Cerita ini bisa fiktir bisa fakta, kalau ada kesamaan kisah mungkin kebetulan, kalau ada kemiripan barangkali bisa dijadikan pelajaran.
Seorang pemuda sederhana yang mencari makna dari cinta sejati. Tidakkah dia temukan cinta sejati itu selain daripada ikatan suci, tanda komitmen bukan di hadapan manusia, tetapi di hadapan Allah.
Mudah saja baginya, bisa menyukai dan memilih seseorang. Namun, logika membuatnya lebih berani memutuskan sesuatu tentang masa depan dibandingkan cinta yang membutakan.
Telah banyak ia temukan, "pulau" yang belum dimiliki, sampai "pulau" yang sudah direservasi oleh orang lain. Mudah saja baginya memilih satu di antara ribuan pulau yang ada di hadapannya.
Ada yang terlihat pelik, ada yang susah didekati, bahkan ada yang terang-terangan menjauhi. Pemuda itu tidak pernah membenci, ia dengan cepat akan pergi bila tak pasti, dan bisa tetap menyukai bila tetap dihargai.
Jejaring sosial yang populer bukan satu-satunya alat untuk memperluas pertemanan. Sesungguhnya ada yang bisa sangat mudah didekati, dari yang biasa ditemui sehari-hari, satu area lingkungan pekerjaan hingga tetangga beda RT atau satu komplek tempat tinggal.
Akan tetapi, memilih hanya satu untuk sesuatu yang kelak dijalani seumur hidup rasanya sulit, sehingga diperlukan banyak referensi. Pergaulan dengan orang-orang shaleh/shalehah bisa dicari, mereka senantiasa membantu, bisa mencarikan atau mengenali.
Hanya saja, persoalannya, terkadang yang dikenalkan tidak selaras dengan kriteria. Hal ini yang membuat seseorang menggantung-gantung, lama memutuskan kapan segera melepas kesendirian.
Sebagian dari mereka yang tadinya jadi incaran, ada pula yang dijadikan objek ketidakseriusan. Mengingat, reaksi mereka sudah tidak pasti dari sejak awal, maka digombalinya sedikit terasa tidak jadi soal.
Karena yang benar-benar memperhatikanmu ialah yang tidak perlu digombali, karena tampak dari tutur katanya rasa kehangatan, sebagai bentuk dari wujud kepedulian, mungkin perhatian. Bilamana mereka akhirnya mulai menunjukkan rasa suka akibat digombali, ketidakseriusan tersebut adalah landasan agar kau segera pergi dari orang yang telah mengabaikanmu itu.
Tapi, jangan pernah bermain dengan hati. Lebih baik jujur katakan apa adanya. Setelah diniatkan untuk mencari yang terbaik dari ribuan bahkan jutaan lawan jenis, maka dekati bila suka dan tinggalkan bila tidak cocok sebelum terlalu jauh, tanpa perlu menimbulkan luka.
Tidak banyak yang tahu kau begitu indah dan terbaik. Sosok terbaik selalu sukar dicari, walau kau pun bukan manusia sempurna. Setidaknya kau pernah punya usaha walau dengan cara 'modus' untuk seberani-beraninya tindakan dan hanya menyimpan dalam diam untuk selemah-lemahnya sikap.
Jangan dipaksa bila tak jua membuahkan hasil saat mendekati seseorang. Buktinya, lebih banyak ditemui mereka yang berpotensi menjadi teman permanen ketimbang yang bisa diajak serius menjalin komitmen.
Pemuda atau pemudi harus memilih dengan cerdas, tidak menjadikan hati sebagai satu-satunya pintu, dan tidak melulu logika yang dijadikan senjata. Ada agama di situ, dijelaskan bahwa memilih pasangan itu yang utama ialah memilih yang memiliki pemahaman agama yang baik.
Konsep sevisi dan sekufu tampak di situ. Karena perkara jodoh seharusnya tidak perlu menjelimet. Bila sudah waktunya, seharusnya ia datang dengan sendirinya, setelah diiringi dengan doa dan usaha.
Yang tampak membingungkan, ragu-ragu, plintat-plintut dan rumit, itu mungkin bukan sebuah jalan. Apalagi dia yang kau targetkan rupanya sudah memiliki calon.
Perihal jodoh, boleh jadi akan muncul tanpa paksaan dan tanpa perlu bercucur air mata, kecuali saat air mata pasca ijab qabul itu tiba.
Boleh jadi, yang sering tertolak, galau dan patah hati adalah tanda bahwa Allah sayang untuk tidak membiarkanmu jatuh dalam kubangan zina, yang dilazimkan oleh manusia atas nama pacaran.
*****
Ilustrasi (Foto: Nyari di Internet)
Seorang pemuda sederhana yang mencari makna dari cinta sejati. Tidakkah dia temukan cinta sejati itu selain daripada ikatan suci, tanda komitmen bukan di hadapan manusia, tetapi di hadapan Allah.
Mudah saja baginya, bisa menyukai dan memilih seseorang. Namun, logika membuatnya lebih berani memutuskan sesuatu tentang masa depan dibandingkan cinta yang membutakan.
Telah banyak ia temukan, "pulau" yang belum dimiliki, sampai "pulau" yang sudah direservasi oleh orang lain. Mudah saja baginya memilih satu di antara ribuan pulau yang ada di hadapannya.
Ada yang terlihat pelik, ada yang susah didekati, bahkan ada yang terang-terangan menjauhi. Pemuda itu tidak pernah membenci, ia dengan cepat akan pergi bila tak pasti, dan bisa tetap menyukai bila tetap dihargai.
Jejaring sosial yang populer bukan satu-satunya alat untuk memperluas pertemanan. Sesungguhnya ada yang bisa sangat mudah didekati, dari yang biasa ditemui sehari-hari, satu area lingkungan pekerjaan hingga tetangga beda RT atau satu komplek tempat tinggal.
Akan tetapi, memilih hanya satu untuk sesuatu yang kelak dijalani seumur hidup rasanya sulit, sehingga diperlukan banyak referensi. Pergaulan dengan orang-orang shaleh/shalehah bisa dicari, mereka senantiasa membantu, bisa mencarikan atau mengenali.
Hanya saja, persoalannya, terkadang yang dikenalkan tidak selaras dengan kriteria. Hal ini yang membuat seseorang menggantung-gantung, lama memutuskan kapan segera melepas kesendirian.
Sebagian dari mereka yang tadinya jadi incaran, ada pula yang dijadikan objek ketidakseriusan. Mengingat, reaksi mereka sudah tidak pasti dari sejak awal, maka digombalinya sedikit terasa tidak jadi soal.
Karena yang benar-benar memperhatikanmu ialah yang tidak perlu digombali, karena tampak dari tutur katanya rasa kehangatan, sebagai bentuk dari wujud kepedulian, mungkin perhatian. Bilamana mereka akhirnya mulai menunjukkan rasa suka akibat digombali, ketidakseriusan tersebut adalah landasan agar kau segera pergi dari orang yang telah mengabaikanmu itu.
Tapi, jangan pernah bermain dengan hati. Lebih baik jujur katakan apa adanya. Setelah diniatkan untuk mencari yang terbaik dari ribuan bahkan jutaan lawan jenis, maka dekati bila suka dan tinggalkan bila tidak cocok sebelum terlalu jauh, tanpa perlu menimbulkan luka.
Tidak banyak yang tahu kau begitu indah dan terbaik. Sosok terbaik selalu sukar dicari, walau kau pun bukan manusia sempurna. Setidaknya kau pernah punya usaha walau dengan cara 'modus' untuk seberani-beraninya tindakan dan hanya menyimpan dalam diam untuk selemah-lemahnya sikap.
Jangan dipaksa bila tak jua membuahkan hasil saat mendekati seseorang. Buktinya, lebih banyak ditemui mereka yang berpotensi menjadi teman permanen ketimbang yang bisa diajak serius menjalin komitmen.
Pemuda atau pemudi harus memilih dengan cerdas, tidak menjadikan hati sebagai satu-satunya pintu, dan tidak melulu logika yang dijadikan senjata. Ada agama di situ, dijelaskan bahwa memilih pasangan itu yang utama ialah memilih yang memiliki pemahaman agama yang baik.
Konsep sevisi dan sekufu tampak di situ. Karena perkara jodoh seharusnya tidak perlu menjelimet. Bila sudah waktunya, seharusnya ia datang dengan sendirinya, setelah diiringi dengan doa dan usaha.
Yang tampak membingungkan, ragu-ragu, plintat-plintut dan rumit, itu mungkin bukan sebuah jalan. Apalagi dia yang kau targetkan rupanya sudah memiliki calon.
Perihal jodoh, boleh jadi akan muncul tanpa paksaan dan tanpa perlu bercucur air mata, kecuali saat air mata pasca ijab qabul itu tiba.
Boleh jadi, yang sering tertolak, galau dan patah hati adalah tanda bahwa Allah sayang untuk tidak membiarkanmu jatuh dalam kubangan zina, yang dilazimkan oleh manusia atas nama pacaran.
*****
Ilustrasi (Foto: Nyari di Internet)
Comments
Post a Comment