Tiada yang bisa mengelak dari datangnya kematian atau maut. Tidak melulu mereka yang sudah berusia tua, bahkan anak kecilpun bila telah tiba ajalnya, bisa meninggal dunia.
Waktu penulis duduk di bangku SD kelas 3, tiba-tiba berpikir kok bisa ya ada dunia yang fana ini? kok bisa ya manusia bernapas dan berjalan dengan urusannya masing-masing?
Bagaimana kalau tidak ada bintang-bintang di langit, tidak ada perputaran Bumi yang mengelilingi matahari. Bagaimana bila dunia ini diam saja, kosong, hampa, mati, gelap? Agak nyerempet ke filsafat memang, dan ini sempat dipikirkan oleh bocah yang masih duduk di bangku SD.
Oleh karena dunia ini fana, dunia ini tidaklah kekal, maka seharusnya manusia itu berpikir. Hakekat manusia hidup di dunia, untuk apa manusia diciptakan dan apakah ada kehidupan selanjutnya setelah kehidupan di dunia?
Penulis sengaja membawa pembaca untuk berpikir dan membayangkan tentang fenomena alam yang terjadi. Yang seharusnya membuat kita mengerti, mengenali tanda-tanda kebesaran-Nya dan malu apabila menjalani kehidupan yang sementara ini dengan kegiatan sia-sia.
Sudah siapkah kita bila Allah memanggil nyawa kita disaat-saat yang tidak terduga. Sudah seberapa banyak bekal yang kita persiapkan untuk menghadapi sakaratul maut.
Membaca salah satu artikel di media muslim, sebenarnya malaikat maut telah mengungkap tanda-tanda manusia yang semakin mendekati ajalnya. Salah satunya ialah apabila datang uban dan sakit. Namun, jangan jadikan peringatan ini hanya tertuju untuk mereka yang tua saja.
Beberapa teman penulis telah berpulang ke Rahmatullah. Ia masih muda dan seharusnya masih berumur yang sama dengan usia penulis. Mereka meninggal dunia karena sebuah kecelakaan maut.
Seharusnya, kita tidak berpikir bahwa mati hanya untuk mereka yang berusia tua atau lansia, tetapi mati bisa datang kapan saja, sesuai dengan kehendak-Nya. Apakah mereka yang panjang umur akan bahagia di dunia dan akherat?
Panjang umur berarti seseorang masih diberikan kesempatan untuk bertaubat, kesempatan untuk beribadah dan kesempatan untuk memperbaiki diri, introspeksi. Bukan seberapa banyak waktu yang disediakan-Nya (kuantitas), tetapi seberapa optimal seseorang memanfaatkan waktu yang ada untuk beribadah dan mencari keridhaan-Nya (kualitas).
Kalau lagi banyak rezeki dan sehat, coba ingat mati. Maka, hati akan lebih terjaga untuk ringan memberi kepada sesama. Badan lagi sehat, ingat mati, maka energi yang dikerahkan bisa dipakai untuk kuat bangun malam (solat tahajud misalnya) dan mengeyampingkan aktivitas tidak bermakna seperti kumpul-kumpul tidak jelas dan lain-lain.
Dengan mengingat kematian, seseorang cenderung dapat lebih rendah hati.
*****
Waktu penulis duduk di bangku SD kelas 3, tiba-tiba berpikir kok bisa ya ada dunia yang fana ini? kok bisa ya manusia bernapas dan berjalan dengan urusannya masing-masing?
Bagaimana kalau tidak ada bintang-bintang di langit, tidak ada perputaran Bumi yang mengelilingi matahari. Bagaimana bila dunia ini diam saja, kosong, hampa, mati, gelap? Agak nyerempet ke filsafat memang, dan ini sempat dipikirkan oleh bocah yang masih duduk di bangku SD.
Oleh karena dunia ini fana, dunia ini tidaklah kekal, maka seharusnya manusia itu berpikir. Hakekat manusia hidup di dunia, untuk apa manusia diciptakan dan apakah ada kehidupan selanjutnya setelah kehidupan di dunia?
Penulis sengaja membawa pembaca untuk berpikir dan membayangkan tentang fenomena alam yang terjadi. Yang seharusnya membuat kita mengerti, mengenali tanda-tanda kebesaran-Nya dan malu apabila menjalani kehidupan yang sementara ini dengan kegiatan sia-sia.
Sudah siapkah kita bila Allah memanggil nyawa kita disaat-saat yang tidak terduga. Sudah seberapa banyak bekal yang kita persiapkan untuk menghadapi sakaratul maut.
Membaca salah satu artikel di media muslim, sebenarnya malaikat maut telah mengungkap tanda-tanda manusia yang semakin mendekati ajalnya. Salah satunya ialah apabila datang uban dan sakit. Namun, jangan jadikan peringatan ini hanya tertuju untuk mereka yang tua saja.
Beberapa teman penulis telah berpulang ke Rahmatullah. Ia masih muda dan seharusnya masih berumur yang sama dengan usia penulis. Mereka meninggal dunia karena sebuah kecelakaan maut.
Seharusnya, kita tidak berpikir bahwa mati hanya untuk mereka yang berusia tua atau lansia, tetapi mati bisa datang kapan saja, sesuai dengan kehendak-Nya. Apakah mereka yang panjang umur akan bahagia di dunia dan akherat?
Panjang umur berarti seseorang masih diberikan kesempatan untuk bertaubat, kesempatan untuk beribadah dan kesempatan untuk memperbaiki diri, introspeksi. Bukan seberapa banyak waktu yang disediakan-Nya (kuantitas), tetapi seberapa optimal seseorang memanfaatkan waktu yang ada untuk beribadah dan mencari keridhaan-Nya (kualitas).
Kalau lagi banyak rezeki dan sehat, coba ingat mati. Maka, hati akan lebih terjaga untuk ringan memberi kepada sesama. Badan lagi sehat, ingat mati, maka energi yang dikerahkan bisa dipakai untuk kuat bangun malam (solat tahajud misalnya) dan mengeyampingkan aktivitas tidak bermakna seperti kumpul-kumpul tidak jelas dan lain-lain.
Dengan mengingat kematian, seseorang cenderung dapat lebih rendah hati.
*****
Comments
Post a Comment