Assalamu'alaikum,
Bertambah tua kalender masehi menjadi 2014. Apa harapan engkau di tahun ini kawan? Apa mimpi yang belum tercapai dan cita-cita yang tertunda di tahun sebelumnya?
Tidak perlulah membesar-besarkan perayaan seperti yang terjadi beberapa hari lalu. Sebab, selain itu mencerminkan jiwa yang 'dangkal iman', juga perayaan tahun baru sarat akan aktivitas kemaksiatan, kemubaziran dan kerugian.
Bisa kita tengok, khususnya di ibu kota Jakarta. Ada tempat-tempat yang khusus disediakan sebagai ajang hiburan semata, dan ada juga tempat untuk refleksi diri, siraman rohani sekaligus meningkatkan kembali ketakwaan kepada Illahi.
Jarak kedua jenis tempat ini nyaris berdekatan. Bisa disaksikan mana orang-orang yang terlalu mengagungkan sebuah malam yang mereka anggap spesial, dan orang-orang yang memang ingin memperbaiki diri, introspeksi dan berdoa untuk kebaikan di tahun yang baru.
Saya tidak menyalahkan euforia yang menyebabkan banyaknya orang panen berjualan beraneka macam makanan, atau benda maupun atribut perayaan tahun baru. Mereka memiliki rezeki halal yang bisa diperoleh atas usahanya sendiri.
Barangkali itu sisi positif, sedangkan porsi negatifnya dari perayaan tahun baru justru jauh lebih besar. Sebagian mungkin memilih untuk diam di rumah, tidur walau terusik 'wajar' dengan ledakan petasan di angkasa.
Saya lebih memilih diam di rumah. Lebih baik menghabiskan waktu untuk bermain game PC, tanpa mengganggu waktu istirahat orang lain. Terkadang, diisi juga dengan membaca dan memahami isi kitab suci, Al-Quran. Kemudian tidur tanpa perlu menanti manusia-manusia menghitung mundur hingga waktu menunjukkan pukul 00.00.
Dalam sebuah ceramah hari Jumat terakhir di akhir Desember 2013, di aula mushola seberang kantor di Jakarta, saya mungkin beruntung dapat mendengarkan tausiyah dari ustadz yang saya belum tahu namanya. Hari itu merupakan ceramah beliau yang kedua (kalau tidak salah) yang saya simak, dan masih dengan gayanya yang berapi-api, menyentil dengan berani, dan tidak jarang membuat jamaah tersenyum tanpa terkantuk.
Sekiranya itulah penilaian yang saya rasakan pada saat itu. Dalam ceramahnya yang paling saya ingat, dengan gaya bicaranya yang tegas, ustadz berkopyah yang sangat memperhatikan intonasi ini mengambil tema ceramah seputar jelang perayaan tahun baru 2014.
Ia secara gamblang mengungkap akan ada orang-orang 'bego' nanti yang seolah baru belajar berhitung mundur dari 10 sampai dengan 0. Dalam ceramahnya, ia mengungkap seharusnya yang perlu dihitung itu ialah seberapa banyak dosa yang telah kita perbuat selama ini, bukannya menghitung detik dari 10 sampai 0.
Khotib juga mengatakan realita yang bisa terjadi di malam perayaan tahun baru ialah uang yang dihambur-hamburkan hanya untuk kesenangan duniawi, perbuatan zina serta aneka maksiat lainnya. Mestinya, umat muslim harus memaknai pergantian tahun dengan memperbanyak istigfar, karena di mana-mana bertambahnya 'usia', justru kematian yang semakin dekat.
Perayaan tahun baru yang diisi dengan hura-hura dan kemaksiatan, barangkali melahirkan sebuah teguran dari-Nya. Seperti yang terjadi Januari tahun lalu ialah munculnya bencama alam banjir di ibu kota. Jepretan foto secara jelas menampakkan situasi kawasan di bundaran HI, Jakarta pada saat malam tahun baru serta foto di tempat yang sama, dengan kondisi banjir.
Dalam sebuah pemberitaan, yang diposting oleh salah satu media Online di Jakarta tempat saya bekerja, Forum Umat Islam (FUI) meramalkan peristiwa banjir besar serupa akan muncul di awal tahun ini.
Apa yang akan kau lakukan di 2014 ini kawan? Kata-kata sentilan dari motivator kondang, entah ini benar atau editan photoshop, menyebut Resolusi 2014 itu hal yang biasa. Mau tau yang luar biasa? Resepsi nikah. Semoga, sesegera mungkin.
*****
Ilustrasi (Foto: Dakwatuna)
Bertambah tua kalender masehi menjadi 2014. Apa harapan engkau di tahun ini kawan? Apa mimpi yang belum tercapai dan cita-cita yang tertunda di tahun sebelumnya?
Tidak perlulah membesar-besarkan perayaan seperti yang terjadi beberapa hari lalu. Sebab, selain itu mencerminkan jiwa yang 'dangkal iman', juga perayaan tahun baru sarat akan aktivitas kemaksiatan, kemubaziran dan kerugian.
Bisa kita tengok, khususnya di ibu kota Jakarta. Ada tempat-tempat yang khusus disediakan sebagai ajang hiburan semata, dan ada juga tempat untuk refleksi diri, siraman rohani sekaligus meningkatkan kembali ketakwaan kepada Illahi.
Jarak kedua jenis tempat ini nyaris berdekatan. Bisa disaksikan mana orang-orang yang terlalu mengagungkan sebuah malam yang mereka anggap spesial, dan orang-orang yang memang ingin memperbaiki diri, introspeksi dan berdoa untuk kebaikan di tahun yang baru.
Saya tidak menyalahkan euforia yang menyebabkan banyaknya orang panen berjualan beraneka macam makanan, atau benda maupun atribut perayaan tahun baru. Mereka memiliki rezeki halal yang bisa diperoleh atas usahanya sendiri.
Barangkali itu sisi positif, sedangkan porsi negatifnya dari perayaan tahun baru justru jauh lebih besar. Sebagian mungkin memilih untuk diam di rumah, tidur walau terusik 'wajar' dengan ledakan petasan di angkasa.
Saya lebih memilih diam di rumah. Lebih baik menghabiskan waktu untuk bermain game PC, tanpa mengganggu waktu istirahat orang lain. Terkadang, diisi juga dengan membaca dan memahami isi kitab suci, Al-Quran. Kemudian tidur tanpa perlu menanti manusia-manusia menghitung mundur hingga waktu menunjukkan pukul 00.00.
Dalam sebuah ceramah hari Jumat terakhir di akhir Desember 2013, di aula mushola seberang kantor di Jakarta, saya mungkin beruntung dapat mendengarkan tausiyah dari ustadz yang saya belum tahu namanya. Hari itu merupakan ceramah beliau yang kedua (kalau tidak salah) yang saya simak, dan masih dengan gayanya yang berapi-api, menyentil dengan berani, dan tidak jarang membuat jamaah tersenyum tanpa terkantuk.
Sekiranya itulah penilaian yang saya rasakan pada saat itu. Dalam ceramahnya yang paling saya ingat, dengan gaya bicaranya yang tegas, ustadz berkopyah yang sangat memperhatikan intonasi ini mengambil tema ceramah seputar jelang perayaan tahun baru 2014.
Ia secara gamblang mengungkap akan ada orang-orang 'bego' nanti yang seolah baru belajar berhitung mundur dari 10 sampai dengan 0. Dalam ceramahnya, ia mengungkap seharusnya yang perlu dihitung itu ialah seberapa banyak dosa yang telah kita perbuat selama ini, bukannya menghitung detik dari 10 sampai 0.
Khotib juga mengatakan realita yang bisa terjadi di malam perayaan tahun baru ialah uang yang dihambur-hamburkan hanya untuk kesenangan duniawi, perbuatan zina serta aneka maksiat lainnya. Mestinya, umat muslim harus memaknai pergantian tahun dengan memperbanyak istigfar, karena di mana-mana bertambahnya 'usia', justru kematian yang semakin dekat.
Perayaan tahun baru yang diisi dengan hura-hura dan kemaksiatan, barangkali melahirkan sebuah teguran dari-Nya. Seperti yang terjadi Januari tahun lalu ialah munculnya bencama alam banjir di ibu kota. Jepretan foto secara jelas menampakkan situasi kawasan di bundaran HI, Jakarta pada saat malam tahun baru serta foto di tempat yang sama, dengan kondisi banjir.
Dalam sebuah pemberitaan, yang diposting oleh salah satu media Online di Jakarta tempat saya bekerja, Forum Umat Islam (FUI) meramalkan peristiwa banjir besar serupa akan muncul di awal tahun ini.
Apa yang akan kau lakukan di 2014 ini kawan? Kata-kata sentilan dari motivator kondang, entah ini benar atau editan photoshop, menyebut Resolusi 2014 itu hal yang biasa. Mau tau yang luar biasa? Resepsi nikah. Semoga, sesegera mungkin.
*****
Ilustrasi (Foto: Dakwatuna)
Comments
Post a Comment