Kalau kata orang, pengalaman adalah guru yang paling berharga. Setuju? Maka, semakin seseorang berpengalaman, semakin banyak pula pahit-asam yang telah ia telan. Salah satunya mengenai afeksi-sosial. Istilah apaan tuh?
Afeksi, kalau kata KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), diartikan sebagai rasa kasih sayang atau perasaan atau emosi. Kalau sosial, berarti hal yang berkaitan dengan adanya interaksi, baik itu individu kepada individu maupun kelompok.
Kalau dikerucutkan lagi, afeksi-sosial bisa diartikan sebagai perasaan tertarik, rasa suka atau sayang dalam konteks memberi atau diberi melalui interaksi, sehingga menimbulkan umpan balik. Barangkali definisinya demikian.
Mengapa pakai judul riset? istilah amatir yang memang sengaja dibuat, untuk mengungkap bahasan atas pengalaman-pengalaman, yang barangkali tidak hanya satu atau dua orang baik laki-laki atau perempuan yang pernah mengalami, tetapi sebagian besar pernah melewatinya.
Dengan demikian, apabila digabungkan, keseluruhan frase dari judul ini menunjukan hal yang berkaitan dengan realitas yang terjadi. 'Penelitian sederhana' yang bisa diambil manfaatnya, serta dikoreksi apabila terdapat kesalahan.
Mungkin pengungkapan ini begitu terkesan 'sempit' atau si penulis tampak sotoy. Padahal, kalau sudah masuk ranah perasaan atau hati, kompleksitas bisa mencuat dan butuh jurus lain yang dinamakan 'intuisi' untuk bisa memahami atau membaca hati.
Ada seribu satu jalan menuju Roma. Begitu pula banyak cara yang bisa ditempuh seseorang untuk mencari pasangan hidup misalnya. Bisa lewat teman lama atau teman baru kenalan di jalan, dikenalin orangtua, saudara, bahkan usaha nyari sendiri melalui jejaring sosial.
Boleh kita jabarkan. Ada bermacam jalan yang bisa dipilih untuk menemukan jodoh (harus eksplisit). Ada pula hal yang harus diperhatikan. Dari sisi individunya, yakni berani nyari sendiri atau dibantu orang terdekat? Kedua, mau pakai jalan pacaran atau ta'aruf? (yang ini tampaknya sudah sering dibahas diberbagai macam buku atau seminar). Ketiga, sudah merasa mandiri atau belum siap materi?
Bagi sebagian laki-laki, mungkin dilema bisa menghampiri saat menentukan jalan mana yang ingin ditempuh. Atau, bila poin yang satu sudah merasa siap, tetapi poin lainnya belum terasa mendukung. Ini yang jadi soal. Terlepas dari apapun keraguan-keraguan itu, kunci yang pertama sekali ialah niat. Kalau niat belum lurus, jangan harap bisa mencapai tujuan dan harapan yang diinginkan.
Prosentase kategori siap nikah bagi laki-laki itu (> = lebih dari, < = kurang dari), niat/kemantapan >90 persen, usaha >90 persen (PDKT), kesiapan materi bolehlah >70 persen (relatif).
Prosentase kategori belum siap nikah itu bisa terlihat, kemantapan masih <50 persen, usaha <25 persen, kesiapan materi <50(relatif), tetapi bila masih senang menghambur-hamburkan uang untuk keperluan pribadi di atas kesiapan untuk biaya nikah dan biaya hidup setelahnya, maka pria ini belum siap untuk menikah.
Bersambung..
*****
(Foto: Nyari-nyari di Google)
Afeksi, kalau kata KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), diartikan sebagai rasa kasih sayang atau perasaan atau emosi. Kalau sosial, berarti hal yang berkaitan dengan adanya interaksi, baik itu individu kepada individu maupun kelompok.
Kalau dikerucutkan lagi, afeksi-sosial bisa diartikan sebagai perasaan tertarik, rasa suka atau sayang dalam konteks memberi atau diberi melalui interaksi, sehingga menimbulkan umpan balik. Barangkali definisinya demikian.
Mengapa pakai judul riset? istilah amatir yang memang sengaja dibuat, untuk mengungkap bahasan atas pengalaman-pengalaman, yang barangkali tidak hanya satu atau dua orang baik laki-laki atau perempuan yang pernah mengalami, tetapi sebagian besar pernah melewatinya.
Dengan demikian, apabila digabungkan, keseluruhan frase dari judul ini menunjukan hal yang berkaitan dengan realitas yang terjadi. 'Penelitian sederhana' yang bisa diambil manfaatnya, serta dikoreksi apabila terdapat kesalahan.
Mungkin pengungkapan ini begitu terkesan 'sempit' atau si penulis tampak sotoy. Padahal, kalau sudah masuk ranah perasaan atau hati, kompleksitas bisa mencuat dan butuh jurus lain yang dinamakan 'intuisi' untuk bisa memahami atau membaca hati.
Ada seribu satu jalan menuju Roma. Begitu pula banyak cara yang bisa ditempuh seseorang untuk mencari pasangan hidup misalnya. Bisa lewat teman lama atau teman baru kenalan di jalan, dikenalin orangtua, saudara, bahkan usaha nyari sendiri melalui jejaring sosial.
Boleh kita jabarkan. Ada bermacam jalan yang bisa dipilih untuk menemukan jodoh (harus eksplisit). Ada pula hal yang harus diperhatikan. Dari sisi individunya, yakni berani nyari sendiri atau dibantu orang terdekat? Kedua, mau pakai jalan pacaran atau ta'aruf? (yang ini tampaknya sudah sering dibahas diberbagai macam buku atau seminar). Ketiga, sudah merasa mandiri atau belum siap materi?
Bagi sebagian laki-laki, mungkin dilema bisa menghampiri saat menentukan jalan mana yang ingin ditempuh. Atau, bila poin yang satu sudah merasa siap, tetapi poin lainnya belum terasa mendukung. Ini yang jadi soal. Terlepas dari apapun keraguan-keraguan itu, kunci yang pertama sekali ialah niat. Kalau niat belum lurus, jangan harap bisa mencapai tujuan dan harapan yang diinginkan.
Prosentase kategori siap nikah bagi laki-laki itu (> = lebih dari, < = kurang dari), niat/kemantapan >90 persen, usaha >90 persen (PDKT), kesiapan materi bolehlah >70 persen (relatif).
Prosentase kategori belum siap nikah itu bisa terlihat, kemantapan masih <50 persen, usaha <25 persen, kesiapan materi <50(relatif), tetapi bila masih senang menghambur-hamburkan uang untuk keperluan pribadi di atas kesiapan untuk biaya nikah dan biaya hidup setelahnya, maka pria ini belum siap untuk menikah.
Bersambung..
*****
(Foto: Nyari-nyari di Google)
Comments
Post a Comment