logika memberi tahu mana yang baik dan mana yang buruk dan mana yang boleh dilakukan atau yang tidak boleh dilanjutkan, sedangkan hati adalah kecenderungan yang sifatnya mungkin saja bisa membutakan.
Setiap individu punya keunikan. Ada yang prosentasenya lebih tinggi pada logikanya dibanding hatinya atau justru sebaliknya, hatinya lebih dikedepankan (menuruti kata hati) dan mengabaikan logikanya.
Perlu diketahui, laki-laki sangat mungkin jatuh cinta melalui pandangan matanya kepada lawan jenis. Saat matanya melihat keindahan paras atau elok rupa, saat itu juga ia bisa merasa tertarik atau suka.
Belum tentu dari kesukaan fisik tersebut, melahirkan dorongan untuk menikahinya. Sebab, ada beberapa faktor kriteria yang perlu diperhatikan. Tentu siapapun tidak ingin mengalami kegagalan dalam menjalani kehidupan usai pernikahan. Pernikahan bilamana memunginkan, diharapkan satu kali untuk selamanya.
Seorang teman, yang masih penganten baru mengatakan, "Bakalan 'kaget' nanti kalau udah nikah. Pas kita bangun tidur pagi, udah ada perempuan di samping kita". Ya, pasangan hidup adalah orang pertama yang akan kita lihat setiap hari, setiap bangun tidur hingga menjelang tidur lagi.
Tidak ada yang menuntut perempuan harus cantik dengan bermacam perhiasan, make-up dan pakaian serba mahal. Karena, pada hakekatnya perempuan sudah indah mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki di mata laki-laki. Ingat, semua bagian tubuh perempuan adalah aurat, kecuali wajah dan telapak tangan.
Ada poin-poin yang seyogianya perlu diperhatikan sebelum memutuskan untuk menikah. Bila menganggap pernikahan itu adalah satu kali seumur hidup dan hanya maut yang mampu memisahkan keduanya, maka poin ini jangan sampai terlewatkan, yakni agama.
Rasulullah SAW mengatakan, perempuan dinikahi karena empat hal, kecantikan, kekayaan, keturunan, dan agama. Pilihan karena agama menjadi penting, yang bisa membuat rumah tangga bahagia karena istri/suami yang shaleh/shalehah akan menuntun pada kebaikan-kebaikan dunia dan akherat.
*****
Comments
Post a Comment