Biarkan anganmu terbang melayang. Hingga dia kan temukan jalan, episode kehidupan.
Tidak ada yang bisa merubah nasib kecuali tindakan dari dirimu sendiri. Segalanya telah diatur, tersaji dan kebebasan yang ada pada dirimu mampu membentuk masa depanmu, membawamu menuju kebahagiaan atau jurang kehancuran.
Dahulu kau mampu menjadikan hati sebagai suara lantang di garda terdepan dalam menyuarakan apa itu rasa ketertarikan. Namun masa itu tampak terdegradasi, karena tak ada yang benar-benar kau yakini akan menjadi pelabuhan terakhir.
Terlalu banyak puisi patah hati yang kau tulis secara tidak sengaja, mengalir begitu saja. Lembaran derita itu yang membuatmu tidak lagi terlalu memperdulikan urusan hati, sebab ada hal yang jauh lebih penting daripada perkara asmara.
Saking sibuknya membangun diri, semakin waktu berjalan, kau lupa bagaimana merasakan jatuh hati. Hati sudah tidak lagi menjadi penguasa, digantikan logika yang mengedepankan akal sehat sebagai penunjuk arah kehidupan masa depan.
Mungkin sudah umum dan lazim, seiring berjalannya waktu, logika itu akan lebih mendominasi dibandingkan hati, selaras dengan usia yang semakin menua. Akan ada lebih banyak bentuk-bentuk pengertian, pemahaman, dan penerimaan dari realita berdasarkan logika, bukan hati.
Logika lebih sering dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan kebaikan di masa depan. Namun hati, ia sebagai penggerak dan energi pendorong langkah-langkah menuju kebahagiaan.
Keduanya bisa bersinergi dan salah satu dari keduanya ada yang bisa lebih mendominasi. Mungkin laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan soal persentasi penggunaan logika dan hati itu.
Meskipun demikian, dari perbedaan tersebut, seharusnya ada keseimbangan yang terjadi. Karena setiap yang berpasang-pasangan membentuk harmoni utuh dari dua hal berbeda, yang keduanya saling melengkapi satu sama lain.
******
(Foto: Nyari di internet)
Tidak ada yang bisa merubah nasib kecuali tindakan dari dirimu sendiri. Segalanya telah diatur, tersaji dan kebebasan yang ada pada dirimu mampu membentuk masa depanmu, membawamu menuju kebahagiaan atau jurang kehancuran.
Dahulu kau mampu menjadikan hati sebagai suara lantang di garda terdepan dalam menyuarakan apa itu rasa ketertarikan. Namun masa itu tampak terdegradasi, karena tak ada yang benar-benar kau yakini akan menjadi pelabuhan terakhir.
Terlalu banyak puisi patah hati yang kau tulis secara tidak sengaja, mengalir begitu saja. Lembaran derita itu yang membuatmu tidak lagi terlalu memperdulikan urusan hati, sebab ada hal yang jauh lebih penting daripada perkara asmara.
Saking sibuknya membangun diri, semakin waktu berjalan, kau lupa bagaimana merasakan jatuh hati. Hati sudah tidak lagi menjadi penguasa, digantikan logika yang mengedepankan akal sehat sebagai penunjuk arah kehidupan masa depan.
Mungkin sudah umum dan lazim, seiring berjalannya waktu, logika itu akan lebih mendominasi dibandingkan hati, selaras dengan usia yang semakin menua. Akan ada lebih banyak bentuk-bentuk pengertian, pemahaman, dan penerimaan dari realita berdasarkan logika, bukan hati.
Logika lebih sering dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan kebaikan di masa depan. Namun hati, ia sebagai penggerak dan energi pendorong langkah-langkah menuju kebahagiaan.
Keduanya bisa bersinergi dan salah satu dari keduanya ada yang bisa lebih mendominasi. Mungkin laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan soal persentasi penggunaan logika dan hati itu.
Meskipun demikian, dari perbedaan tersebut, seharusnya ada keseimbangan yang terjadi. Karena setiap yang berpasang-pasangan membentuk harmoni utuh dari dua hal berbeda, yang keduanya saling melengkapi satu sama lain.
******
(Foto: Nyari di internet)
Comments
Post a Comment