Fenomena banjir musiman yang melanda ibu kota jakarta memang persoalan yang tak kunjung usai. Pelik, siapapun gubernurnya tampaknya tidak akan mampu 100 persen menghentikan fenomena musiman ini.
Bukan pesimis, tetapi kondisi alam maupun lingkungan yang memang mendukung kemunculan "tamu periodik" tersebut di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kalau pun kota yang dikenal dengan sebutan Batavia itu bisa dibenahi secara serius dan menyeluruh, paling tidak banjir atau debit air berlebih yang melanda dapat dikurangi.
Tragis, seperti yang tergambar di foto yang diabadikan pada 17 Januari 2013 di terowongan dekat stasiun Manggarai. Namun rasanya kurang tepat bila menilai foto tersebut adalah potret "ceria" yang dialami seluruh warga Jakarta.
Meskipun memang, terlihat wajah gembira ria beberapa anak yang tampak senang bermain air di sekitar genangan banjir tersebut. Fenomena langka ini memperlihatkan beberapa anak bersuka cita bercengkrama tawa dengan genangan air di terowongan - bawah rel kereta api Manggarai.
Tak hanya di daerah Manggarai, ruas jalan di daerah Jakarta lainnya juga diselimuti banjir dengan ketinggian air sekira betis orang dewasa, bahkan lebih.
Bagaimanapun, fenomena memilukan ini tidak lain tidak bukan haruslah disikapi dengan cara berlapang dada. Bersabar menjadi senjata andalan mereka yang rumahnya harus dikepung banjir.
Curah hujan tinggi yang mengakibatkan air meluap juga mengganggu perjalanan KRL Jabodetabek. Kereta hanya diperbolehkan beroperasi dengan rute stasiun Bogor - stasiun Manggarai, tidak sampai stasiun Kota. Khusus di stasiun Sudirman, genangan air memenuhi area di jalur kereta dalam stasiun.
Bisa dibayangkan, ada berapa orang yang harus "merogoh saku" lebih dalam untuk dapat melaju cepat menuju tempat kerjanya, yang berada di daerah Cikini, Gondangdia hingga Jakarta kota. Disinilah letak "panen"nya para pengojek motor dan bajaj.
Tentu banjir ini memberikan mereka kesempatan untuk membawa uang ke rumah lebih banyak dari hari biasanya, di mana uang itu digunakan sebagai penyambung hidup dan menafkahi keluarga. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka juga mengalami kebanjiran di rumahnya masing-masing.
Profesi dadakan pun muncul, seperti ojeg gerobak yang mengangkut sepeda motor dari satu tempat ke tempat lain. Berdasarkan keterangan salah satu penggiat ojeg gerobak yang disiarkan di berita televisi swasta, penghasilan mereka hanya dengan menarik gerobak yang mengangkut motor beserta pemiliknya, mendapatkan Rp500 ribu per hari.
Nominal rupiah yang dirasa cukup besar, walau hanya menarik dan mendorong gerobak beberapa puluh hingga ratus meter. Kabarnya, sekali angkut, untuk satu motor mereka bisa mendapatkan Rp20 ribu.
Fenomena banjir memang perlu disikapi secara dewasa. Perlu diingat, tidak ada musibah yang tidak memberikan pelajaran atau hikmah dari Sang Maha Kuasa. Allah SWT memberikan ujian kepada mereka yang dilanda banjir agar bersabar, dan kembali mengingat-Nya.
Padahal, boleh jadi hikmah banjir Jakarta ini merupakan teguran keras. Teguran di mana sebagian dari mereka seharusnya dapat memaknai tahun baru dengan bermuhasabah, bukan hura-hura seperti yang terjadi di malam 31 Desember 2012 silam.
Kawasan bundaran HI terutama. Sekilas mata memandang seperti sebuah kolam raksasa yang mengelilingi air terjun di tengah kota. Flashback ke malam 31 Desember 2012, area ini menjadi ajang euforia menyambut tahun baru, yang diisi dengan aneka ragam hiburan dan segala hal lainnya yang berbau duniawi, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Semoga banjir Jakarta ini bisa disikapi dengan penuh kesadaran. Selain itu, mereka yang terkena musibah ini dapat mengambil hikmah, serta memperteguh keimanan seorang hamba, baik yang terkena dampak banjir secara langsung ataupun yang hanya bisa menonton beritanya melalui layar kaca.
*****
Banjir terowongan manggarai (Foto: Dok. Pribadi)
Stasiun Sudirman mirip empang (Foto: Capture DP Blackberry)
Foto area bundaran HI malam tahun baru (Foto: AP/Jagat maya)
Foto area bundaran HI - banjir (Foto: Merdeka)
Bukan pesimis, tetapi kondisi alam maupun lingkungan yang memang mendukung kemunculan "tamu periodik" tersebut di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Kalau pun kota yang dikenal dengan sebutan Batavia itu bisa dibenahi secara serius dan menyeluruh, paling tidak banjir atau debit air berlebih yang melanda dapat dikurangi.
Tragis, seperti yang tergambar di foto yang diabadikan pada 17 Januari 2013 di terowongan dekat stasiun Manggarai. Namun rasanya kurang tepat bila menilai foto tersebut adalah potret "ceria" yang dialami seluruh warga Jakarta.
Meskipun memang, terlihat wajah gembira ria beberapa anak yang tampak senang bermain air di sekitar genangan banjir tersebut. Fenomena langka ini memperlihatkan beberapa anak bersuka cita bercengkrama tawa dengan genangan air di terowongan - bawah rel kereta api Manggarai.
Tak hanya di daerah Manggarai, ruas jalan di daerah Jakarta lainnya juga diselimuti banjir dengan ketinggian air sekira betis orang dewasa, bahkan lebih.
Bagaimanapun, fenomena memilukan ini tidak lain tidak bukan haruslah disikapi dengan cara berlapang dada. Bersabar menjadi senjata andalan mereka yang rumahnya harus dikepung banjir.
Curah hujan tinggi yang mengakibatkan air meluap juga mengganggu perjalanan KRL Jabodetabek. Kereta hanya diperbolehkan beroperasi dengan rute stasiun Bogor - stasiun Manggarai, tidak sampai stasiun Kota. Khusus di stasiun Sudirman, genangan air memenuhi area di jalur kereta dalam stasiun.
Bisa dibayangkan, ada berapa orang yang harus "merogoh saku" lebih dalam untuk dapat melaju cepat menuju tempat kerjanya, yang berada di daerah Cikini, Gondangdia hingga Jakarta kota. Disinilah letak "panen"nya para pengojek motor dan bajaj.
Tentu banjir ini memberikan mereka kesempatan untuk membawa uang ke rumah lebih banyak dari hari biasanya, di mana uang itu digunakan sebagai penyambung hidup dan menafkahi keluarga. Bahkan, bukan tidak mungkin mereka juga mengalami kebanjiran di rumahnya masing-masing.
Profesi dadakan pun muncul, seperti ojeg gerobak yang mengangkut sepeda motor dari satu tempat ke tempat lain. Berdasarkan keterangan salah satu penggiat ojeg gerobak yang disiarkan di berita televisi swasta, penghasilan mereka hanya dengan menarik gerobak yang mengangkut motor beserta pemiliknya, mendapatkan Rp500 ribu per hari.
Nominal rupiah yang dirasa cukup besar, walau hanya menarik dan mendorong gerobak beberapa puluh hingga ratus meter. Kabarnya, sekali angkut, untuk satu motor mereka bisa mendapatkan Rp20 ribu.
Fenomena banjir memang perlu disikapi secara dewasa. Perlu diingat, tidak ada musibah yang tidak memberikan pelajaran atau hikmah dari Sang Maha Kuasa. Allah SWT memberikan ujian kepada mereka yang dilanda banjir agar bersabar, dan kembali mengingat-Nya.
Padahal, boleh jadi hikmah banjir Jakarta ini merupakan teguran keras. Teguran di mana sebagian dari mereka seharusnya dapat memaknai tahun baru dengan bermuhasabah, bukan hura-hura seperti yang terjadi di malam 31 Desember 2012 silam.
Kawasan bundaran HI terutama. Sekilas mata memandang seperti sebuah kolam raksasa yang mengelilingi air terjun di tengah kota. Flashback ke malam 31 Desember 2012, area ini menjadi ajang euforia menyambut tahun baru, yang diisi dengan aneka ragam hiburan dan segala hal lainnya yang berbau duniawi, bahkan bertentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Semoga banjir Jakarta ini bisa disikapi dengan penuh kesadaran. Selain itu, mereka yang terkena musibah ini dapat mengambil hikmah, serta memperteguh keimanan seorang hamba, baik yang terkena dampak banjir secara langsung ataupun yang hanya bisa menonton beritanya melalui layar kaca.
*****
Banjir terowongan manggarai (Foto: Dok. Pribadi)
Stasiun Sudirman mirip empang (Foto: Capture DP Blackberry)
Foto area bundaran HI malam tahun baru (Foto: AP/Jagat maya)
Foto area bundaran HI - banjir (Foto: Merdeka)
Comments
Post a Comment