Apa itu riset yang dimaksud, apa itu afeksi dan sosial sudah dibahas di bagian pertama. Kini dilanjutkan pada bagian yang saling berkaitan, antara kemantapan, PDKT serta kemampuan 'menghidupi' atau telah meraih maisyah.
Khusus untuk poin ketiga, yang ini seyogianya sudah harus dimiliki sebagai bekal. Karena finansial menjadi hal pokok, dalam sebuah pernikahan dan mungkin bisa menjadi pendukung bagi kelangsungan rumah tangga. Sementara kemantapan sifatnya individu. Sehingga, poin ini bisa dipacu prosentase kesiapannya, salah satunya apabila kemampuan ekonomi yang sudah cukup kuat.
Sedangkan untuk PDKT, ini yang menjadi poin ikthiar bagi seseorang laki-laki atau juga perempuan yang memilih untuk mencari jodoh sendiri, dan diberi kebebasan oleh orangtuanya untuk memilih pasangan hidupnya sendiri.
Yang perlu diperhatikan bagi laki-laki atau perempuan untuk mendapatkan jodohnya ialah, setelah niatan yang lurus (ingat, untuk menikah ya, bukan pacaran), pastikan calon masih berstatus single. Si calon atau target tidak berada dalam posisi sedang bertunangan (kalau masih status pacar bisa ditunggu sampai putus, kalau mau, tapi sifatnya 'gambling').
Perhatikan 'kode-kode' alias rambu-rambu PDKT, seperti halnya lampu lalu lintas, hijau untuk jalan, kuning hati-hati dan merah tanda berhenti. Bagi mereka yang sedang PDKT, perhatikan 'lampu lalu lintas' ini. Disarankan mengetahui terlebih dahulu, calon ini masih single atau sudah memiliki calon.
Disarankan untuk PDKT hanya satu individu saja dulu ya, yang diseriusin, lihat perkembangannya. Pastikan setiap gerak-gerik atas jawaban-jawaban kecilnya bisa semakin memantapkan keyakinan untuk lanjut. Mungkin, kurang etis apabila langsung bertanya tentang status single atau tidak. Sebelum diketahui apakah calon masih single atau belum, coba pancing dengan pertanyaan atau interaksi pendukung.
Kalau jawabannya datar, ini 'lampu kuning'. Kalau terlihat nyambung dan berkomunikasi two-way (dua arah), ini bisa pertanda 'lampu hijau'. Kalau terlihat sudah sulit mencari celah obrolan, bahkan terwujudnya komunikasi one-way (satu arah), yang lebih parahnya lagi, bila tidak ditanggapi sama sekali obrolan baik lisan atau pesan teks (tiba-tiba terputus obrolan), ini bisa jadi pertanda 'lampu merah'. Komunikasi one-way tidak bisa 'membangun', dan pelakonnya tentu tidak sedang seperti menginterogasi seseorang kan? (one-way gitu).
'Lampu merah' harus diwaspadai sebagai bentuk reaksi agar berhenti 'mendekati'. Lampu merah selayaknya penutup tabir bagi proses pertumbuhan afeksi itu sendiri, bahkan, bisa menjadi penghancur terhalus bagi usaha yang walau sudah diniatkan serius untuk tujuan pernikahan. Segera bertindak sewajarnya, dan jangan sampai menjadi pemutus silaturahmi.
'Lampu kuning', ini boleh jadi antara iya atau tidak. Masih di area abu-abu yang perlu terus ditelusuri kepastiannya. Dan, 'lampu hijau', ini yang bisa menjadi pintu gerbang bagi komunikasi selanjutnya, komunikasi yang sehat, dan interaksi yang dibangun menunjukan adanya 'gayung bersambut' yang bisa terus tumbuh sampai ke jenjang serius berikutnya.
Proses ini tentu tidak sembarangan. Media komunikasi bisa bermacam-macam, mulai dari jejaring sosial, telefon, SMS atau bahkan meminta bertemu langsung, bila perlu temui keluarga atau orangtuanya langsung, yang ini baru berjiwa ksatria.
Pemaparan ini hanya sekadar teorisasi atas pengalaman yang tentu sebagian orang juga pernah merasakan. Ada yang mungkin pernah melaluinya, ada yang sedang dalam proses menjalaninya, dan lain-lain. Satu hal yang utama, ialah niat. Semua berawal dari niat, niat dan niat.
Catatan untuk laki-laki dan perempuan: Jangan sia-siakan kesungguhan, jangan ragu untuk menelusuri lebih dalam tentang keseriusan, hargai segala bentuk usaha pendekatan dan jagalah setiap perasaan individu. :)
*****
(Foto: Dokumen Pribadi)
Khusus untuk poin ketiga, yang ini seyogianya sudah harus dimiliki sebagai bekal. Karena finansial menjadi hal pokok, dalam sebuah pernikahan dan mungkin bisa menjadi pendukung bagi kelangsungan rumah tangga. Sementara kemantapan sifatnya individu. Sehingga, poin ini bisa dipacu prosentase kesiapannya, salah satunya apabila kemampuan ekonomi yang sudah cukup kuat.
Sedangkan untuk PDKT, ini yang menjadi poin ikthiar bagi seseorang laki-laki atau juga perempuan yang memilih untuk mencari jodoh sendiri, dan diberi kebebasan oleh orangtuanya untuk memilih pasangan hidupnya sendiri.
Yang perlu diperhatikan bagi laki-laki atau perempuan untuk mendapatkan jodohnya ialah, setelah niatan yang lurus (ingat, untuk menikah ya, bukan pacaran), pastikan calon masih berstatus single. Si calon atau target tidak berada dalam posisi sedang bertunangan (kalau masih status pacar bisa ditunggu sampai putus, kalau mau, tapi sifatnya 'gambling').
Perhatikan 'kode-kode' alias rambu-rambu PDKT, seperti halnya lampu lalu lintas, hijau untuk jalan, kuning hati-hati dan merah tanda berhenti. Bagi mereka yang sedang PDKT, perhatikan 'lampu lalu lintas' ini. Disarankan mengetahui terlebih dahulu, calon ini masih single atau sudah memiliki calon.
Disarankan untuk PDKT hanya satu individu saja dulu ya, yang diseriusin, lihat perkembangannya. Pastikan setiap gerak-gerik atas jawaban-jawaban kecilnya bisa semakin memantapkan keyakinan untuk lanjut. Mungkin, kurang etis apabila langsung bertanya tentang status single atau tidak. Sebelum diketahui apakah calon masih single atau belum, coba pancing dengan pertanyaan atau interaksi pendukung.
Kalau jawabannya datar, ini 'lampu kuning'. Kalau terlihat nyambung dan berkomunikasi two-way (dua arah), ini bisa pertanda 'lampu hijau'. Kalau terlihat sudah sulit mencari celah obrolan, bahkan terwujudnya komunikasi one-way (satu arah), yang lebih parahnya lagi, bila tidak ditanggapi sama sekali obrolan baik lisan atau pesan teks (tiba-tiba terputus obrolan), ini bisa jadi pertanda 'lampu merah'. Komunikasi one-way tidak bisa 'membangun', dan pelakonnya tentu tidak sedang seperti menginterogasi seseorang kan? (one-way gitu).
'Lampu merah' harus diwaspadai sebagai bentuk reaksi agar berhenti 'mendekati'. Lampu merah selayaknya penutup tabir bagi proses pertumbuhan afeksi itu sendiri, bahkan, bisa menjadi penghancur terhalus bagi usaha yang walau sudah diniatkan serius untuk tujuan pernikahan. Segera bertindak sewajarnya, dan jangan sampai menjadi pemutus silaturahmi.
'Lampu kuning', ini boleh jadi antara iya atau tidak. Masih di area abu-abu yang perlu terus ditelusuri kepastiannya. Dan, 'lampu hijau', ini yang bisa menjadi pintu gerbang bagi komunikasi selanjutnya, komunikasi yang sehat, dan interaksi yang dibangun menunjukan adanya 'gayung bersambut' yang bisa terus tumbuh sampai ke jenjang serius berikutnya.
Proses ini tentu tidak sembarangan. Media komunikasi bisa bermacam-macam, mulai dari jejaring sosial, telefon, SMS atau bahkan meminta bertemu langsung, bila perlu temui keluarga atau orangtuanya langsung, yang ini baru berjiwa ksatria.
Pemaparan ini hanya sekadar teorisasi atas pengalaman yang tentu sebagian orang juga pernah merasakan. Ada yang mungkin pernah melaluinya, ada yang sedang dalam proses menjalaninya, dan lain-lain. Satu hal yang utama, ialah niat. Semua berawal dari niat, niat dan niat.
Catatan untuk laki-laki dan perempuan: Jangan sia-siakan kesungguhan, jangan ragu untuk menelusuri lebih dalam tentang keseriusan, hargai segala bentuk usaha pendekatan dan jagalah setiap perasaan individu. :)
*****
(Foto: Dokumen Pribadi)
Comments
Post a Comment