Kurang lengkap rasanya kalau tidak mengetik panjang lebar, menuangkan sesuatu yang ingin dituang serta berbagi cerita. Yah, blog barangkali memang tidak berbeda jauh dengan sebuah diary. Mungkin bisa dikatakan demikian.
Masih dalam suasana awal tahun baru, banyak yang berkata, "apa resolusi mu di tahun 2014?". Pada awal saya mendengar kata resolusi, saya belum begitu memahami arti resolusi tersebut. Rupanya resolusi itu bukan cuma penyebutan dalam dunia produk teknologi semisal layar resolusi 1280 x 720 piksel atau resolusi layar monitor atau TV full high definition.
Resolusi yang dimaksud ialah cita-cita atau target yang ingin diwujudkan di tahun ini. Sebagian mungkin bingung menentukan apa resolusi di tahun baru ini. Sebagian lainnya sudah menargetkan apa-apa yang ingin dicapai di tahun ini.
Poster provokatif, ya, saya menyebutnya demikian, karena komposisi kalimat ditambah dengan latar belakang sosok motivator terkemuka dalam tayangan Golden Ways itu begitu menggelitik. Dalam poster atau gambar tersebut, resolusi memiliki nilai 'wah' yang dianggap rendah ketimbang resepsi.
Ah, mungkin itu cuma ditujukan untuk mereka yang masih single. Barangkali si pembuatnya juga orang yang sedang menargetkan resepsi di tahun ini. Hmm, bisa jadi.
Berada di awal tahun seolah kita sedang membuka lembaran baru. Seperti baru punya 'album kehidupan baru' yang masih kosong, yang akan diisi setiap harinya, terus hingga bertemu penghujung tahun lagi.
Tahukah engkau kawan, waktu tak pernah dapat direkayasa, diputar kembali atau bergerak mundur atau dipercepat. Waktu seperti roda yang bergerak dengan kecepatan konstan. Hingga kelak Sang Maha Kuasa yang menentukan apabila waktu itu telah 'habis'.
Waktu terus bergulir, manusia bisa menua, semakin lemah, tak berdaya. Ingat lima perkara sebelum datang lima perkara. Salah satunya, sehat sebelum sakit dan hidup sebelum mati.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana kematian itu tidak mengenal waktu, enggak perduli seseorang tersebut masih berusia produktif atau sudah lansia, enggak perduli dia itu punya jabatan kekuasaan atau orang yang bahkan tidak memiliki pekerjaan. Kematian adalah pasti.
Saya mungkin orang yang peka dalam berpikir tentang waktu. Seperti senang mengomparasikan antara tanggal sebelum dan tanggal pascakejadian. Khususnya yang baru-baru ini terjadi, kematian salah satu vokalis Edcoustic, yang biasa disapa Kang Aden.
Mengapa saya begitu menaruh perhatian pada sosok alm. Kang Aden, selain karya-karya lagu ciptaannya yang menginspirasi, penuh nilai rohani dan muhasabah diri, saya secara langsung pernah bertemu dengan kang Aden di sebuah acara Syakaa Ramadhan Fair, awal Juli 2013.
Saya sengaja datang sendiri, tanpa teman satupun, kebetulan sahabat seperjuangan tidak bisa hadir pada acara bertema Islami yang menghadirkan bintang tamu nasyeed Edcoustic itu. Seperti yang pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya mengenai perform Edcoustic di Masjid Raya Bogor.
Saya juga bisa mengerti bagaimana perasaan Kang Eggie, rekan satu grup Edcoustic yang kehilangan vokalis yang barangkali menjadi ujung tombak dari perjuangan Edcoustic selama ini. Baru saja karya terbaru dengan judul 'Kau Ditakdirkan Untukku' rilis pada pertengahan Juli 2013, di saat masih dalam puncak popularitas dan kebangkitan grup mulai tampak, ternyata Allah lebih memilih yang terbaik untuk Kang Aden melalui penyakit yang dideritanya.
Satu hal yang saya ingat, usai perform dan masuk shalat Maghrib di masjid terbesar di Bogor itu, saya melihat kang Aden, walau tak sampai bertegur sapa. Kita sama-sama shalat walau berbeda saf.
"Dan, usai acara, kami shalat maghrib di dalam Masjid Raya Bogor. Terlihat kang Aden sedang bangun shalat (masbuk) usai Imam mengucap salam, entah di mana kang Eggie yang sebelumnya terlihat sedang menyingsingkan celananya hendak wudhu," tulis cerita pada tulisan saya sebelumnya yang saya posting Juli 2013.
Saat itu, Juli 2013 Kang Aden masih tampak sehat, bugar. Kini? Meninggalnya di penghujung tahun baru (Desember 2013) benar-benar sesuatu yang tidak terduga. Ya, hanya berselang sekira lima bulan.
Apa pelajaran yang bisa diambil? saya menjadi peka mengenai komparasi waktu sebelum dan pascakejadian. Sehat sebelum sakit maupun hidup sebelum mati. Beberapa bulan lalu terlihat masih bisa bercengkrama, sekarang sudah terbujur kaku tak berdaya. Semoga almarhum ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya, begitu juga dengan kita semua kelak, aamiin.
Kabar Undangan Menikah
Masih dalam peka tentang waktu. Saya juga melihat banyak yang sudah menikah, baik teman, tetangga, atau mungkin orang yang saya tahu melalui Facebook (walau mungkin dia enggak tahu atau belum kenal). Ada juga kenalan yang jadi kenal karena lebih akrab di dunia maya, sekalinya ketemu, pertama kalinya ketemu pada saat resepsi pernikahannya.
Ada juga seorang teman, mahasiswi yang dulu satu almamater, memang dulu belum kenal atau akrab, tetapi 'perasaan' baru pengen kenalan lebih dekat muncul setelah lulus. Rupanya sudah memiliki calon, dan masih bersama calonnya hingga saat ini. Tiba-tiba dia bertanya melalui pesan singkat BB tentang nama panjang atau nama lengkap. Ya, undangan pernikahannya akan segera dikirim untuk saya.
Ada lagi pernikahan seorang teman yang saya memang tidak mengetahui bahwa ia benar-benar sudah menikah pada pertengahan tahun lalu. Tidak perlu disebut bahwa dulu dia dijuluki 'bidadari turun dari becak' (yah akhirnya kesebut juga). Sosok yang dianggap rupawan belum tentu memiliki perangai yang baik, atau bahkan enggak memiliki keinginan untuk dekat dengan kita, walau kita mungkin sudah berjuang sekeras apapun.
Itulah yang membuat saya enggan 'berlebihan' dalam mengekspresikan sesuatu yang sifatnya afeksi. Walau mungkin pernah dianggap salah paham karena tidak memiliki 'effort' yang tinggi ketika menjalin hubungan. Dan, Allah yang membukakan pintu serta menunjukkan jalan terbaik agar jangan sampai salah jalur, baik dalam 'memilih' maupun 'cara' yang ditempuh untuk mendeklarasikan ikatan suci itu.
Selamat menempuh hidup baru. Saya memang peka terhadap waktu. Tidak perlu mengeluh, "andaikan dia belum menikah, andaikan dia belum memiliki calon, andaikan saya bekerja di tempat itu, andaikan saya memiliki kendaraan itu", andaikan itu.. andaikan ini.. Terlalu banyak andai yang menjurus pada satu kata penyesalan, tidak! sama sekali tidak.
Yang ingin saya sampaikan, ketahuilah bahwa waktu itu teramat penting untuk diisi dengan berbagai hal yang bermanfaat, sebelum datang lima perkara. Biarkan pada suatu masa yang telah lalu kondisi sedang begitu, jangan pernah berkeluh "kok gue enggak lakukan begini atau begitu". Bukan seperti itu, waktu berjalan ke depan, menataplah ke depan, mulailah dengan lembaran baru dan isi dengan hal-hal kebaikan serta berguna untuk masa depan.
Saya hanya ingin menjalani apa yang terbaik. Melihat ke depan secara visioner, dan tetap berpegang teguh terhadap keimanan dan berusaha istiqomah. Insya Allah, ada harapan, ada jalan, dari yang saat ini coba diusahakan, apapun itu. Semoga Allah meridhai.
*****
Foto Poster: Nge-save dari FB teman
Foto Edcoustic: Dok. Pribadi
Masih dalam suasana awal tahun baru, banyak yang berkata, "apa resolusi mu di tahun 2014?". Pada awal saya mendengar kata resolusi, saya belum begitu memahami arti resolusi tersebut. Rupanya resolusi itu bukan cuma penyebutan dalam dunia produk teknologi semisal layar resolusi 1280 x 720 piksel atau resolusi layar monitor atau TV full high definition.
Resolusi yang dimaksud ialah cita-cita atau target yang ingin diwujudkan di tahun ini. Sebagian mungkin bingung menentukan apa resolusi di tahun baru ini. Sebagian lainnya sudah menargetkan apa-apa yang ingin dicapai di tahun ini.
Poster provokatif, ya, saya menyebutnya demikian, karena komposisi kalimat ditambah dengan latar belakang sosok motivator terkemuka dalam tayangan Golden Ways itu begitu menggelitik. Dalam poster atau gambar tersebut, resolusi memiliki nilai 'wah' yang dianggap rendah ketimbang resepsi.
Ah, mungkin itu cuma ditujukan untuk mereka yang masih single. Barangkali si pembuatnya juga orang yang sedang menargetkan resepsi di tahun ini. Hmm, bisa jadi.
Berada di awal tahun seolah kita sedang membuka lembaran baru. Seperti baru punya 'album kehidupan baru' yang masih kosong, yang akan diisi setiap harinya, terus hingga bertemu penghujung tahun lagi.
Tahukah engkau kawan, waktu tak pernah dapat direkayasa, diputar kembali atau bergerak mundur atau dipercepat. Waktu seperti roda yang bergerak dengan kecepatan konstan. Hingga kelak Sang Maha Kuasa yang menentukan apabila waktu itu telah 'habis'.
Waktu terus bergulir, manusia bisa menua, semakin lemah, tak berdaya. Ingat lima perkara sebelum datang lima perkara. Salah satunya, sehat sebelum sakit dan hidup sebelum mati.
Saya menyaksikan sendiri bagaimana kematian itu tidak mengenal waktu, enggak perduli seseorang tersebut masih berusia produktif atau sudah lansia, enggak perduli dia itu punya jabatan kekuasaan atau orang yang bahkan tidak memiliki pekerjaan. Kematian adalah pasti.
Saya mungkin orang yang peka dalam berpikir tentang waktu. Seperti senang mengomparasikan antara tanggal sebelum dan tanggal pascakejadian. Khususnya yang baru-baru ini terjadi, kematian salah satu vokalis Edcoustic, yang biasa disapa Kang Aden.
Mengapa saya begitu menaruh perhatian pada sosok alm. Kang Aden, selain karya-karya lagu ciptaannya yang menginspirasi, penuh nilai rohani dan muhasabah diri, saya secara langsung pernah bertemu dengan kang Aden di sebuah acara Syakaa Ramadhan Fair, awal Juli 2013.
Saya sengaja datang sendiri, tanpa teman satupun, kebetulan sahabat seperjuangan tidak bisa hadir pada acara bertema Islami yang menghadirkan bintang tamu nasyeed Edcoustic itu. Seperti yang pernah saya ceritakan di tulisan sebelumnya mengenai perform Edcoustic di Masjid Raya Bogor.
Saya juga bisa mengerti bagaimana perasaan Kang Eggie, rekan satu grup Edcoustic yang kehilangan vokalis yang barangkali menjadi ujung tombak dari perjuangan Edcoustic selama ini. Baru saja karya terbaru dengan judul 'Kau Ditakdirkan Untukku' rilis pada pertengahan Juli 2013, di saat masih dalam puncak popularitas dan kebangkitan grup mulai tampak, ternyata Allah lebih memilih yang terbaik untuk Kang Aden melalui penyakit yang dideritanya.
Satu hal yang saya ingat, usai perform dan masuk shalat Maghrib di masjid terbesar di Bogor itu, saya melihat kang Aden, walau tak sampai bertegur sapa. Kita sama-sama shalat walau berbeda saf.
"Dan, usai acara, kami shalat maghrib di dalam Masjid Raya Bogor. Terlihat kang Aden sedang bangun shalat (masbuk) usai Imam mengucap salam, entah di mana kang Eggie yang sebelumnya terlihat sedang menyingsingkan celananya hendak wudhu," tulis cerita pada tulisan saya sebelumnya yang saya posting Juli 2013.
Saat itu, Juli 2013 Kang Aden masih tampak sehat, bugar. Kini? Meninggalnya di penghujung tahun baru (Desember 2013) benar-benar sesuatu yang tidak terduga. Ya, hanya berselang sekira lima bulan.
Apa pelajaran yang bisa diambil? saya menjadi peka mengenai komparasi waktu sebelum dan pascakejadian. Sehat sebelum sakit maupun hidup sebelum mati. Beberapa bulan lalu terlihat masih bisa bercengkrama, sekarang sudah terbujur kaku tak berdaya. Semoga almarhum ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya, begitu juga dengan kita semua kelak, aamiin.
Kabar Undangan Menikah
Masih dalam peka tentang waktu. Saya juga melihat banyak yang sudah menikah, baik teman, tetangga, atau mungkin orang yang saya tahu melalui Facebook (walau mungkin dia enggak tahu atau belum kenal). Ada juga kenalan yang jadi kenal karena lebih akrab di dunia maya, sekalinya ketemu, pertama kalinya ketemu pada saat resepsi pernikahannya.
Ada juga seorang teman, mahasiswi yang dulu satu almamater, memang dulu belum kenal atau akrab, tetapi 'perasaan' baru pengen kenalan lebih dekat muncul setelah lulus. Rupanya sudah memiliki calon, dan masih bersama calonnya hingga saat ini. Tiba-tiba dia bertanya melalui pesan singkat BB tentang nama panjang atau nama lengkap. Ya, undangan pernikahannya akan segera dikirim untuk saya.
Ada lagi pernikahan seorang teman yang saya memang tidak mengetahui bahwa ia benar-benar sudah menikah pada pertengahan tahun lalu. Tidak perlu disebut bahwa dulu dia dijuluki 'bidadari turun dari becak' (yah akhirnya kesebut juga). Sosok yang dianggap rupawan belum tentu memiliki perangai yang baik, atau bahkan enggak memiliki keinginan untuk dekat dengan kita, walau kita mungkin sudah berjuang sekeras apapun.
Itulah yang membuat saya enggan 'berlebihan' dalam mengekspresikan sesuatu yang sifatnya afeksi. Walau mungkin pernah dianggap salah paham karena tidak memiliki 'effort' yang tinggi ketika menjalin hubungan. Dan, Allah yang membukakan pintu serta menunjukkan jalan terbaik agar jangan sampai salah jalur, baik dalam 'memilih' maupun 'cara' yang ditempuh untuk mendeklarasikan ikatan suci itu.
Selamat menempuh hidup baru. Saya memang peka terhadap waktu. Tidak perlu mengeluh, "andaikan dia belum menikah, andaikan dia belum memiliki calon, andaikan saya bekerja di tempat itu, andaikan saya memiliki kendaraan itu", andaikan itu.. andaikan ini.. Terlalu banyak andai yang menjurus pada satu kata penyesalan, tidak! sama sekali tidak.
Yang ingin saya sampaikan, ketahuilah bahwa waktu itu teramat penting untuk diisi dengan berbagai hal yang bermanfaat, sebelum datang lima perkara. Biarkan pada suatu masa yang telah lalu kondisi sedang begitu, jangan pernah berkeluh "kok gue enggak lakukan begini atau begitu". Bukan seperti itu, waktu berjalan ke depan, menataplah ke depan, mulailah dengan lembaran baru dan isi dengan hal-hal kebaikan serta berguna untuk masa depan.
Saya hanya ingin menjalani apa yang terbaik. Melihat ke depan secara visioner, dan tetap berpegang teguh terhadap keimanan dan berusaha istiqomah. Insya Allah, ada harapan, ada jalan, dari yang saat ini coba diusahakan, apapun itu. Semoga Allah meridhai.
*****
Foto Poster: Nge-save dari FB teman
Foto Edcoustic: Dok. Pribadi
Comments
Post a Comment