Ada tiga poin utama, yang menjadi kunci kebahagiaan seorang laki-laki. Kunci kebahagiaan tersebut antara lain, memiliki istri yang shalehah, kendaraan yang bisa membawa kemana saja dan rumah yang damai. Alhamdulillah, salah satu dari 3 kunci kebahagiaan itu sudah dimiliki, tinggal melanjutkan 'pencarian' mendapatkan dua poin utama lainnya.
Yap, kendaraan boleh jadi sebagai alat transportasi yang sangat diperlukan. Meskipun banyak transportasi umum, namun dalam situasi atau lokasi tertentu, memiliki kendaraan jauh lebih nyaman, irit dan efisien. Itulah mengapa, dari dahulu sempat menjadikan poin kebahagiaan yang satu ini sebagai impian yang harus diwujudkan setelah memiliki pekerjaan.
Bukan tidak mungkin, dengan dimilikinya kendaraan, maka semangat bekerja bisa semakin tinggi, bahkan nyambi-nyambi menjadi tukang ojeg, barangkali. Sehingga, bisa mendapatkan uang lebih untuk membeli hunian, yang damai. Sehingga, terwujudlah poin kebahagiaan berikutnya. Dan, satu poin lagi, yakni mendapatkan istri shalehah, apa mungkin bisa dicapai dengan dukungan kendaraan? Kalau dikait-kaitkan tentu saja bisa kali ya, hehe
Indikator, dari mana berasal kata indikator? Penulis sering celetuk bersama dengan seorang teman, yang paham makna indikator tersebut. Pengertiannya begini, indikator boleh jadi sebagai 'tanda', di mana biasanya indikator merupakan bagian dari penunjukkan informasi terkait suatu hal. Masih abstrak ya?
Bila disederhanakan begini. Misalnya dalam sebuah kalimat, "lampu indikator itu menyala, pertanda mesin hidup." Indikator berarti tanda yang menginformasikan kepada orang yang menyaksikan. Kaitannya dengan kepemilikan kendaraan? celetukan 'indikator' dalam konteks ini berarti sebuah pertanda, bahwa pemiliknya telah memiliki sesuatu, sebuah tingkatan yang boleh jadi menunjukkan status atau kemandirian seseorang.
Benar saja, memiliki kendaraan pribadi, berarti siap mengurus banyak hal. Mulai dari perawatan, service, bensin, pajak, dan tetek bengek lainnya. Apalagi memiliki kendaraan hasil dari keringat sendiri, tanpa harus merengek minta beliin sama orangtua, gak pakai kredit, second yang penting lunas. Maka, seseorang yang berhasil mencapai salah satu poin dari kebahagiaan pria itu akan merasa tentram dan puas.
Indikator inilah yang dipahami sebagai bentuk kemandirian, dan barangkali bisa belajar mendewasakan bagi si pemiliknya. Bukan berarti pria yang belum memiliki kendaraan pribadi dianggap belum mandiri, tentu tidak. Kebutuhan, ditambah dengan 'kecerdasan', mungkin hitung-hitungan daripada ngojeg atau naik angkot terus bikin boros pengeluaran. Oleh karena itu, memiliki kendaraan roda dua bisa menjadi solusi, disamping kenyamanan dan kebahagiaan itu tadi.
Yang perlu diingat, dilarang ugal-ugalan. Membawa kendaraan, meskipun disertai helm, sarung tangan dan lain-lain, tetapi bila mengemudi secara liar, maka maut bisa saja menghampiri. Dan yang terpenting, selalu patuhi rambu-rambu lalu lintas.
Semoga selamat sampai tujuan.
*****
(Foto: Dokumen Pribadi)
Yap, kendaraan boleh jadi sebagai alat transportasi yang sangat diperlukan. Meskipun banyak transportasi umum, namun dalam situasi atau lokasi tertentu, memiliki kendaraan jauh lebih nyaman, irit dan efisien. Itulah mengapa, dari dahulu sempat menjadikan poin kebahagiaan yang satu ini sebagai impian yang harus diwujudkan setelah memiliki pekerjaan.
Bukan tidak mungkin, dengan dimilikinya kendaraan, maka semangat bekerja bisa semakin tinggi, bahkan nyambi-nyambi menjadi tukang ojeg, barangkali. Sehingga, bisa mendapatkan uang lebih untuk membeli hunian, yang damai. Sehingga, terwujudlah poin kebahagiaan berikutnya. Dan, satu poin lagi, yakni mendapatkan istri shalehah, apa mungkin bisa dicapai dengan dukungan kendaraan? Kalau dikait-kaitkan tentu saja bisa kali ya, hehe
“Tiga kunci kebahagian seorang laki-laki: (1)isteri salihah yang jika dipandang membuatmu semakin sayang, jika kamu pergi membuatmu merasa aman karena bisa menjaga kehormatan dirinya dan hartamu. (2) kendaraan yang baik, yang bisa mengantar kemanapun pergi. Dan, (3) rumah yang lapang, damai, penuh kasih sayang…” (HR Abu Dawud)
Indikator, dari mana berasal kata indikator? Penulis sering celetuk bersama dengan seorang teman, yang paham makna indikator tersebut. Pengertiannya begini, indikator boleh jadi sebagai 'tanda', di mana biasanya indikator merupakan bagian dari penunjukkan informasi terkait suatu hal. Masih abstrak ya?
Bila disederhanakan begini. Misalnya dalam sebuah kalimat, "lampu indikator itu menyala, pertanda mesin hidup." Indikator berarti tanda yang menginformasikan kepada orang yang menyaksikan. Kaitannya dengan kepemilikan kendaraan? celetukan 'indikator' dalam konteks ini berarti sebuah pertanda, bahwa pemiliknya telah memiliki sesuatu, sebuah tingkatan yang boleh jadi menunjukkan status atau kemandirian seseorang.
Benar saja, memiliki kendaraan pribadi, berarti siap mengurus banyak hal. Mulai dari perawatan, service, bensin, pajak, dan tetek bengek lainnya. Apalagi memiliki kendaraan hasil dari keringat sendiri, tanpa harus merengek minta beliin sama orangtua, gak pakai kredit, second yang penting lunas. Maka, seseorang yang berhasil mencapai salah satu poin dari kebahagiaan pria itu akan merasa tentram dan puas.
Indikator inilah yang dipahami sebagai bentuk kemandirian, dan barangkali bisa belajar mendewasakan bagi si pemiliknya. Bukan berarti pria yang belum memiliki kendaraan pribadi dianggap belum mandiri, tentu tidak. Kebutuhan, ditambah dengan 'kecerdasan', mungkin hitung-hitungan daripada ngojeg atau naik angkot terus bikin boros pengeluaran. Oleh karena itu, memiliki kendaraan roda dua bisa menjadi solusi, disamping kenyamanan dan kebahagiaan itu tadi.
Yang perlu diingat, dilarang ugal-ugalan. Membawa kendaraan, meskipun disertai helm, sarung tangan dan lain-lain, tetapi bila mengemudi secara liar, maka maut bisa saja menghampiri. Dan yang terpenting, selalu patuhi rambu-rambu lalu lintas.
Semoga selamat sampai tujuan.
*****
(Foto: Dokumen Pribadi)
Comments
Post a Comment