Serentetan kalimat terukir dan terurai. Mulanya tentu tak saling kenal, entah angin apa yang kemudian menghantarkan dua individu untuk dapat bertemu.
Teruntuk yang tak pernah lelah menanti. Tidak akan pernah tercapai mimpi tanpa upaya pengejaran. Saling tersiksa sepi adalah keniscayaan yang pernah sama-sama dialami.
Karena pada hakekatnya, apa yang dimaksud dengan "belahan jiwa" seperti yang sering dikatakan mereka ialah sesuatu yang telah ada dan ditetapkan. Oleh karenanya, frase yang tepat ialah bukan mencari, akan tetapi menemukan.
Barangkali sebenarnya yang ingin ditemukan telah terlihat dan dekat, namun ia takkan dapat diketemukan apabila masih dalam pergelutan pencarian. Pencarian tanpa dimantapkan dengan keikhlasan menerima apa adanya inilah yang pada akhirnya membuat seseorang sulit untuk menemukan.
Sama-sama memiliki mimpi, kelak pertalian suci itu akan membawa dua insan manusia lebih mandiri. Kokohnya ikatan resmi itu membuat yang tadinya sendiri menjadi kuat dalam kebersamaan, setiap hari, setiap detik, selamanya. Perjumpaan di dunia boleh jadi sementara, namun mimpi ini lebih jauh meneropong kebahagiaan yang bisa diraih bersama usai tutup usia di dunia. Keimanan yang tertanam menjadi kendaraan bersama untuk meraih Jannah-Nya.
Bukan soal kepuasan panca indera, namun bagaimana membangun peradaban manusia yang bertaqwa. Mirisnya, seolah waktu terporsir hanya untuk memikirkan seperti apa gerangan kesolekan dirinya, bukan memperhatikan sejauh mana kesolehan dirinya.
Mungkin bertindak gegabah paling mudah seperti membalikkan telapak tangan. Karena untuk menemukan sebaik-baiknya perhiasan dunia, tentu tidak seperti salah satu program acara "jodoh" di stasiun televisi swasta Indonesia, yang pesertanya bisa dengan mudah mematikan lampu bila tidak tertarik dan tetap menyalakan lampu bila dianggap menarik.
Sebab, bila "juri" pertama untuk memunculkan kecintaan hanya mengandalkan penglihatan mata, maka logika serta akal bisa tergilas, yang kemudian justru berpotensi menimbulkan sengsara. Sungguh tidak, tidak seperti demikian.
Di manapun berada, skenario-Nya akan melukiskan betapa besar keagungan-Nya. Dan, bila nanti dipertemukan dengan sosok peneduh jiwa itu, maka luapan rasa syukur akan senantiasa mengiringi di setiap derap langkah dan harapan.
*****
Ilustrasi (Foto: Natureplanet)
Karena pada hakekatnya, apa yang dimaksud dengan "belahan jiwa" seperti yang sering dikatakan mereka ialah sesuatu yang telah ada dan ditetapkan. Oleh karenanya, frase yang tepat ialah bukan mencari, akan tetapi menemukan.
Barangkali sebenarnya yang ingin ditemukan telah terlihat dan dekat, namun ia takkan dapat diketemukan apabila masih dalam pergelutan pencarian. Pencarian tanpa dimantapkan dengan keikhlasan menerima apa adanya inilah yang pada akhirnya membuat seseorang sulit untuk menemukan.
Sama-sama memiliki mimpi, kelak pertalian suci itu akan membawa dua insan manusia lebih mandiri. Kokohnya ikatan resmi itu membuat yang tadinya sendiri menjadi kuat dalam kebersamaan, setiap hari, setiap detik, selamanya. Perjumpaan di dunia boleh jadi sementara, namun mimpi ini lebih jauh meneropong kebahagiaan yang bisa diraih bersama usai tutup usia di dunia. Keimanan yang tertanam menjadi kendaraan bersama untuk meraih Jannah-Nya.
Bukan soal kepuasan panca indera, namun bagaimana membangun peradaban manusia yang bertaqwa. Mirisnya, seolah waktu terporsir hanya untuk memikirkan seperti apa gerangan kesolekan dirinya, bukan memperhatikan sejauh mana kesolehan dirinya.
Mungkin bertindak gegabah paling mudah seperti membalikkan telapak tangan. Karena untuk menemukan sebaik-baiknya perhiasan dunia, tentu tidak seperti salah satu program acara "jodoh" di stasiun televisi swasta Indonesia, yang pesertanya bisa dengan mudah mematikan lampu bila tidak tertarik dan tetap menyalakan lampu bila dianggap menarik.
Sebab, bila "juri" pertama untuk memunculkan kecintaan hanya mengandalkan penglihatan mata, maka logika serta akal bisa tergilas, yang kemudian justru berpotensi menimbulkan sengsara. Sungguh tidak, tidak seperti demikian.
Di manapun berada, skenario-Nya akan melukiskan betapa besar keagungan-Nya. Dan, bila nanti dipertemukan dengan sosok peneduh jiwa itu, maka luapan rasa syukur akan senantiasa mengiringi di setiap derap langkah dan harapan.
*****
Ilustrasi (Foto: Natureplanet)
Comments
Post a Comment