Akhir-akhir ini sering sekali terbesit kata resign. Resign itu bahasa Inggris. Kalau dalam bahasa Indonesia artinya 'mengundurkan diri'. Kenapa harus resign? mungkin beribu macam alasan, mulai dari yang klasik sampai sepele, namun hal tersebut bisa dikatakan sebuah langkah berani, di mana perhitungan serta rencana berikutnya adalah jelas.
Resign umum digunakan dalam konteks pekerjaan, gawean yang sebelumnya telah terikat kontrak kerja di awal. Jangan sampai memaknai resign malah menjadi bumerang bagi kehidupan diri sendiri. Sebab, ketika resign, maka langkah selanjutnya ialah menapaki jenis pekerjaan baru dan bertemu lingkungan baru atau mungkin tertarik untuk mencoba berwirausaha. Syukur-syukur, biasanya sebelum memutuskan resign, seseorang telah lebih dulu diterima di salah satu perusahaan yang diinginkannya.
Terlalu dini berkata resign, bilamana masih ada celah untuk bertahan. Menjadikan kerumitan yang ada, agar bisa dihadapi secara adaptif serta fleksibel. Sesungguhnya, tidak ada 100 persen kerjaan yang selalu enak-enak terus. Sekalipun aktivitas pekerjaan bisa diakali, dibuat strategi, tetapi yang namanya tantangan, sesuatu yang datang secara tiba-tiba, instruksi dadakan dari atasan di hari itu, mengharuskan pekerja untuk selalu siap dan sigap.
Di mana pun, tampaknya tidak akan ditemukan sebuah kenyamanan 100 persen dalam bekerja. Berbicara hal pendorong dan penahan seseorang untuk berkata 'resign', maka di setiap perusahaan bisa ditemukan plus dan minusnya sebuah pekerjaan. Soal gaji misalnya, mungkin bagi mereka yang baru lulus kuliah dan siap terjun ke dunia kerja, maka gaji boleh jadi di nomer sekiankan. Utamanya, mereka bisa menggali pengalaman dan relasi terlebih dahulu.
Akan tetapi, lain ceritanya bagi mereka yang sudah cukup lama mengenyam suatu bidang pekerjaan di perusahaan. Maka, pilihan bisa muncul, apakah akan terus bertahan di tempat itu atau singgah ke tempat lain yang lebih menjanjikan. Tekanan kerja boleh jadi sebagai suatu alasan seseorang berpikir untuk resign. Akan tetapi, di perusahaan manapun tidak mungkin tidak ada tekanan. Untuk itulah seseorang dibayar atau digaji untuk menyelesaikan apa yang menjadi pekerjaannya.
Lingkungan kantor, terutama sikap atasan boleh jadi bisa berpengaruh terhadap semangat bekerja atau performa karyawan. Namun, itu semua di luar diri sang karyawan. Adanya tekanan dari atasan, beban pekerjaan dan sebagainya pada akhirnya harus diselesaikan mau tidak mau, senang atau tidak senang oleh karyawan. Sebab, karyawan lagi-lagi digaji, diberi upah, dibayar untuk itu.
Maka, memilih jenis pekerjaan yang paling digemari, disukai dan dikuasai merupakan salah satu hal yang utama. Dengan demikian, beban pekerjaan tertentu bisa diatasi dengan ringan, mudah dan tanpa perlu banyak berkeluh kesah.
Berbicara kata resign, rupanya di luar sana, teman-teman kita atau para fresh graduate masih belum juga mendapatkan pekerjaan. Mungkin semua bisa sepakat bahwa rezeki adalah perkara masing-masing, namun keputusan resign seperti strata atau tingkatan lain di luar mereka yang menganggur.
Saat mereka di luar sana masih bersusah payah melamar pekerjaan, berusaha semaksimal mungkin atau berkeinginan untuk bisa melanjutkan kuliah, seorang karyawan di 'kastanya', yang telah memiliki pekerjaan berpikir untuk resign. Terkadang, berpikir realistis bahwa hidup ini memang butuh perjuangan. Akan tetapi, bukan berarti Allah tidak adil terhadap hamba-Nya. Setiap dari mereka telah diberi jalannya masing-masing, dikaruniai otak untuk berpikir kreatif, dianugerahi fisik yang masih prima karena masih muda, serta dibekali ilmu bermanfaat yang dia miliki dari pendidikan terakhirnya.
Hanya saja, segala hal penahan untuk meraih kesuksesan ada saja, seperti rasa malas, masih berpikir untuk kesenangan pribadi, egoisme tinggi. Parahnya, menutup diri dari nasehat baik, bahkan tidak nurut atau patuh dengan orangtua. Boleh jadi, apa yang membuat seseorang masih saja 'berjalan di tempat' ialah karena ia belum sadar, belum introspeksi dan masih berpikir jangka pendek demi mencapai kesenangannya sendiri.
Hal-hal yang berbau egoisme itulah yang harus dibasmi. Belum ada kata terlambat untuk memulai dari saat ini, dari detik ini juga untuk berpikir, berusaha bagaimana menjadi 'orang'. Setidaknya, dengan bekerja, sehingga tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dana dari orangtua. Perlahan tapi pasti diiringi sabar, mengais rezeki 'sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit', kemudian berpikir besar untuk bagaimana menghasilkan sesuatu yang lebih bernilai, bertindak bagaimana cara mendapatkan uang banyak dengan cara halal.
Tidak ada kata terlambat untuk menjadikan hidup lebih baik, baik untuk mereka yang sudah mendapatkan pekerjaan atau belum, selama usaha dan do'a terus konsisten dilakukan dan diiringi sabar. Berpikir visioner dan berencana untuk jangka panjang bisa jadi adalah tanda 'kedewasaan' dan kepribadian seseorang yang matang.
Resign? tidak ada yang salah dalam resign. Dengan catatan, lompatan tersebut adalah untuk mendapatkan sesuatu hal yang lebih baik demi masa depan.
*****
Ilustrasi (Foto: Abrs)
Resign umum digunakan dalam konteks pekerjaan, gawean yang sebelumnya telah terikat kontrak kerja di awal. Jangan sampai memaknai resign malah menjadi bumerang bagi kehidupan diri sendiri. Sebab, ketika resign, maka langkah selanjutnya ialah menapaki jenis pekerjaan baru dan bertemu lingkungan baru atau mungkin tertarik untuk mencoba berwirausaha. Syukur-syukur, biasanya sebelum memutuskan resign, seseorang telah lebih dulu diterima di salah satu perusahaan yang diinginkannya.
Terlalu dini berkata resign, bilamana masih ada celah untuk bertahan. Menjadikan kerumitan yang ada, agar bisa dihadapi secara adaptif serta fleksibel. Sesungguhnya, tidak ada 100 persen kerjaan yang selalu enak-enak terus. Sekalipun aktivitas pekerjaan bisa diakali, dibuat strategi, tetapi yang namanya tantangan, sesuatu yang datang secara tiba-tiba, instruksi dadakan dari atasan di hari itu, mengharuskan pekerja untuk selalu siap dan sigap.
Di mana pun, tampaknya tidak akan ditemukan sebuah kenyamanan 100 persen dalam bekerja. Berbicara hal pendorong dan penahan seseorang untuk berkata 'resign', maka di setiap perusahaan bisa ditemukan plus dan minusnya sebuah pekerjaan. Soal gaji misalnya, mungkin bagi mereka yang baru lulus kuliah dan siap terjun ke dunia kerja, maka gaji boleh jadi di nomer sekiankan. Utamanya, mereka bisa menggali pengalaman dan relasi terlebih dahulu.
Akan tetapi, lain ceritanya bagi mereka yang sudah cukup lama mengenyam suatu bidang pekerjaan di perusahaan. Maka, pilihan bisa muncul, apakah akan terus bertahan di tempat itu atau singgah ke tempat lain yang lebih menjanjikan. Tekanan kerja boleh jadi sebagai suatu alasan seseorang berpikir untuk resign. Akan tetapi, di perusahaan manapun tidak mungkin tidak ada tekanan. Untuk itulah seseorang dibayar atau digaji untuk menyelesaikan apa yang menjadi pekerjaannya.
Lingkungan kantor, terutama sikap atasan boleh jadi bisa berpengaruh terhadap semangat bekerja atau performa karyawan. Namun, itu semua di luar diri sang karyawan. Adanya tekanan dari atasan, beban pekerjaan dan sebagainya pada akhirnya harus diselesaikan mau tidak mau, senang atau tidak senang oleh karyawan. Sebab, karyawan lagi-lagi digaji, diberi upah, dibayar untuk itu.
Maka, memilih jenis pekerjaan yang paling digemari, disukai dan dikuasai merupakan salah satu hal yang utama. Dengan demikian, beban pekerjaan tertentu bisa diatasi dengan ringan, mudah dan tanpa perlu banyak berkeluh kesah.
Berbicara kata resign, rupanya di luar sana, teman-teman kita atau para fresh graduate masih belum juga mendapatkan pekerjaan. Mungkin semua bisa sepakat bahwa rezeki adalah perkara masing-masing, namun keputusan resign seperti strata atau tingkatan lain di luar mereka yang menganggur.
Saat mereka di luar sana masih bersusah payah melamar pekerjaan, berusaha semaksimal mungkin atau berkeinginan untuk bisa melanjutkan kuliah, seorang karyawan di 'kastanya', yang telah memiliki pekerjaan berpikir untuk resign. Terkadang, berpikir realistis bahwa hidup ini memang butuh perjuangan. Akan tetapi, bukan berarti Allah tidak adil terhadap hamba-Nya. Setiap dari mereka telah diberi jalannya masing-masing, dikaruniai otak untuk berpikir kreatif, dianugerahi fisik yang masih prima karena masih muda, serta dibekali ilmu bermanfaat yang dia miliki dari pendidikan terakhirnya.
Hanya saja, segala hal penahan untuk meraih kesuksesan ada saja, seperti rasa malas, masih berpikir untuk kesenangan pribadi, egoisme tinggi. Parahnya, menutup diri dari nasehat baik, bahkan tidak nurut atau patuh dengan orangtua. Boleh jadi, apa yang membuat seseorang masih saja 'berjalan di tempat' ialah karena ia belum sadar, belum introspeksi dan masih berpikir jangka pendek demi mencapai kesenangannya sendiri.
Hal-hal yang berbau egoisme itulah yang harus dibasmi. Belum ada kata terlambat untuk memulai dari saat ini, dari detik ini juga untuk berpikir, berusaha bagaimana menjadi 'orang'. Setidaknya, dengan bekerja, sehingga tidak perlu lagi mengandalkan pasokan dana dari orangtua. Perlahan tapi pasti diiringi sabar, mengais rezeki 'sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit', kemudian berpikir besar untuk bagaimana menghasilkan sesuatu yang lebih bernilai, bertindak bagaimana cara mendapatkan uang banyak dengan cara halal.
Tidak ada kata terlambat untuk menjadikan hidup lebih baik, baik untuk mereka yang sudah mendapatkan pekerjaan atau belum, selama usaha dan do'a terus konsisten dilakukan dan diiringi sabar. Berpikir visioner dan berencana untuk jangka panjang bisa jadi adalah tanda 'kedewasaan' dan kepribadian seseorang yang matang.
Resign? tidak ada yang salah dalam resign. Dengan catatan, lompatan tersebut adalah untuk mendapatkan sesuatu hal yang lebih baik demi masa depan.
*****
Ilustrasi (Foto: Abrs)
Comments
Post a Comment