Antara malu dengan canggung melahirkan sediki gugup, kesemuanya berkolaborasi ria menjadikan si empunya perasaan tersebut sedikit berpikir berkali-kali untuk menemui, meski hanya sekedar menyapa.
Dalam kondisi terombang-ambing seperti itu, cuma akal sehat dan sikap pura-pura 'cool' yang tampak lebih mudah muncul, karena memang biasanya sudah terlatih. Walau kenyataannya di lapangan, lebih banyak diam daripada bertanya, atau lebih memilih untuk menunggu kiriman pertanyaan dari lisan lawan bicara.
Ada hikmah dibalik setiap peristiwa, dan inilah kenyataan apa adanya. Sesungguhnya bukan maksud hati untuk 'curhat colongan', tetapi hasrat untuk menulis tiba-tiba datang untuk menuangkan segala hal yang sulit dipaparkan dengan lisan.
Teruntuk seorang teman yang dahulu pernah satu sekolah, satu kelas, 'ALP' beserta Suami, semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Senang rasanya melihat banyak yang menyempurnakan separuh dien-nya. Tidak cuma satu atau dua akad nikah yang dilangsungkan di beberapa tempat dalam hari yang sama, namun seolah ada musim-musimnya, tentunya jumlahnya banyak bila dihitung per kota atau kabupaten.
Adanya pernikahan, tidak hanya mendatangkan kebahagiaan bagi dua mempelai, tetapi juga momen bertemunya kawan-kawan lama. Maka, secara tidak langsung menghadirkan reuni kecil-kecilan. Pangling melihat mereka yang sudah berbeda lebih dari satu dekade lalu. Terutama yang telah memutuskan untuk berhijab, ya, mereka yang sudah berhijab.
Apalagi bertemu dengan seseorang yang sudah tidak asing lagi. Seseorang yang dulu sempat 'mampir' dalam relung khusus, walau sepertinya tidak ada lagi energi atau semangat untuk memulai 'percakapan'. Sebab, beribu cara manusia bisa menjemput jodohnya, sebagian berusaha sekeras mungkin, sebagian lainnya lebih menggunakan cara-cara sederhana.
Beda orang, beda pula metode dan cara pendekatan. Beda orang, beda pula cara dia berkomunikasi serta beda pula reaksi atau umpan balik dari sebuah interaksi.
Tidak menyesal sedikitpun dari segala apa yang telah diupayakan. Tidak pernah kecewa dari segala sikap atau respon apapun yang dialamatkan pada seseorang yang nyatanya mungkin memendam rasa jatuh jati.
Merasa sudah kehilangan energi untuk 'bergerak'. 'Terlalu indah untuk dimiliki' mungkin ungkapan basi bagi para penganut ideologi pengecut. Tapi bukan itu sifat yang dimaksud, tetapi lebih kepada merasa pupusnya 'bunga' sebelum berkembang. Maka, sekiranya tidak perlu dilanjutkan lagi.
Banyak jalan menuju Roma, banyak juga cara atau upaya dalam menunjukkan perwujudan aksi dari afeksi ketertarikan. Namun, bila dentuman umpan balik tanda-tanda 'penolakan' sudah ditelan, maka sudah saatnya menutup rapat-rapat pintu harapan.
Akibat tanda tersebut, siapa sangka pria pun mampu terlarut dalam tangisan pada sebuah malam, yang hanya disaksikan oleh Sang Maha Melihat dan dinding serta langit-langit kamar. Menjadi nikmat saat semua keluh dan segala hal unek-unek dirajut menjadi do'a kepada Sang Khaliq.
Sebagai peringatan, berbahaya berspekulasi pada harapan melangit, apabila jatuh hanya menjadi puing-puing berserakannya mimpi yang sebelumnya hendak dibangun. Jangan lagi berbicara alasan jatuh hati karena si perempuan sudah mengenakan hijab atau berkerudung dengan rapi, jangan lagi berandai-andai begini atau begitu, serta jangan lagi terlarut dalam kesedihan.
Hanya yang bersangkutan, yang mungkin memiliki kunci pintu harapan itu. Namun, terlalu sia-sia untuk terus menunggu kembali, yang dikhawatirkan hanya akan menjadi kebalikan dari ungkapan 'Pucuk dicinta, ulam pun tiba'.
Maaf bila pesan singkat melalui perangkat telefon genggam besutan vendor asal Kanada yang dikirim dari penulis sempat mengganggu. Maaf bila ada kesalahan ucap atau sikap keliru yang pernah dilakukan. Maaf bila dianggap aneh, karena tak ingin penulis menodai izzah atau kehormatan dengan cara sentuhan berjabat tangan.
Hanya dari sisi 'ruang' penulis semuanya benar-benar terjadi, terasa. Tidak tahu bagaimana yang di sana apakah merasakan hal yang sama? Mungkin ada semacam gap, di mana kesenjangan itu tampak secara sepihak dipelihara agar tidak banyak terjalin komunikasi. Dan, keputusan itu tentu bisa dimengerti dan dimaklumi. Karena, sadar akan hati yang dituju itu telah dimiliki oleh yang lain.
Pasti ada hikmah dari segala peristiwa. Berpikir besar, ciptakan harapan baru lebih bernada masa depan cerah dibandingkan mengurung diri dalam ketidakpastian. Justru dengan ini, semakin menundukkan hati dan jiwa untuk bisa terus mengingat-Nya, takut akan siksa-Nya, meneguhkan iman, introspeksi dan percaya akan ketetapan Allah SWT, termasuk urusan rezeki, barangkali jodoh termasuk di dalamnya.
Terima kasih menjadi alasan mengapa penulis ingin menggunakan smartphone BlackBerry. Terima kasih atas senyumannya di sebuah tempat yang suci dan indah, Masjid Andalusia, Sentul Bogor.
*****
Souvenir kondangan :p (Foto: Dok. Pribadi)
Dalam kondisi terombang-ambing seperti itu, cuma akal sehat dan sikap pura-pura 'cool' yang tampak lebih mudah muncul, karena memang biasanya sudah terlatih. Walau kenyataannya di lapangan, lebih banyak diam daripada bertanya, atau lebih memilih untuk menunggu kiriman pertanyaan dari lisan lawan bicara.
Ada hikmah dibalik setiap peristiwa, dan inilah kenyataan apa adanya. Sesungguhnya bukan maksud hati untuk 'curhat colongan', tetapi hasrat untuk menulis tiba-tiba datang untuk menuangkan segala hal yang sulit dipaparkan dengan lisan.
Teruntuk seorang teman yang dahulu pernah satu sekolah, satu kelas, 'ALP' beserta Suami, semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah. Senang rasanya melihat banyak yang menyempurnakan separuh dien-nya. Tidak cuma satu atau dua akad nikah yang dilangsungkan di beberapa tempat dalam hari yang sama, namun seolah ada musim-musimnya, tentunya jumlahnya banyak bila dihitung per kota atau kabupaten.
Adanya pernikahan, tidak hanya mendatangkan kebahagiaan bagi dua mempelai, tetapi juga momen bertemunya kawan-kawan lama. Maka, secara tidak langsung menghadirkan reuni kecil-kecilan. Pangling melihat mereka yang sudah berbeda lebih dari satu dekade lalu. Terutama yang telah memutuskan untuk berhijab, ya, mereka yang sudah berhijab.
Apalagi bertemu dengan seseorang yang sudah tidak asing lagi. Seseorang yang dulu sempat 'mampir' dalam relung khusus, walau sepertinya tidak ada lagi energi atau semangat untuk memulai 'percakapan'. Sebab, beribu cara manusia bisa menjemput jodohnya, sebagian berusaha sekeras mungkin, sebagian lainnya lebih menggunakan cara-cara sederhana.
Beda orang, beda pula metode dan cara pendekatan. Beda orang, beda pula cara dia berkomunikasi serta beda pula reaksi atau umpan balik dari sebuah interaksi.
Tidak menyesal sedikitpun dari segala apa yang telah diupayakan. Tidak pernah kecewa dari segala sikap atau respon apapun yang dialamatkan pada seseorang yang nyatanya mungkin memendam rasa jatuh jati.
Merasa sudah kehilangan energi untuk 'bergerak'. 'Terlalu indah untuk dimiliki' mungkin ungkapan basi bagi para penganut ideologi pengecut. Tapi bukan itu sifat yang dimaksud, tetapi lebih kepada merasa pupusnya 'bunga' sebelum berkembang. Maka, sekiranya tidak perlu dilanjutkan lagi.
Banyak jalan menuju Roma, banyak juga cara atau upaya dalam menunjukkan perwujudan aksi dari afeksi ketertarikan. Namun, bila dentuman umpan balik tanda-tanda 'penolakan' sudah ditelan, maka sudah saatnya menutup rapat-rapat pintu harapan.
Akibat tanda tersebut, siapa sangka pria pun mampu terlarut dalam tangisan pada sebuah malam, yang hanya disaksikan oleh Sang Maha Melihat dan dinding serta langit-langit kamar. Menjadi nikmat saat semua keluh dan segala hal unek-unek dirajut menjadi do'a kepada Sang Khaliq.
Sebagai peringatan, berbahaya berspekulasi pada harapan melangit, apabila jatuh hanya menjadi puing-puing berserakannya mimpi yang sebelumnya hendak dibangun. Jangan lagi berbicara alasan jatuh hati karena si perempuan sudah mengenakan hijab atau berkerudung dengan rapi, jangan lagi berandai-andai begini atau begitu, serta jangan lagi terlarut dalam kesedihan.
Hanya yang bersangkutan, yang mungkin memiliki kunci pintu harapan itu. Namun, terlalu sia-sia untuk terus menunggu kembali, yang dikhawatirkan hanya akan menjadi kebalikan dari ungkapan 'Pucuk dicinta, ulam pun tiba'.
Maaf bila pesan singkat melalui perangkat telefon genggam besutan vendor asal Kanada yang dikirim dari penulis sempat mengganggu. Maaf bila ada kesalahan ucap atau sikap keliru yang pernah dilakukan. Maaf bila dianggap aneh, karena tak ingin penulis menodai izzah atau kehormatan dengan cara sentuhan berjabat tangan.
Hanya dari sisi 'ruang' penulis semuanya benar-benar terjadi, terasa. Tidak tahu bagaimana yang di sana apakah merasakan hal yang sama? Mungkin ada semacam gap, di mana kesenjangan itu tampak secara sepihak dipelihara agar tidak banyak terjalin komunikasi. Dan, keputusan itu tentu bisa dimengerti dan dimaklumi. Karena, sadar akan hati yang dituju itu telah dimiliki oleh yang lain.
Pasti ada hikmah dari segala peristiwa. Berpikir besar, ciptakan harapan baru lebih bernada masa depan cerah dibandingkan mengurung diri dalam ketidakpastian. Justru dengan ini, semakin menundukkan hati dan jiwa untuk bisa terus mengingat-Nya, takut akan siksa-Nya, meneguhkan iman, introspeksi dan percaya akan ketetapan Allah SWT, termasuk urusan rezeki, barangkali jodoh termasuk di dalamnya.
Terima kasih menjadi alasan mengapa penulis ingin menggunakan smartphone BlackBerry. Terima kasih atas senyumannya di sebuah tempat yang suci dan indah, Masjid Andalusia, Sentul Bogor.
*****
Souvenir kondangan :p (Foto: Dok. Pribadi)
Comments
Post a Comment