Buyar, konsentrasi ketika dihadapkan pada tugas menjelimet. Harusnya sabar mampu lebih mendominasi, namun penilaian subjektif ternyata berkata lain. Perihal sesuatu yang krusial, di mana sudah seharusnya 'the right man on the right place', tetapi ini justru tampak sebaliknya. Tak perlu berkeluh kesah, sebab episode kehidupan berjalan dan manusia sering dihadapkan pada banyak hal, baik yang mengenakan atau tidak mengenakan.
Memang sudah tampak tanda-tanda 'keruntuhan', kopong, jika dibiarkan tampaknya akan semakin mendorong tim menjadi hilang semangat. Bahkan, berujung 'berguguran'. Entahlah, biar waktu yang tunjukkan, sebab ini problematika yang bersifat individual. Dan, masa depan pun bukan berada di tangan mereka, tetapi diri manusia itu sendiri yang berupaya untuk mencari lapak yang lebih nyaman. Pelajaran berharga memang sudah seharusnya ditampung dan disimpan. Saat pengalaman di satu area menjadi hal penting hingga penantian estafet area berikutnya, saat itulah manusia harus siap untuk menemukan tantangan baru dan tentunya, bergerak menuju kehidupan yang lebih baik.
-----
Mudah mundur perlahan, sebuah topik yang beda bahasan. Lagi-lagi soal pengalaman, ketika seseorang telah berjuang penuh menggapai apa yang diinginkan, sampai 'sakit' pun dia tak sadari, hingga suatu titik di mana ia merasa harus beranjak dari kubangan 'derita', maka saat itu juga ia harus mencari target yang lain. Terbawa memang sampai ia mulai menua, pengalaman banyak mengajarkan hal yang berharga. Hingga suatu titik pula seseorang bisa merasa amat 'sensitif', bila, tanda-tanda masa suram bakal terulang lagi, walau hanya sepercik dugaan awal.
Memang seorang ksatria seharusnya bisa begitu membela apa yang dicintainya, tetapi mungkin tidak semua ksatria menempatkan porsi pada sisi afeksi. Rumit memang, logika bisa sangat mendominasi seseorang untuk berpikir, berencana dan bertindak. Anehnya, terkadang menetapkan kriteria tinggi padahal seseorang belum mencapai derajat kesetaraan dari apa yang didambakannya.
Ketika kegagalan itu selalu terngiang, prasangka lebih unggul merasuk pada penilaian subjektif. Sederhana saja, variabel interaksi dan komunikasi misalnya, sebagaimana yang diungkap dalam Teori Komunikasi oleh Lasswell (1948), mengungkapkan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: "Who says in which channel to whom with what effect (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa)".
Bila efek yang diterima, baik dari komunikasi one-way atau two-way begitu 'sunyi' dan tak bernyawa, maka perkiraan berikutnya muncul bak mozaik kecil yang menjurus pada 'ketidakpedulian', atau dengan kata lain, 'sudahi saja pembicaraan ini'. Begitu memang jurus ampuh untuk menghentikan upaya 'melobi', di mana kata 'melobi' ini tidak hanya muncul dalam organisasi atau bisnis, tetapi juga dalam dunia pendekatan transformasi dari hati ke hati. Bahkan untuk niatan perkenalan yang lebih jauh, yang lebih mulia.
Kebimbangan mungkin bisa muncul saat saluran interaksi seolah terpotong secara sepihak. Hikmah respon tersebut justru melahirkan alternatif tindakan, yang pertama, segera hentikan tanda-tanda 'embrio' kegagalan sebelum segalanya bertambah parah, atau yang kedua, berpaling dan mencari lawan bicara yang lebih 'hangat'.
*****
(Foto: Ventiq)
Memang sudah tampak tanda-tanda 'keruntuhan', kopong, jika dibiarkan tampaknya akan semakin mendorong tim menjadi hilang semangat. Bahkan, berujung 'berguguran'. Entahlah, biar waktu yang tunjukkan, sebab ini problematika yang bersifat individual. Dan, masa depan pun bukan berada di tangan mereka, tetapi diri manusia itu sendiri yang berupaya untuk mencari lapak yang lebih nyaman. Pelajaran berharga memang sudah seharusnya ditampung dan disimpan. Saat pengalaman di satu area menjadi hal penting hingga penantian estafet area berikutnya, saat itulah manusia harus siap untuk menemukan tantangan baru dan tentunya, bergerak menuju kehidupan yang lebih baik.
-----
Mudah mundur perlahan, sebuah topik yang beda bahasan. Lagi-lagi soal pengalaman, ketika seseorang telah berjuang penuh menggapai apa yang diinginkan, sampai 'sakit' pun dia tak sadari, hingga suatu titik di mana ia merasa harus beranjak dari kubangan 'derita', maka saat itu juga ia harus mencari target yang lain. Terbawa memang sampai ia mulai menua, pengalaman banyak mengajarkan hal yang berharga. Hingga suatu titik pula seseorang bisa merasa amat 'sensitif', bila, tanda-tanda masa suram bakal terulang lagi, walau hanya sepercik dugaan awal.
Memang seorang ksatria seharusnya bisa begitu membela apa yang dicintainya, tetapi mungkin tidak semua ksatria menempatkan porsi pada sisi afeksi. Rumit memang, logika bisa sangat mendominasi seseorang untuk berpikir, berencana dan bertindak. Anehnya, terkadang menetapkan kriteria tinggi padahal seseorang belum mencapai derajat kesetaraan dari apa yang didambakannya.
Ketika kegagalan itu selalu terngiang, prasangka lebih unggul merasuk pada penilaian subjektif. Sederhana saja, variabel interaksi dan komunikasi misalnya, sebagaimana yang diungkap dalam Teori Komunikasi oleh Lasswell (1948), mengungkapkan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan proses komunikasi adalah menjawab pertanyaan: "Who says in which channel to whom with what effect (Siapa mengatakan apa melalui saluran apa kepada siapa dengan efek apa)".
Bila efek yang diterima, baik dari komunikasi one-way atau two-way begitu 'sunyi' dan tak bernyawa, maka perkiraan berikutnya muncul bak mozaik kecil yang menjurus pada 'ketidakpedulian', atau dengan kata lain, 'sudahi saja pembicaraan ini'. Begitu memang jurus ampuh untuk menghentikan upaya 'melobi', di mana kata 'melobi' ini tidak hanya muncul dalam organisasi atau bisnis, tetapi juga dalam dunia pendekatan transformasi dari hati ke hati. Bahkan untuk niatan perkenalan yang lebih jauh, yang lebih mulia.
Kebimbangan mungkin bisa muncul saat saluran interaksi seolah terpotong secara sepihak. Hikmah respon tersebut justru melahirkan alternatif tindakan, yang pertama, segera hentikan tanda-tanda 'embrio' kegagalan sebelum segalanya bertambah parah, atau yang kedua, berpaling dan mencari lawan bicara yang lebih 'hangat'.
*****
(Foto: Ventiq)
Comments
Post a Comment