Sebenarnya agak malas ketika ingin menulis justru muncul rasa ogah-ogahan. Padahal, apa yang terlintas dipikiran bisa jadi sumber tulisan panjang yang sarat makna dan insya Allah manfaat. Akhirnya dipaksakan juga menulis, ya pada akhirnya akan mengalir dengan sendirinya.
Masih di momen pasca idul fitri, liburan panjang menjadi angin segar dari rutinitas yang 'mencekik'. Seolah lupa faedah mengapa seseorang harus bekerja? tentunya untuk mendapatkan penghasilan. Itu bisa jadi merupakan tujuan primer, sedangkan tujuan yang lain yang menyertai bisa beragam, mulai dari mendapatkan pengalaman, berkenalan dengan banyak orang, 'melatih' diri dalam kondisi terjerat deadline kerjaan, manajemen waktu dan sebagainya.
Jangan salah, dengan membuka diri di tempat pekerjaan atau lingkungan pertemuan keseharian yang melingkupinya selain bidang utama yang digeluti, juga jodoh bisa saja menghampiri. Berbicara jodoh lagi-lagi sebuah topik bahasan yang tampaknya tak kunjung usai. Maklum, sejauh mana topik tersebut menarik untuk dibahas bergantung dari siapa yang membicarakannya, orang yang masih lajangkah atau sudah berkeluarga?
Ketar-ketir itu bisa dirasakan oleh mereka yang mungkin masih sendiri. Orang tua pun bisa ikut 'cemas' menanyakan perihal kapan buah hatinya bisa menempuh pertalian suci tersebut. Utamanya, bukan berapa banyak target 'gebetan', tetapi sejauh mana diri mempersiapkan untuk bersanding dengan pribadi yang 'hebat'.
Penilaian 'hebat' boleh jadi berbeda-beda bagi tiap orang. Kriteria umum konvensional sah-sah saja, namun sebagaimana Rasulullah SAW telah mengungkap bahwa pilihlah yang baik agamanya. Maka, niscaya engkau akan beruntung dan bahagia dunia dan akherat.
Perlu diketahui bahwa laki-laki mana yang tak mendamba perempuan shalehah, lagi cantik dan kaya. Bukan tak ingin laki-laki mendamba pasangan hidup yang demikian, tetapi ragam pertimbangan bisa jadi penunda untuk segera melangsungkan penyempurnaan separuh dien.
Faktor kesiapan tak sekedar fisik yang matang, juga belum tentu soal finansial. Melainkan kemantapan dalam arti yang sesungguhnya, yakni kesiapan memimpin keluarga dan menjadi imam yang 'layak'. Soal usia juga bukan jadi barometer kedewasaan seseorang.
Tentu perkara sakral tidak diawali dengan jalan main-main. Apalagi bila mendekati yang namanya pacaran. Perkenalan tentu saja perlu, yang bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih syar'i.
Seseorang tentu pernah berbuat salah, termasuk penulis meminta maaf bila pernah berbuat salah kepada siapapun yang pernah dekat atau kenal, mengecewakan hingga melukai. Sebelum segalanya terlambat, masih ada kesempatan bagi kita semua untuk bertaubat dan mencari ridha Allah dengan jalan yang syar'i, khususnya untuk pencarian calon atau pendamping hidup.
Bagi laki-laki, bagaimana ia bisa mengungkap keseriusan dengan cara yang lebih mudah. Tak perlu repot dan bersusah payah, meski ada istilah 'cinta butuh pengorbanan'. Ahh basi, itu bagi mereka yang mungkin mengambil jalan pacaran.
Padahal, zaman serba modern saat ini juga bisa tukeran biodata dan foto antar kedua lawan jenis via online. Tak jadi soal bukan dengan menggunakan jejaring sosial sekalipun? Konsep ta'aruf atau saling mengenal bisa berjalan dengan pemanfaatan era teknologi komunikasi dan informasi.
Bismillah, mengutip QS Al Baqarah: 235, "Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf."
Tegas terungkap, bila tak jua terucap perkataan ingin menikahi, sampai kapan status single akan terus dipelihara? Untuk perkara menikah yang merupakan perjanjian berat, laki-laki diperbolehkan dan tak berdosa bila ingin meminang walau dengan perkataan sindiran.
Rasanya naif menafsirkan firman Allah SWT tersebut secara pribadi, walau kata per katanya jelas maksud yang tersampaikan. Kata sindiran dalam ayat tersebut tentu bukan bermaksud buruk atau negatif, selama inti pesan yang ingin diutarakan itu adalah dilandaskan atas kesungguhan.
Hanya saja, yang perlu digarisbawahi ialah, jangan pernah menjanjikan sesuatu yang belum pasti. Kecuali, mengatakan hal-hal yang baik kepada orang lain atau pihak perempuan.
KBBI menjelaskan, kata Sindir-an (asal kata Sindir ditambah imbuhan -an) berarti 'perkataan yang bermaksud menyindir orang atau bentuk pengungkapan yang tidak langsung'. Informasi bisa disampaikan melalui lisan langsung, atau melalui perantara bahkan media komunikasi bisa menjadi cara untuk mengungkap maksud yang disampaikan.
Perempuan yang dipinang dengan sindiran, boleh jadi pesan itu sampai melalui kerabatnya, saudara atau orang tuanya, yang tidak langsung ditujukan kepada perempuan tersebut. Seyogianya jangan menganggap 'remeh' usaha laki-laki tersebut, tetapi boleh jadi cara tersebut lebih sopan ketimbang terjerumus dalam aktivitas pacaran yang dilarang dalam Islam.
Tentunya, penyampaian tak langsung tidak serta merta berhenti di situ, melainkan bisa dilanjutkan ke dalam pertemuan kedua pihak keluarga yang lebih serius. Hal tersebut apabila telah mendapat respon setuju alias lampu hijau dari pihak yang dinanti jawaban atas pinangan tersebut.
Jangankan menyampaikan secara langsung (ideal yang biasanya dikatakan 'gentle'). Bagi mungkin sebagian laki-laki, berani meminang dengan cara 'sederhana' seperti ini patut menjadi sebuah 'prestasi', dalam arti usaha optimal yang dilandasi niat karena mengharap ridha Allah semata.
Memang tak ada pepatah lain yang lebih universal selain ungkapan "Seribu satu jalan menuju Roma". Untuk menuju jenjang pernikahan bisa dilakukan dengan berbagai macam alternatif/cara, termasuk perkenalan melalui metode 'ta'aruf online'. Tulisan opini hanya secuil perspektif mengenai realita yang bisa ditelaah, syukur-syukur bisa diamalkan. Bila baik bisa diambil manfaatnya, bila salah tolong diluruskan. Wallahu a'lam.
*****
Ilustrasi (Foto: Hdwallpapers)
Masih di momen pasca idul fitri, liburan panjang menjadi angin segar dari rutinitas yang 'mencekik'. Seolah lupa faedah mengapa seseorang harus bekerja? tentunya untuk mendapatkan penghasilan. Itu bisa jadi merupakan tujuan primer, sedangkan tujuan yang lain yang menyertai bisa beragam, mulai dari mendapatkan pengalaman, berkenalan dengan banyak orang, 'melatih' diri dalam kondisi terjerat deadline kerjaan, manajemen waktu dan sebagainya.
Jangan salah, dengan membuka diri di tempat pekerjaan atau lingkungan pertemuan keseharian yang melingkupinya selain bidang utama yang digeluti, juga jodoh bisa saja menghampiri. Berbicara jodoh lagi-lagi sebuah topik bahasan yang tampaknya tak kunjung usai. Maklum, sejauh mana topik tersebut menarik untuk dibahas bergantung dari siapa yang membicarakannya, orang yang masih lajangkah atau sudah berkeluarga?
Ketar-ketir itu bisa dirasakan oleh mereka yang mungkin masih sendiri. Orang tua pun bisa ikut 'cemas' menanyakan perihal kapan buah hatinya bisa menempuh pertalian suci tersebut. Utamanya, bukan berapa banyak target 'gebetan', tetapi sejauh mana diri mempersiapkan untuk bersanding dengan pribadi yang 'hebat'.
Penilaian 'hebat' boleh jadi berbeda-beda bagi tiap orang. Kriteria umum konvensional sah-sah saja, namun sebagaimana Rasulullah SAW telah mengungkap bahwa pilihlah yang baik agamanya. Maka, niscaya engkau akan beruntung dan bahagia dunia dan akherat.
Perlu diketahui bahwa laki-laki mana yang tak mendamba perempuan shalehah, lagi cantik dan kaya. Bukan tak ingin laki-laki mendamba pasangan hidup yang demikian, tetapi ragam pertimbangan bisa jadi penunda untuk segera melangsungkan penyempurnaan separuh dien.
Faktor kesiapan tak sekedar fisik yang matang, juga belum tentu soal finansial. Melainkan kemantapan dalam arti yang sesungguhnya, yakni kesiapan memimpin keluarga dan menjadi imam yang 'layak'. Soal usia juga bukan jadi barometer kedewasaan seseorang.
Tentu perkara sakral tidak diawali dengan jalan main-main. Apalagi bila mendekati yang namanya pacaran. Perkenalan tentu saja perlu, yang bisa dilakukan dengan cara-cara yang lebih syar'i.
Seseorang tentu pernah berbuat salah, termasuk penulis meminta maaf bila pernah berbuat salah kepada siapapun yang pernah dekat atau kenal, mengecewakan hingga melukai. Sebelum segalanya terlambat, masih ada kesempatan bagi kita semua untuk bertaubat dan mencari ridha Allah dengan jalan yang syar'i, khususnya untuk pencarian calon atau pendamping hidup.
Bagi laki-laki, bagaimana ia bisa mengungkap keseriusan dengan cara yang lebih mudah. Tak perlu repot dan bersusah payah, meski ada istilah 'cinta butuh pengorbanan'. Ahh basi, itu bagi mereka yang mungkin mengambil jalan pacaran.
Padahal, zaman serba modern saat ini juga bisa tukeran biodata dan foto antar kedua lawan jenis via online. Tak jadi soal bukan dengan menggunakan jejaring sosial sekalipun? Konsep ta'aruf atau saling mengenal bisa berjalan dengan pemanfaatan era teknologi komunikasi dan informasi.
Bismillah, mengutip QS Al Baqarah: 235, "Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang makruf."
Tegas terungkap, bila tak jua terucap perkataan ingin menikahi, sampai kapan status single akan terus dipelihara? Untuk perkara menikah yang merupakan perjanjian berat, laki-laki diperbolehkan dan tak berdosa bila ingin meminang walau dengan perkataan sindiran.
Rasanya naif menafsirkan firman Allah SWT tersebut secara pribadi, walau kata per katanya jelas maksud yang tersampaikan. Kata sindiran dalam ayat tersebut tentu bukan bermaksud buruk atau negatif, selama inti pesan yang ingin diutarakan itu adalah dilandaskan atas kesungguhan.
Hanya saja, yang perlu digarisbawahi ialah, jangan pernah menjanjikan sesuatu yang belum pasti. Kecuali, mengatakan hal-hal yang baik kepada orang lain atau pihak perempuan.
KBBI menjelaskan, kata Sindir-an (asal kata Sindir ditambah imbuhan -an) berarti 'perkataan yang bermaksud menyindir orang atau bentuk pengungkapan yang tidak langsung'. Informasi bisa disampaikan melalui lisan langsung, atau melalui perantara bahkan media komunikasi bisa menjadi cara untuk mengungkap maksud yang disampaikan.
Perempuan yang dipinang dengan sindiran, boleh jadi pesan itu sampai melalui kerabatnya, saudara atau orang tuanya, yang tidak langsung ditujukan kepada perempuan tersebut. Seyogianya jangan menganggap 'remeh' usaha laki-laki tersebut, tetapi boleh jadi cara tersebut lebih sopan ketimbang terjerumus dalam aktivitas pacaran yang dilarang dalam Islam.
Tentunya, penyampaian tak langsung tidak serta merta berhenti di situ, melainkan bisa dilanjutkan ke dalam pertemuan kedua pihak keluarga yang lebih serius. Hal tersebut apabila telah mendapat respon setuju alias lampu hijau dari pihak yang dinanti jawaban atas pinangan tersebut.
Jangankan menyampaikan secara langsung (ideal yang biasanya dikatakan 'gentle'). Bagi mungkin sebagian laki-laki, berani meminang dengan cara 'sederhana' seperti ini patut menjadi sebuah 'prestasi', dalam arti usaha optimal yang dilandasi niat karena mengharap ridha Allah semata.
Memang tak ada pepatah lain yang lebih universal selain ungkapan "Seribu satu jalan menuju Roma". Untuk menuju jenjang pernikahan bisa dilakukan dengan berbagai macam alternatif/cara, termasuk perkenalan melalui metode 'ta'aruf online'. Tulisan opini hanya secuil perspektif mengenai realita yang bisa ditelaah, syukur-syukur bisa diamalkan. Bila baik bisa diambil manfaatnya, bila salah tolong diluruskan. Wallahu a'lam.
*****
Ilustrasi (Foto: Hdwallpapers)
Comments
Post a Comment