Dari dulu penulis ingin sekali menulis tema yang satu ini. Rumus jodoh.
Beberapa waktu lalu saat penulis lihat di video YouTube, Ustadz Yusuf Mansyur sempat mengungkap 'matematika jodoh'. Ia mengatakan bila jodoh itu 'dibeli'. Dalam artian, jodoh itu bisa mendekat atau menghampiri bila kita banyak beramal shaleh dan bersedekah.
Menurut penulis, itu benar, namun agak abstrak. Sebab, manusia tidak hanya berdoa atau beramal shaleh, tetapi juga harus melakukan segala macam upaya untuk memantaskan diri dan berusaha mendekati jodoh tersebut secara lahiriah.
Penulis senang sekali, salah satu teman di jejaring sosial menunjukkan foto bahwa ia baru saja dilamar. Terangkai satu cincin indah yang melingkar di jari manisnya. Entah itu pertunangan atau khitbah, yang pasti disebutkannya sebagai 'one step closer' menuju hari yang paling dinantikan, pernikahan.
Apa yang disebutkan sebagai 'one step closer' itu mungkin tidak dilalui dengan waktu singkat. Tentunya ada step by step, yang bersifat internal maupun eksternal. Kesiapan seseorang mungkin berbeda-beda. Ada yang siap atau siap banget.
Taruhlah pernikahan itu terjadi apabila persentase kesiapan manusia mencapai 100 persen. Kesiapan kedua mempelai juga harus sama-sama 100 persen. Dan, tentunya upaya menuju kesiapan ini dimudahkan oleh Allah serta diridhai-Nya dengan persentase izin-Nya 100 persen.
Penulis hanya memberikan gambaran dan banyak ketidaktahuan serta dinamika yang ada di dalamnya. Hanya pendapat sepihak dengan menggunakan akal pikiran serta analisis amatir dari sisi penulis. Sangat diterima apabila ada pembaca yang ingin menyanggah atau mungkin menambahkan.
Boleh jadi di kehidupan nyata, laki-laki sudah memiliki kesiapan yang benar-benar matang dan pihak perempuan pun sepakat untuk menikah. Namun, bila Allah berkehendak lain, maka akan lain lagi ceritanya. Atau mungkin bisa juga persentase kesiapan pernikahan pihak laki-laki atau perempuan dipengaruhi oleh persentase kesiapan calon pasangannya.
Bukankah ada ungkapan, 'man jadda wa jada', di mana seseorang yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan apa yang diinginkannya atas izin Allah. Bahkan dalam salah satu ayat-Nya, disebutkan bahwa 'Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, hingga mereka sendiri yang berusaha untuk mengubahnya' (QS Ar-Ra'd: 11).
Dari pihak laki-laki misalnya. Mencapai kesiapan 100 persen itu boleh jadi sudah meliputi kemantapan dari sisi ilmu, berpenghasilan untuk mampu menafkahkan (materi), memiliki calon, usia, izin orangtua dan sebagainya.
Setiap orang mungkin berbeda-beda, ada yang sudah mantap secara lahiriah usia atau ilmu, tetapi terganjal dengan izin orangtua karena suatu alasan tertentu. Ada juga yang sudah dapat restu orangtua, tetapi masih belum merasa yakin menikah, oleh karena masih ingin melanjutkan kuliah jenjang yang lebih tinggi atau berkarir atau mengejar cita-cita.
Perbedaan dari tiap rincian variabel kesiapan ini yang mampu mempengaruhi seberapa mantap seseorang siap untuk menikah. Karena seseorang tidak mungkin siap sendiri, pihak calon pasangan pun harus dapat memiliki kesiapan yang serupa dan komitmen yang sama.
Manusia tidak akan dapat mengutak-atik ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah. Bukankah jodoh sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh sebelum manusia itu diciptakan. Maka, ia tidak akan pernah tertukar dan tidak akan pernah salah, karena telah terukur dan Allah tentukan pasangan terbaik. Coba ingat-ingat salah satu firman-Nya, wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan juga sebaliknya (QS An-Nuur: 26).
Penulis pikir, usia bukanlah faktor yang paling dominan untuk bersegera menikah. Ada yang berani menikah muda dan rumah tangganya baik-baik saja. Sebab, tingkat kedewasaan seseorang tidak bisa diukur dengan usia, melainkan dengan bagaimana cara berpikir dan sikapnya.
Sebagian anak muda mungkin galau, bingung dan terlalu berfokus dari apa yang tampak secara eksternal. Padahal, kesiapan internal sebenarnya lebih utama, maka kemudian Allah akan kirimkan jodoh yang terbaik dan sekufu baginya. Insha Allah.
Kalau salah satu pihak sudah mencapai kesiapan 100 persen dan pihak calon pasangannya sudah mencapai kesiapan yang sama, maka tinggal mereka berdiskusi seraya memohon do'a agar Allah memudahkan dan melancarkan prosesi penyempurnaan separuh dien tersebut.
Pernikahan mungkin tidak akan sampai bila kesiapan hanya berat sebelah di salah satu mempelai atau kesiapan yang terlalu ringan, tak sebanding dengan kesiapan calon pasangannya.
Kalau ada yang bertanya, apa sih tujuan pernikahan? Sederhana sebenarnya, ingin bahagia dan saling menguatkan satu sama lain.
Wallahu a'lam.
*****
Beberapa waktu lalu saat penulis lihat di video YouTube, Ustadz Yusuf Mansyur sempat mengungkap 'matematika jodoh'. Ia mengatakan bila jodoh itu 'dibeli'. Dalam artian, jodoh itu bisa mendekat atau menghampiri bila kita banyak beramal shaleh dan bersedekah.
Menurut penulis, itu benar, namun agak abstrak. Sebab, manusia tidak hanya berdoa atau beramal shaleh, tetapi juga harus melakukan segala macam upaya untuk memantaskan diri dan berusaha mendekati jodoh tersebut secara lahiriah.
Penulis senang sekali, salah satu teman di jejaring sosial menunjukkan foto bahwa ia baru saja dilamar. Terangkai satu cincin indah yang melingkar di jari manisnya. Entah itu pertunangan atau khitbah, yang pasti disebutkannya sebagai 'one step closer' menuju hari yang paling dinantikan, pernikahan.
Apa yang disebutkan sebagai 'one step closer' itu mungkin tidak dilalui dengan waktu singkat. Tentunya ada step by step, yang bersifat internal maupun eksternal. Kesiapan seseorang mungkin berbeda-beda. Ada yang siap atau siap banget.
Taruhlah pernikahan itu terjadi apabila persentase kesiapan manusia mencapai 100 persen. Kesiapan kedua mempelai juga harus sama-sama 100 persen. Dan, tentunya upaya menuju kesiapan ini dimudahkan oleh Allah serta diridhai-Nya dengan persentase izin-Nya 100 persen.
Penulis hanya memberikan gambaran dan banyak ketidaktahuan serta dinamika yang ada di dalamnya. Hanya pendapat sepihak dengan menggunakan akal pikiran serta analisis amatir dari sisi penulis. Sangat diterima apabila ada pembaca yang ingin menyanggah atau mungkin menambahkan.
Boleh jadi di kehidupan nyata, laki-laki sudah memiliki kesiapan yang benar-benar matang dan pihak perempuan pun sepakat untuk menikah. Namun, bila Allah berkehendak lain, maka akan lain lagi ceritanya. Atau mungkin bisa juga persentase kesiapan pernikahan pihak laki-laki atau perempuan dipengaruhi oleh persentase kesiapan calon pasangannya.
Bukankah ada ungkapan, 'man jadda wa jada', di mana seseorang yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan apa yang diinginkannya atas izin Allah. Bahkan dalam salah satu ayat-Nya, disebutkan bahwa 'Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, hingga mereka sendiri yang berusaha untuk mengubahnya' (QS Ar-Ra'd: 11).
Dari pihak laki-laki misalnya. Mencapai kesiapan 100 persen itu boleh jadi sudah meliputi kemantapan dari sisi ilmu, berpenghasilan untuk mampu menafkahkan (materi), memiliki calon, usia, izin orangtua dan sebagainya.
Setiap orang mungkin berbeda-beda, ada yang sudah mantap secara lahiriah usia atau ilmu, tetapi terganjal dengan izin orangtua karena suatu alasan tertentu. Ada juga yang sudah dapat restu orangtua, tetapi masih belum merasa yakin menikah, oleh karena masih ingin melanjutkan kuliah jenjang yang lebih tinggi atau berkarir atau mengejar cita-cita.
Perbedaan dari tiap rincian variabel kesiapan ini yang mampu mempengaruhi seberapa mantap seseorang siap untuk menikah. Karena seseorang tidak mungkin siap sendiri, pihak calon pasangan pun harus dapat memiliki kesiapan yang serupa dan komitmen yang sama.
Manusia tidak akan dapat mengutak-atik ketentuan yang sudah ditetapkan oleh Allah. Bukankah jodoh sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh sebelum manusia itu diciptakan. Maka, ia tidak akan pernah tertukar dan tidak akan pernah salah, karena telah terukur dan Allah tentukan pasangan terbaik. Coba ingat-ingat salah satu firman-Nya, wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan juga sebaliknya (QS An-Nuur: 26).
Penulis pikir, usia bukanlah faktor yang paling dominan untuk bersegera menikah. Ada yang berani menikah muda dan rumah tangganya baik-baik saja. Sebab, tingkat kedewasaan seseorang tidak bisa diukur dengan usia, melainkan dengan bagaimana cara berpikir dan sikapnya.
Sebagian anak muda mungkin galau, bingung dan terlalu berfokus dari apa yang tampak secara eksternal. Padahal, kesiapan internal sebenarnya lebih utama, maka kemudian Allah akan kirimkan jodoh yang terbaik dan sekufu baginya. Insha Allah.
Kalau salah satu pihak sudah mencapai kesiapan 100 persen dan pihak calon pasangannya sudah mencapai kesiapan yang sama, maka tinggal mereka berdiskusi seraya memohon do'a agar Allah memudahkan dan melancarkan prosesi penyempurnaan separuh dien tersebut.
Pernikahan mungkin tidak akan sampai bila kesiapan hanya berat sebelah di salah satu mempelai atau kesiapan yang terlalu ringan, tak sebanding dengan kesiapan calon pasangannya.
Kalau ada yang bertanya, apa sih tujuan pernikahan? Sederhana sebenarnya, ingin bahagia dan saling menguatkan satu sama lain.
Wallahu a'lam.
*****
Comments
Post a Comment