Ada yang berbeda dari hari biasanya, mulai rekor berada di kantor untuk piket lebih cepat, setelah sehari sebelumnya berencana untuk datang menghadiri penampilan grup duo (vokal+gitar) yang penulis nilai sangat inspiratif, Edcoustic.
Rencana berjalan mulus, usai sejumlah artikel berita telah siap dinaikan dan 2 jam sebelum jadwal tampil grup inspiratif tersebut, penulis bergegas menunggangi angkotan massal 'commuter line' dari kantor menuju Masjid Raya Bogor.
Waktu menunjukkan lebih dari 10 menit setelah pukul waktu yang ditetapkan, namun situasi masih belum tampak ramai. Edcoustic, yang digawangi kang Aden & kang Eggie (penulis bahkan baru tahu namanya), belum tampil.
Konser, mungkin nama yang terlalu 'wah', penulis lebih senang menyebutnya sebagai 'penampilan sederhana', yang sarat dengan makna. Di sebuah area pelataran masjid yang mungkin tak lebih dari 10 x 30 meter, Edcoustic menyambut para penggemarnya dengan hangat.
Low profile, terpancar dari busana serta tutur kata keduanya. Terutama kang Eggie, yang sekira 10 menit lebih banyak diam ketika MC 'gaul' telah beraksi berceloteh ria. Sederhana, namun Edcoustic tetap menghibur dan 'menyentuh' melalui lantunan lagu hits mereka.
Mungkin banyak yang belum tahu, bahwa grup yang disebut-sebut nasyid (padahal biasanya nasyid merupakan kelompok vokal, tapi ini hanya beranggotakan 2 orang, bisa disebut nasyid?) ini ternyata sudah terbentuk sejak 2002, ya menurut keterangan dari wikipedia. Penulis sendiri baru pertama mendengar lagu buatan pria-pria asal Bandung ini setelah seorang teman, biasanya disebut a'a Yoga namanya, memberikan MP3 lagu Edcoustic - Muhasabah Cinta ketika penulis masih duduk di bangku perkuliahan, sekira tahun 2008 atau 2009.
Grup sekaliber Edcoustic mungkin belum menyamai kepopuleran band-band ‘melow’ seperti yang sudah ada saat ini. Musik yang ditawarkan boleh dikatakan tersegmentasi hanya untuk kalangan penikmat nasyid dan penggemar lirik lagu Islami. Meskipun demikian, dalam beberapa kesempatan, grup yang satu ini juga pernah tampil di negeri tetangga, Malaysia.
Ini menunjukkan, kepopuleran bukanlah parameter utama, melainkan seberapa jauh orang bisa terpengaruh atau ikut terinspirasi dengan lagu yang disampaikan oleh musisinya. Terlebih, dengan munculnya album ketiga Edcoustic dan memasuki bulan ramadan tahun ini, maka ini menjadi tanda sekaligus momentum yang tepat bagi mereka untuk bisa terus eksis di dunia hiburan tanah air, khususnya lagu-lagu yang bernuansa Islam.
Kembali lagi, di pelataran Masjid Raya Bogor (acara Syakaa Ramadhan Fair, 5 - 14 Juli 2013) yang diisi juga dengan stan jualan pernak-pernik, buku Islam dan lain-lain ini, Edcoustic sukses menyanyikan lima buah lagu. Sebelum memulai penampilan, MC gaul sempat ‘dikerjai’ dan beberapa kali tampak membuat kang Aden mengerutkan kening karena celetukannya, dan tak jarang juga ucapan yang terlontar oleh MC ini membuat tertawa para punggawa Edcoustic dan para hadirin.
Terlihat kaum wanita mendominasi yang kesemuanya mengenakan jilbab panjang. Sementara pria yang hadir, jumlahnya hanya sekira sepertiga dari keseluruhan pengunjung yang memang berniat jauh-jauh datang menyaksikan perform Edcoustic.
Memang beda, ketika baru memasuki pelataran masjid, awalnya mengalami kebingungan untuk mencari di mana panggung utamanya? Tapi ternyata hanya sepetak area yang mulai diisi oleh para pengunjung yang ingin melihat aksi Edcoustic. Yang datang menonton pun tentu orang-orang tertentu, yang terlihat dari cara mereka berpakaian, yang pria mengenakan baju koko serta ‘stokelan’ yang menunjukkan bahwa mereka pasti nyambung bila diajak berdiskusi tentang Islam.
Penulis duduk dengan tenang di bagian tengah agak depan dan menyaksikan penampilan Edcoustic, di mana lagu pertama yang dibawakan berjudul ‘Satu Cinta Berbagi Bahagia’, lagu berikutnya berjudul Kiyoku (bahasa Jepang), ketiga berjudul Because I’m here for you, lalu lagu yang tidak asing didengar, yakni Aku Ingin Mencintaimu Setulusnya serta lagu terakhir, Kau Ditakdirkan Untukku.
Kang Aden, begitu disapa oleh MC serta para Edfriends (sebutan penggemar/sahabat Edcoustic), memiliki suara yang penulis nilai unik. Sebab, gaya, warna dan alunan nada yang dituturkan terdengar begitu ‘nasyid’, cukup bertenaga dan memiliki ‘cengkok’ yang membuatnya mampu mengeluarkan ‘vibrate’ secara konsisten.
Kang Eggie, sang gitaris, yang mulanya lebih banyak diam, namun sekali ngomong yang keluar justru kata-kata religius yang cukup membuat pengunjung ‘mengangguk-angguk’ ketika ia berbicara. Keduanya telah memiliki pasangan hidup masing-masing alias menikah dan memiliki anak. Sebagian besar dari lagu-lagu Edcoustic yang diciptakan kang Aden, berasal dari pengalaman dirinya dan orang lain.
Misalnya di lagu berjudul ‘Nantikanku di Batas Waktu’, ternyata dibalik lagu itu terdapat ‘kisah pahit’ dari seorang musisi atau pencipta lagunya. Memang tidak jauh-jauh dari soal cinta, di mana lagu tersebut berisikan tentang ‘harapan dan penantian’. Saat kesabaran harus dikedepankan beserta ketulusan dalam penantian bahwa akan ada waktu yang tepat untuk bisa merajut mimpi bersama dengan pernikahan.
Singkat cerita, kang Aden ternyata membuat lagu ini karena kondisinya saat itu tidak memungkinkan atau belum siap untuk segera menikah, dan berharap calon bisa mengerti akan kondisi tersebut. Dalam penantian tersebut, ternyata si calon telah dilamar dan menikah dengan pria lain. Na’asnya, kang Aden atas ajakan ibu si wanita diperkenankan untuk menjadi panitia pernikahan anaknya.
Akan tetapi, kang Aden, si pria dengan rambut spike kecil ini kemudian tidak dapat menghadiri acara tersebut, dikarenakan ‘sakit’. Entah yang sakit lahiriah atau batiniahnya, pengunjung tampaknya bisa menyimpulkan sendiri apa yang dirasakan kang Aden melalui cerita tersebut. Ternyata inipun dialami oleh kang Eggie, but, he is like a gentlement, dengan calonnya yang ternyata telah menikah dengan pria lain, sang ‘pendekar petikan dawai’ ini memilih untuk hadir pada acara pernikahan mantan calonnya.
Di album ketiga yang akan rilis pada 14 Juli 2013 ini, para Edfriends bisa membelinya di salah satu toko merk busana wanita muslim terkemuka, Zoya. Satu hal yang tidak terlupa dan sering diingatkan oleh kang Eggie, ialah mengenai apresiasi dalam berkarya. Tentu, tak mudah bekerja menciptakan lagu, lirik dan lain-lain hingga terbit 1 album yang berisi sekira 9 lagu, maka cara paling jitu untuk menghargai karya musik atau lagu tersebut bisa dengan membeli CD aslinya. Ingat, seperti kata kang Eggie bilang, beli CD original atau aslinya, bukan melalui bajakan atau salah satu situs berbagi file gratis di internet.
Perform selama lebih kurang satu setengah jam (16.30 – 18.00 an kurang) ini cukup memberikan kesan positif bahwa Edcoustic, salah satu grup religi mampu eksis ditengah glamornya industri musik asing asal negeri gingseng atau lagu-lagu melankolis dari band-band tanah air. Mungkin tidak semuanya buruk, karena memang lagu-lagu religi umumnya tersegmentasi untuk kalangan tertentu, maka ia memiliki porsi penggemar tersendiri.
Kesederhanaan konsep penampilan, lagu-lagu yang dibawakan dan keseluruhan performa menunjukkan bahwa Edcoustic merupakan contoh grup musik ‘pure Islami’ yang menginspirasi dan perlu untuk terus didorong untuk dapat berkarya. Sayang, pada saat perform di pelataran masjid di ‘kota hujan’ ini, Edcoustic tidak membawakan lagu berjudul Muhasabah Cinta.
Meskipun demikian, lagu terakhir berjudul Kau Ditakdirkan Untukku cukup memberikan penutup yang segar. Sebab, lagu hits andalan yang akan dihadirkan dalam album ketiga ini memberi sedikit ‘sentilan’ untuk menggugah para jomblowan dan jomblowati untuk segera mengakhiri masa lajang.
Seusai acara, banyak dari para pengunjung yang ingin foto-foto bersama para anggota Edcoustic. Sebagian malu-malu, termasuk penulis. Namun, segera penulis tinggalkan ‘tempat kejadian perkara’, karena waktu adzan maghrib hampir tiba dan sebagian stan sangat sayang untuk dilewatkan dan enaknya sebentar mencari barang-barang unik di tempat tersebut, termasuk akhirnya membeli dua buah stiker bertuliskan kata-kata gaul-Islami, seharga Rp3 ribu (2 buah) untuk ukuran agak kecil, dan tersedia pula stiker seharga Rp5 ribu untuk yang berukuran lebih besar.
Edcoustic rupanya memiliki fansclub yang dinamakan Edfriends, di mana di masing-masing kota, 33 kota, memiliki apa yang mereka sebut sebagai ‘walikota’. Walikota di sini berarti pengkoordinir daerah, yang bertugas sebagai orang yang ditunjuk untuk misalnya, menginformasikan kepada para Edfriends Bogor apabila Edcoustic akan tampil di Bogor. Atau, bisa juga sebagai tempat ngobrol dan melakukan kopdar (kopi darat) dan sebagainya.
Di atas jabatan ‘walikota’ terdapat ‘Presiden’, yang merupakan koordinator utama yang memimpin para 'walikota' di 33 kota yang ada di Indonesia. Jabatan ‘eksekutif’ ini ternyata dipegang oleh seorang wanita, namanya Cicit/Citra kalau tidak salah, berjilbab dan ia kabarnya masih mengerjakan tesis S2-nya.
Ada yang unik pada saat sebelum penutupan oleh MC, MC yang bernama Fadli ini sempat bercanda dan sedang melakukan gerakan cepat pada tangannya dan tak sengaja menyikut bagian lengan kang Aden, hingga mik yang digenggam kang Aden bergerak pendek dan berhenti tepat di giginya. Alhasil, kang Aden 'kejetruk' giginya ketika itu, namun suasana kembali cair karena sang MC berhasil membuat kang Aden tertawa dengan ceplosannya yang jenaka.
Sementara ‘walikota’ Bogor, yang kebetulan sempat ngobrol bersama penulis bernama Irham. Pria yang mengenakan peci putih pada saat menyaksikan penampilan Edcoustic ini masih kuliah di Universitas Indonesia jurusan Sastra Arab. Wah, begitu dengar kampus dan jurusannya, sontak sebagian hadirin sempat heboh, tampaknya sebagian besar yang ramai berada di kubu akhwat. Untuk ‘walikota’ Depok yang hadir, dipegang oleh seorang karyawan yang ketika itu paling hafal menyanyikan reff lagu Kau Ditakdirkan Untukku, bernama Didit.
Dan, usai acara, kami shalat maghrib di dalam Masjid Raya Bogor. Terlihat kang Aden sedang bangun shalat (masbuk) usai Imam mengucap salam, entah di mana kang Eggie yang sebelumnya terlihat sedang menyingsingkan celananya hendak wudhu. Suasana yang terasa sejuk, khas atmosfer di masjid, khas berkumpul dengan para ikhwan muslim, ditambah punggawa Edcoustic yang inspiratif, benar-benar pengalaman yang mengesankan.
Terbesit tanya dalam hati, bernada basa-basi canda, mungkinkah Edcoustic akan menambah personel? Hehehe.. mungkin memerlukan pianis amatiran, hmm sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab serius, walau sesungguhnya tadi ingin meminta foto bersama atau sekedar ngobrol santai di sela-sela usai acara, tetapi tampaknya akan lebih baik bila bersegera menuju shalat maghrib setelah mengambil wudhu dan pulang ke rumah.
Semoga bisa bertemu lagi di kesempatan perform Edcoustic lainnya, tentunya yang lokasinya dekat rumah alias wilayah Depok atau Bogor only, hehe.. Sukses terus buat kang Aden, kang Eggie dan Edcoustic.
Yang mau nonton Piano Cover - Muhasabah Cinta (Edcoustic) klik di sini.
*****
(Foto: Dokumen pribadi)
Rencana berjalan mulus, usai sejumlah artikel berita telah siap dinaikan dan 2 jam sebelum jadwal tampil grup inspiratif tersebut, penulis bergegas menunggangi angkotan massal 'commuter line' dari kantor menuju Masjid Raya Bogor.
Waktu menunjukkan lebih dari 10 menit setelah pukul waktu yang ditetapkan, namun situasi masih belum tampak ramai. Edcoustic, yang digawangi kang Aden & kang Eggie (penulis bahkan baru tahu namanya), belum tampil.
Konser, mungkin nama yang terlalu 'wah', penulis lebih senang menyebutnya sebagai 'penampilan sederhana', yang sarat dengan makna. Di sebuah area pelataran masjid yang mungkin tak lebih dari 10 x 30 meter, Edcoustic menyambut para penggemarnya dengan hangat.
Low profile, terpancar dari busana serta tutur kata keduanya. Terutama kang Eggie, yang sekira 10 menit lebih banyak diam ketika MC 'gaul' telah beraksi berceloteh ria. Sederhana, namun Edcoustic tetap menghibur dan 'menyentuh' melalui lantunan lagu hits mereka.
Mungkin banyak yang belum tahu, bahwa grup yang disebut-sebut nasyid (padahal biasanya nasyid merupakan kelompok vokal, tapi ini hanya beranggotakan 2 orang, bisa disebut nasyid?) ini ternyata sudah terbentuk sejak 2002, ya menurut keterangan dari wikipedia. Penulis sendiri baru pertama mendengar lagu buatan pria-pria asal Bandung ini setelah seorang teman, biasanya disebut a'a Yoga namanya, memberikan MP3 lagu Edcoustic - Muhasabah Cinta ketika penulis masih duduk di bangku perkuliahan, sekira tahun 2008 atau 2009.
Grup sekaliber Edcoustic mungkin belum menyamai kepopuleran band-band ‘melow’ seperti yang sudah ada saat ini. Musik yang ditawarkan boleh dikatakan tersegmentasi hanya untuk kalangan penikmat nasyid dan penggemar lirik lagu Islami. Meskipun demikian, dalam beberapa kesempatan, grup yang satu ini juga pernah tampil di negeri tetangga, Malaysia.
Ini menunjukkan, kepopuleran bukanlah parameter utama, melainkan seberapa jauh orang bisa terpengaruh atau ikut terinspirasi dengan lagu yang disampaikan oleh musisinya. Terlebih, dengan munculnya album ketiga Edcoustic dan memasuki bulan ramadan tahun ini, maka ini menjadi tanda sekaligus momentum yang tepat bagi mereka untuk bisa terus eksis di dunia hiburan tanah air, khususnya lagu-lagu yang bernuansa Islam.
Kembali lagi, di pelataran Masjid Raya Bogor (acara Syakaa Ramadhan Fair, 5 - 14 Juli 2013) yang diisi juga dengan stan jualan pernak-pernik, buku Islam dan lain-lain ini, Edcoustic sukses menyanyikan lima buah lagu. Sebelum memulai penampilan, MC gaul sempat ‘dikerjai’ dan beberapa kali tampak membuat kang Aden mengerutkan kening karena celetukannya, dan tak jarang juga ucapan yang terlontar oleh MC ini membuat tertawa para punggawa Edcoustic dan para hadirin.
Terlihat kaum wanita mendominasi yang kesemuanya mengenakan jilbab panjang. Sementara pria yang hadir, jumlahnya hanya sekira sepertiga dari keseluruhan pengunjung yang memang berniat jauh-jauh datang menyaksikan perform Edcoustic.
Memang beda, ketika baru memasuki pelataran masjid, awalnya mengalami kebingungan untuk mencari di mana panggung utamanya? Tapi ternyata hanya sepetak area yang mulai diisi oleh para pengunjung yang ingin melihat aksi Edcoustic. Yang datang menonton pun tentu orang-orang tertentu, yang terlihat dari cara mereka berpakaian, yang pria mengenakan baju koko serta ‘stokelan’ yang menunjukkan bahwa mereka pasti nyambung bila diajak berdiskusi tentang Islam.
Penulis duduk dengan tenang di bagian tengah agak depan dan menyaksikan penampilan Edcoustic, di mana lagu pertama yang dibawakan berjudul ‘Satu Cinta Berbagi Bahagia’, lagu berikutnya berjudul Kiyoku (bahasa Jepang), ketiga berjudul Because I’m here for you, lalu lagu yang tidak asing didengar, yakni Aku Ingin Mencintaimu Setulusnya serta lagu terakhir, Kau Ditakdirkan Untukku.
Kang Aden, begitu disapa oleh MC serta para Edfriends (sebutan penggemar/sahabat Edcoustic), memiliki suara yang penulis nilai unik. Sebab, gaya, warna dan alunan nada yang dituturkan terdengar begitu ‘nasyid’, cukup bertenaga dan memiliki ‘cengkok’ yang membuatnya mampu mengeluarkan ‘vibrate’ secara konsisten.
Kang Eggie, sang gitaris, yang mulanya lebih banyak diam, namun sekali ngomong yang keluar justru kata-kata religius yang cukup membuat pengunjung ‘mengangguk-angguk’ ketika ia berbicara. Keduanya telah memiliki pasangan hidup masing-masing alias menikah dan memiliki anak. Sebagian besar dari lagu-lagu Edcoustic yang diciptakan kang Aden, berasal dari pengalaman dirinya dan orang lain.
Misalnya di lagu berjudul ‘Nantikanku di Batas Waktu’, ternyata dibalik lagu itu terdapat ‘kisah pahit’ dari seorang musisi atau pencipta lagunya. Memang tidak jauh-jauh dari soal cinta, di mana lagu tersebut berisikan tentang ‘harapan dan penantian’. Saat kesabaran harus dikedepankan beserta ketulusan dalam penantian bahwa akan ada waktu yang tepat untuk bisa merajut mimpi bersama dengan pernikahan.
Singkat cerita, kang Aden ternyata membuat lagu ini karena kondisinya saat itu tidak memungkinkan atau belum siap untuk segera menikah, dan berharap calon bisa mengerti akan kondisi tersebut. Dalam penantian tersebut, ternyata si calon telah dilamar dan menikah dengan pria lain. Na’asnya, kang Aden atas ajakan ibu si wanita diperkenankan untuk menjadi panitia pernikahan anaknya.
Akan tetapi, kang Aden, si pria dengan rambut spike kecil ini kemudian tidak dapat menghadiri acara tersebut, dikarenakan ‘sakit’. Entah yang sakit lahiriah atau batiniahnya, pengunjung tampaknya bisa menyimpulkan sendiri apa yang dirasakan kang Aden melalui cerita tersebut. Ternyata inipun dialami oleh kang Eggie, but, he is like a gentlement, dengan calonnya yang ternyata telah menikah dengan pria lain, sang ‘pendekar petikan dawai’ ini memilih untuk hadir pada acara pernikahan mantan calonnya.
Di album ketiga yang akan rilis pada 14 Juli 2013 ini, para Edfriends bisa membelinya di salah satu toko merk busana wanita muslim terkemuka, Zoya. Satu hal yang tidak terlupa dan sering diingatkan oleh kang Eggie, ialah mengenai apresiasi dalam berkarya. Tentu, tak mudah bekerja menciptakan lagu, lirik dan lain-lain hingga terbit 1 album yang berisi sekira 9 lagu, maka cara paling jitu untuk menghargai karya musik atau lagu tersebut bisa dengan membeli CD aslinya. Ingat, seperti kata kang Eggie bilang, beli CD original atau aslinya, bukan melalui bajakan atau salah satu situs berbagi file gratis di internet.
Perform selama lebih kurang satu setengah jam (16.30 – 18.00 an kurang) ini cukup memberikan kesan positif bahwa Edcoustic, salah satu grup religi mampu eksis ditengah glamornya industri musik asing asal negeri gingseng atau lagu-lagu melankolis dari band-band tanah air. Mungkin tidak semuanya buruk, karena memang lagu-lagu religi umumnya tersegmentasi untuk kalangan tertentu, maka ia memiliki porsi penggemar tersendiri.
Kesederhanaan konsep penampilan, lagu-lagu yang dibawakan dan keseluruhan performa menunjukkan bahwa Edcoustic merupakan contoh grup musik ‘pure Islami’ yang menginspirasi dan perlu untuk terus didorong untuk dapat berkarya. Sayang, pada saat perform di pelataran masjid di ‘kota hujan’ ini, Edcoustic tidak membawakan lagu berjudul Muhasabah Cinta.
Meskipun demikian, lagu terakhir berjudul Kau Ditakdirkan Untukku cukup memberikan penutup yang segar. Sebab, lagu hits andalan yang akan dihadirkan dalam album ketiga ini memberi sedikit ‘sentilan’ untuk menggugah para jomblowan dan jomblowati untuk segera mengakhiri masa lajang.
Seusai acara, banyak dari para pengunjung yang ingin foto-foto bersama para anggota Edcoustic. Sebagian malu-malu, termasuk penulis. Namun, segera penulis tinggalkan ‘tempat kejadian perkara’, karena waktu adzan maghrib hampir tiba dan sebagian stan sangat sayang untuk dilewatkan dan enaknya sebentar mencari barang-barang unik di tempat tersebut, termasuk akhirnya membeli dua buah stiker bertuliskan kata-kata gaul-Islami, seharga Rp3 ribu (2 buah) untuk ukuran agak kecil, dan tersedia pula stiker seharga Rp5 ribu untuk yang berukuran lebih besar.
Edcoustic rupanya memiliki fansclub yang dinamakan Edfriends, di mana di masing-masing kota, 33 kota, memiliki apa yang mereka sebut sebagai ‘walikota’. Walikota di sini berarti pengkoordinir daerah, yang bertugas sebagai orang yang ditunjuk untuk misalnya, menginformasikan kepada para Edfriends Bogor apabila Edcoustic akan tampil di Bogor. Atau, bisa juga sebagai tempat ngobrol dan melakukan kopdar (kopi darat) dan sebagainya.
Di atas jabatan ‘walikota’ terdapat ‘Presiden’, yang merupakan koordinator utama yang memimpin para 'walikota' di 33 kota yang ada di Indonesia. Jabatan ‘eksekutif’ ini ternyata dipegang oleh seorang wanita, namanya Cicit/Citra kalau tidak salah, berjilbab dan ia kabarnya masih mengerjakan tesis S2-nya.
Ada yang unik pada saat sebelum penutupan oleh MC, MC yang bernama Fadli ini sempat bercanda dan sedang melakukan gerakan cepat pada tangannya dan tak sengaja menyikut bagian lengan kang Aden, hingga mik yang digenggam kang Aden bergerak pendek dan berhenti tepat di giginya. Alhasil, kang Aden 'kejetruk' giginya ketika itu, namun suasana kembali cair karena sang MC berhasil membuat kang Aden tertawa dengan ceplosannya yang jenaka.
Sementara ‘walikota’ Bogor, yang kebetulan sempat ngobrol bersama penulis bernama Irham. Pria yang mengenakan peci putih pada saat menyaksikan penampilan Edcoustic ini masih kuliah di Universitas Indonesia jurusan Sastra Arab. Wah, begitu dengar kampus dan jurusannya, sontak sebagian hadirin sempat heboh, tampaknya sebagian besar yang ramai berada di kubu akhwat. Untuk ‘walikota’ Depok yang hadir, dipegang oleh seorang karyawan yang ketika itu paling hafal menyanyikan reff lagu Kau Ditakdirkan Untukku, bernama Didit.
Dan, usai acara, kami shalat maghrib di dalam Masjid Raya Bogor. Terlihat kang Aden sedang bangun shalat (masbuk) usai Imam mengucap salam, entah di mana kang Eggie yang sebelumnya terlihat sedang menyingsingkan celananya hendak wudhu. Suasana yang terasa sejuk, khas atmosfer di masjid, khas berkumpul dengan para ikhwan muslim, ditambah punggawa Edcoustic yang inspiratif, benar-benar pengalaman yang mengesankan.
Terbesit tanya dalam hati, bernada basa-basi canda, mungkinkah Edcoustic akan menambah personel? Hehehe.. mungkin memerlukan pianis amatiran, hmm sebuah pertanyaan yang tak perlu dijawab serius, walau sesungguhnya tadi ingin meminta foto bersama atau sekedar ngobrol santai di sela-sela usai acara, tetapi tampaknya akan lebih baik bila bersegera menuju shalat maghrib setelah mengambil wudhu dan pulang ke rumah.
Semoga bisa bertemu lagi di kesempatan perform Edcoustic lainnya, tentunya yang lokasinya dekat rumah alias wilayah Depok atau Bogor only, hehe.. Sukses terus buat kang Aden, kang Eggie dan Edcoustic.
Yang mau nonton Piano Cover - Muhasabah Cinta (Edcoustic) klik di sini.
*****
(Foto: Dokumen pribadi)
Comments
Post a Comment