Memang diperlukan keberanian untuk melangkahkan sesuatu. Karena apa
yang dilakukan saat ini akan membuahkan apa yang akan dipanen di masa
depan.
Penulis tahu, apa yang dijalani saat ini akan menunjang atau tidaknya dalam perencanaan membina rumah tangga. Mengingat tanggungjawab sebagai seorang suami itu berat.
Sampai saat ini, semua terasa baik-baik saja walau di luar sana, teman-teman sudah ada yang menikah dan menyusul dan terus menyusul yang lainnya. Sudah saatnya menatap lurus untuk masa depan, mencari sosok yang terbaik di antara yang terbaik.
Penulis tak menjanjikan apapun, kepada siapapun. Sebab, skenario-Nya berlaku bagi setiap hamba. Apa yang direncanakan kadang belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun, tidak melakukan usaha apapun juga salah satu bentuk kebodohan.
Ada teman laki-laki satu kantor penulis yang hingga usianya mencapai kepala 3, masih juga belum memiliki istri. Bukan soal punyanya pekerjaan atau tidak, barangkali usaha berperan dalam hal ini dan yang terpenting niat karena Allah.
Penulis berpikir, suami/istri adalah orang yang sangat perduli terhadap masa depan suami/istrinya, bahkan kepedulian dalam arti wajar itu sudah terlihat sejak mereka belum mengikat janji suci. Enggak melulu dalam aktivitas pacaran sih. Bila tidak terlihat dalam perbuatannya, setidaknya ada nama yang selalu ia sebut dalam do'anya.
Suami/istri juga orang yang akan ikhlas dan rela berada dalam kesusahan apabila kondisi keuangan belum stabil dan sebaliknya, akan menjadi orang yang bersyukur apabila kondisi keuangan telah berangsur membaik. Suami/istri adalah satu sosok kesatuan yang diambil dari sifat ibu dan ayah kita sendiri, yang dilebur dalam satu figur suami/istri, yang perduli, perhatian, penyabar, pendidik, penolong dan segalanya yang akan menemani hidup hingga akhir hayat.
Penulis percaya bahwa aktivitas pacaran tidak akan membawa hasil apa-apa dalam sebuah pernikahan. Selain dilarang dalam Islam karena lebih dekat kepada zina, pacaran juga kegiatan sia-sia yang sudah banyak menelan korban karenanya.
Satu solusi untuk merayakan cinta yang sangat masuk akal ialah menikah, melalui proses yang dinamakan ta'aruf dalam Islam. Agak asing karena di lingkungan penulis sedari kecil hingga saat ini, di lingkungan keluarga atau saudara atau sahabat, hampir tidak diketahui siapa yang pernah melangsungkan ta'aruf dalam arti sesungguhnya, yang berujung pada pernikahan. Belum pernah disaksikan secara langsung bagaimana prosesinya, langkahnya dan adab-abad yang ada di dalam ta'aruf tersebut.
Kebanyakan ditemukan mereka yang lebih dahulu pacaran sekian tahun, mereka yang lebih dulu saling mengikrarkan diri untuk menunjukkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih, sehingga tidak ada satupun yang mendekati atau mengganggu hubungan itu dan mereka yang benar-benar mantap karena sudah mengenal lama selama bertahun-tahun. Sedangkan ta'aruf? Hanya beberapa sumber, buku dan internet saja yang menginformasikan seperti apa gambaran ta'aruf.
Nyatanya, kebanyakan mereka yang pacaran sekian tahun pun benar-benar melangsungkan pernikahan. Penulis juga melihat, ada pacaran yang menyebabkan 'married by accident' hingga sebelum sembilan bulan usia pernikahan, sudah keluar bayi yang dikandung perempuannya.
Semua yang mengerti, pasti setuju bahwa lebih baik ta'aruf daripada pacaran. Tetapi, alih-alih bilang ta'aruf malah akhirnya terjerumus tak jauh beda dengan mereka yang pacaran. Alih-alih mau meninggalkan pacaran, malah tergoda untuk langsung atau tidak langsung terlibat dalam pacaran.
Mau menjaga hati dan tidak mengumbar perasaan, karena mungkin kelamaan, yang ada calonnya sudah dipinang ikhwan lain yang lebih siap. Ups! ada yang perlu diperbaiki dari cara pandang tersebut kawan. Jodoh sudah diatur, tidak mungkin tertukar. Tinggal bagaimana kalian para ikhwan bergerak memilih satu di antara miliaran pilihan yang ada di muka Bumi.
Mau niat pelan-pelan ta'aruf dalam artian perkenalan sewajarnya teman, dan berusaha menjadi sosok yang nyaman untuk sang calon juga terkadang sulit. Ada saja hambatan yang membuat komunikasi kedua belah pihak sama sekali tidak berjalan. Tanya kenapa?
Mengelu-elukan ta'aruf, mendukung ta'aruf dan mencari-cari informasi mengenai ta'aruf bukankah sudah cukup kenyang dan banyak informasi yang diserap tentang ta'aruf. Tinggal pelaksanaannya bagaimana, seperti apa dan kapan siapnya?
Ketika dihadapkan pada dunia nyata, mudahkah menerapkan ta'aruf di tengah lingkungan yang mungkin menganggap ta'aruf itu asing? Mudahkah mengaplikasikan apa yang sudah dibaca, didengar dan diyakini bisa mendatangkan berkah-Nya melalui proses tersebut? Buat para ikhwan, kalau masih ada kata belum mantap untuk ta'aruf, berarti harus diperkuat lagi ngajinya.
Buat perempuan atau akhwat, enggak perlu galau belum didatangi oleh ikhwan shaleh. Dan, enggak perlu juga menangisi kepergian laki-laki yang sudah meninggalkan harapan kalian alias PHP (pemberi harapan palsu). Masih banyak ikhwan yang siap, tetapi bingung memilih yang terbaik di antara kalian para akhwat. Maka saran penulis, 'munculah ke permukaan' dalam artian wajar, agar terlihat, agar terdengar, agar muncul keinginan atau rasa ketertarikan ikhwan untuk menikahi.
Berilah tanda, tunjukkan keseriusan, sebarkanlah senyum, keramahan dan ilmu untuk memantapkan ikhwan agar bersegera meminang. Satu hal lagi, bila memang suka, jangan sungkan untuk mengatakan ingin dipinang, boleh langsung atau tidak langsung melalui bantuan sahabat atau keluarga dekat.
Sebagian laki-laki justru malu-malu, ingin mendekati takut salah, menunjukkan perhatian disangka penggombal, ingin berkenalan sewajarnya dulu tetapi kurang direspon. Hal-hal kecil akan sangat berarti dan semuanya tidak melulu dalam aktivitas pacaran.
Ada juga perempuan yang sudah memiliki pacar. Mungkin galau tidak dilamar-lamar. Bukan tidak ada yang mau melamar, tetapi status pacaran menghalangi laki-laki yang lebih baik untuk ingin segera meminang. Hal yang perlu dilakukan, putusin laki-laki yang menggantungkan seperti itu dan mulai membenahi diri serta do'a. Insya Allah nanti skenario-Nya mempertemukan dengan laki-laki yang baik.
Hal ini juga berlaku untuk laki-laki, jangan mau dibodoh-bodohi perempuan yang jelas-jelas sudah tidak memikirkan kalian. Laki-laki memiliki keistimewaan untuk me- ketimbang di-. Yak, umumnya kan melamar bukan dilamar. Sehingga, kata kerja ini spesial untuk laki-laki, yang dapat memilih satu di antara miliaran perhiasan terbaik dunia.
Ingat, memilih siapa seseorang yang terbaik adalah menunjukkan cerminan kualitas kelas diri kita yang sesungguhnya.
*****
Ilustrasi (Foto: Muslimahzone)
Penulis tahu, apa yang dijalani saat ini akan menunjang atau tidaknya dalam perencanaan membina rumah tangga. Mengingat tanggungjawab sebagai seorang suami itu berat.
Sampai saat ini, semua terasa baik-baik saja walau di luar sana, teman-teman sudah ada yang menikah dan menyusul dan terus menyusul yang lainnya. Sudah saatnya menatap lurus untuk masa depan, mencari sosok yang terbaik di antara yang terbaik.
Penulis tak menjanjikan apapun, kepada siapapun. Sebab, skenario-Nya berlaku bagi setiap hamba. Apa yang direncanakan kadang belum tentu sesuai dengan apa yang diharapkan. Namun, tidak melakukan usaha apapun juga salah satu bentuk kebodohan.
Ada teman laki-laki satu kantor penulis yang hingga usianya mencapai kepala 3, masih juga belum memiliki istri. Bukan soal punyanya pekerjaan atau tidak, barangkali usaha berperan dalam hal ini dan yang terpenting niat karena Allah.
Penulis berpikir, suami/istri adalah orang yang sangat perduli terhadap masa depan suami/istrinya, bahkan kepedulian dalam arti wajar itu sudah terlihat sejak mereka belum mengikat janji suci. Enggak melulu dalam aktivitas pacaran sih. Bila tidak terlihat dalam perbuatannya, setidaknya ada nama yang selalu ia sebut dalam do'anya.
Suami/istri juga orang yang akan ikhlas dan rela berada dalam kesusahan apabila kondisi keuangan belum stabil dan sebaliknya, akan menjadi orang yang bersyukur apabila kondisi keuangan telah berangsur membaik. Suami/istri adalah satu sosok kesatuan yang diambil dari sifat ibu dan ayah kita sendiri, yang dilebur dalam satu figur suami/istri, yang perduli, perhatian, penyabar, pendidik, penolong dan segalanya yang akan menemani hidup hingga akhir hayat.
Penulis percaya bahwa aktivitas pacaran tidak akan membawa hasil apa-apa dalam sebuah pernikahan. Selain dilarang dalam Islam karena lebih dekat kepada zina, pacaran juga kegiatan sia-sia yang sudah banyak menelan korban karenanya.
Satu solusi untuk merayakan cinta yang sangat masuk akal ialah menikah, melalui proses yang dinamakan ta'aruf dalam Islam. Agak asing karena di lingkungan penulis sedari kecil hingga saat ini, di lingkungan keluarga atau saudara atau sahabat, hampir tidak diketahui siapa yang pernah melangsungkan ta'aruf dalam arti sesungguhnya, yang berujung pada pernikahan. Belum pernah disaksikan secara langsung bagaimana prosesinya, langkahnya dan adab-abad yang ada di dalam ta'aruf tersebut.
Kebanyakan ditemukan mereka yang lebih dahulu pacaran sekian tahun, mereka yang lebih dulu saling mengikrarkan diri untuk menunjukkan bahwa mereka adalah sepasang kekasih, sehingga tidak ada satupun yang mendekati atau mengganggu hubungan itu dan mereka yang benar-benar mantap karena sudah mengenal lama selama bertahun-tahun. Sedangkan ta'aruf? Hanya beberapa sumber, buku dan internet saja yang menginformasikan seperti apa gambaran ta'aruf.
Nyatanya, kebanyakan mereka yang pacaran sekian tahun pun benar-benar melangsungkan pernikahan. Penulis juga melihat, ada pacaran yang menyebabkan 'married by accident' hingga sebelum sembilan bulan usia pernikahan, sudah keluar bayi yang dikandung perempuannya.
Semua yang mengerti, pasti setuju bahwa lebih baik ta'aruf daripada pacaran. Tetapi, alih-alih bilang ta'aruf malah akhirnya terjerumus tak jauh beda dengan mereka yang pacaran. Alih-alih mau meninggalkan pacaran, malah tergoda untuk langsung atau tidak langsung terlibat dalam pacaran.
Mau menjaga hati dan tidak mengumbar perasaan, karena mungkin kelamaan, yang ada calonnya sudah dipinang ikhwan lain yang lebih siap. Ups! ada yang perlu diperbaiki dari cara pandang tersebut kawan. Jodoh sudah diatur, tidak mungkin tertukar. Tinggal bagaimana kalian para ikhwan bergerak memilih satu di antara miliaran pilihan yang ada di muka Bumi.
Mau niat pelan-pelan ta'aruf dalam artian perkenalan sewajarnya teman, dan berusaha menjadi sosok yang nyaman untuk sang calon juga terkadang sulit. Ada saja hambatan yang membuat komunikasi kedua belah pihak sama sekali tidak berjalan. Tanya kenapa?
Mengelu-elukan ta'aruf, mendukung ta'aruf dan mencari-cari informasi mengenai ta'aruf bukankah sudah cukup kenyang dan banyak informasi yang diserap tentang ta'aruf. Tinggal pelaksanaannya bagaimana, seperti apa dan kapan siapnya?
Ketika dihadapkan pada dunia nyata, mudahkah menerapkan ta'aruf di tengah lingkungan yang mungkin menganggap ta'aruf itu asing? Mudahkah mengaplikasikan apa yang sudah dibaca, didengar dan diyakini bisa mendatangkan berkah-Nya melalui proses tersebut? Buat para ikhwan, kalau masih ada kata belum mantap untuk ta'aruf, berarti harus diperkuat lagi ngajinya.
Buat perempuan atau akhwat, enggak perlu galau belum didatangi oleh ikhwan shaleh. Dan, enggak perlu juga menangisi kepergian laki-laki yang sudah meninggalkan harapan kalian alias PHP (pemberi harapan palsu). Masih banyak ikhwan yang siap, tetapi bingung memilih yang terbaik di antara kalian para akhwat. Maka saran penulis, 'munculah ke permukaan' dalam artian wajar, agar terlihat, agar terdengar, agar muncul keinginan atau rasa ketertarikan ikhwan untuk menikahi.
Berilah tanda, tunjukkan keseriusan, sebarkanlah senyum, keramahan dan ilmu untuk memantapkan ikhwan agar bersegera meminang. Satu hal lagi, bila memang suka, jangan sungkan untuk mengatakan ingin dipinang, boleh langsung atau tidak langsung melalui bantuan sahabat atau keluarga dekat.
Sebagian laki-laki justru malu-malu, ingin mendekati takut salah, menunjukkan perhatian disangka penggombal, ingin berkenalan sewajarnya dulu tetapi kurang direspon. Hal-hal kecil akan sangat berarti dan semuanya tidak melulu dalam aktivitas pacaran.
Ada juga perempuan yang sudah memiliki pacar. Mungkin galau tidak dilamar-lamar. Bukan tidak ada yang mau melamar, tetapi status pacaran menghalangi laki-laki yang lebih baik untuk ingin segera meminang. Hal yang perlu dilakukan, putusin laki-laki yang menggantungkan seperti itu dan mulai membenahi diri serta do'a. Insya Allah nanti skenario-Nya mempertemukan dengan laki-laki yang baik.
Hal ini juga berlaku untuk laki-laki, jangan mau dibodoh-bodohi perempuan yang jelas-jelas sudah tidak memikirkan kalian. Laki-laki memiliki keistimewaan untuk me- ketimbang di-. Yak, umumnya kan melamar bukan dilamar. Sehingga, kata kerja ini spesial untuk laki-laki, yang dapat memilih satu di antara miliaran perhiasan terbaik dunia.
Ingat, memilih siapa seseorang yang terbaik adalah menunjukkan cerminan kualitas kelas diri kita yang sesungguhnya.
*****
Ilustrasi (Foto: Muslimahzone)
Comments
Post a Comment