Setiap perusahaan media memiliki kebijakan internalnya masing-masing. Sistem manajemen dan standar pemberian "kesejahteraan" bagi karyawannya tentu berbeda antara satu perusahaan media dengan perusahaan media yang lain.
Jangan salah menilai sebuah media yang besar bakal memberikan nominal fee yang juga sebanding dengan brand perusahaan tersebut. Seperti yang mungkin diketahui bersama, salah satu perusahaan media televisi swasta di Indonesia, yang memiliki seragam ekslusif berwarna hitam yang sekilas persis seragam patroli aparat keamanan di negeri paman Sam, ternyata banyak yang menyebut urusan gaji pegawainya konon masih jauh dari kata standar hidup di Jakarta.
Brand perusahaan yang dianggap "wah" mungkin tak semuanya memperhatikan urusan kesejahteraan, bahkan untuk fresh graduate sekalipun. Maka tak aneh bila pekerja, khususnya reporter yang senantiasa "hilir-mudik" mencari suasana baru alias pekerjaan baru di perusahaan media lainnya.
Lumrah, berpindah-pindah pekerjaan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Bahkan, itu merupakan hak setiap manusia untuk dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri. Umumnya, perusahaan media pun tak memberikan pinalty bagi mereka yang hendak resign dalam satu periode kontrak kerja yang tengah berlangsung. Maka, semakin mendukung lah para prajurit atau awak media ini untuk berlabuh ke "pulau" yang lebih menjanjikan.
Memang hidup harus visioner, seseorang harus mampu melihat peluang dan potensi masa depan dan tak berhenti alias stuck di tempat.
Hal yang biasa bagi para lulusan baru, mencari kerja serta memperdalam pengalaman di dunia kerja. Tak heran silih berganti karyawan itu hengkang dan masuk dalam perusahaan yang berbeda. Lompatan tersebut adalah wajar.
Perusahaan media pun ternyata senang dengan para fresh graduate ini, istilahnya, mereka masih "hijau" dan lunak untuk bisa ditempa dan dibentuk. Simbiosis mutualisme antara para lulusan yang ingin segera mencicipi uang gaji sendiri dengan kebutuhan perusahaan media yang memerlukan tenaga kerja dari kalangan yang baru lulus kuliah, klop sudah.
Namun perlu diketahui, persaingan tidaklah mudah. Maka ketika masih menjadi mahasiswa, usahakan sudah menggeluti bidang organisasi maupun pengalaman PKL atau magang. Kebanyakan perusahaan media atau perusahaan lainnya menilai calon karyawan melalui portofolionya selama ia duduk di bangku kuliah.
Media yang Satu Dengan Media yang Lain Berbeda
Tak perlu menyebut berapa banyak dan apa saja perusahaan media yang ada di Indonesia, mulai dari media cetak, elektronik dan online, semua sama-sama menyajikan berita yang tentunya bervariatif.
Memang, jumlah perusahaan media dibandingkan jumlah lulusan jenjang strata 1 tentu tak berimbang. Para lulusan baru diharap memiliki nilai tambah dan mampu "menjual" dirinya kepada perusahaan, agar dipercaya dan kelak bisa segera diangkat menjadi pegawai tetap.
Media yang satu dengan yang lain memiliki aturan dan arah kebijakannya sendiri. Ada yang senang dengan mengandalkan berita heboh, karena memang situasi internal mengharuskan mereka berlaku demikian untuk menaikan trafik pembaca.
Namun, apa signifikansinya bila ini dijadikan alasan utama yang mengabaikan kebebasan kepada tenaga kerjanya untuk menggarap beria lain yang tak kalah menarik baginya. Berharap menang di kandang sendiri dengan mengandalkan trafik adalah tanda bahwa strategi tersebut sangat menjenuhkan dan bersifat monoton.
Memang tak ada perusahaan atau media apapun yang benar-benar sempurna dan selalu membuat hati senang para tenaga kerjanya. Sifat fluktuatif dan dinamis ini pula yang akan menjadi tantangan tersendiri untuk para pekerjanya.
Memang kita seharusnya lebih banyak lagi untuk belajar bersabar dan bersyukur.
*****
Ilustrasi (Foto: Evenweeks)
Jangan salah menilai sebuah media yang besar bakal memberikan nominal fee yang juga sebanding dengan brand perusahaan tersebut. Seperti yang mungkin diketahui bersama, salah satu perusahaan media televisi swasta di Indonesia, yang memiliki seragam ekslusif berwarna hitam yang sekilas persis seragam patroli aparat keamanan di negeri paman Sam, ternyata banyak yang menyebut urusan gaji pegawainya konon masih jauh dari kata standar hidup di Jakarta.
Brand perusahaan yang dianggap "wah" mungkin tak semuanya memperhatikan urusan kesejahteraan, bahkan untuk fresh graduate sekalipun. Maka tak aneh bila pekerja, khususnya reporter yang senantiasa "hilir-mudik" mencari suasana baru alias pekerjaan baru di perusahaan media lainnya.
Lumrah, berpindah-pindah pekerjaan sesuatu yang tidak bisa dihindari. Bahkan, itu merupakan hak setiap manusia untuk dapat menentukan pilihan hidupnya sendiri. Umumnya, perusahaan media pun tak memberikan pinalty bagi mereka yang hendak resign dalam satu periode kontrak kerja yang tengah berlangsung. Maka, semakin mendukung lah para prajurit atau awak media ini untuk berlabuh ke "pulau" yang lebih menjanjikan.
Memang hidup harus visioner, seseorang harus mampu melihat peluang dan potensi masa depan dan tak berhenti alias stuck di tempat.
Hal yang biasa bagi para lulusan baru, mencari kerja serta memperdalam pengalaman di dunia kerja. Tak heran silih berganti karyawan itu hengkang dan masuk dalam perusahaan yang berbeda. Lompatan tersebut adalah wajar.
Perusahaan media pun ternyata senang dengan para fresh graduate ini, istilahnya, mereka masih "hijau" dan lunak untuk bisa ditempa dan dibentuk. Simbiosis mutualisme antara para lulusan yang ingin segera mencicipi uang gaji sendiri dengan kebutuhan perusahaan media yang memerlukan tenaga kerja dari kalangan yang baru lulus kuliah, klop sudah.
Namun perlu diketahui, persaingan tidaklah mudah. Maka ketika masih menjadi mahasiswa, usahakan sudah menggeluti bidang organisasi maupun pengalaman PKL atau magang. Kebanyakan perusahaan media atau perusahaan lainnya menilai calon karyawan melalui portofolionya selama ia duduk di bangku kuliah.
Media yang Satu Dengan Media yang Lain Berbeda
Tak perlu menyebut berapa banyak dan apa saja perusahaan media yang ada di Indonesia, mulai dari media cetak, elektronik dan online, semua sama-sama menyajikan berita yang tentunya bervariatif.
Memang, jumlah perusahaan media dibandingkan jumlah lulusan jenjang strata 1 tentu tak berimbang. Para lulusan baru diharap memiliki nilai tambah dan mampu "menjual" dirinya kepada perusahaan, agar dipercaya dan kelak bisa segera diangkat menjadi pegawai tetap.
Media yang satu dengan yang lain memiliki aturan dan arah kebijakannya sendiri. Ada yang senang dengan mengandalkan berita heboh, karena memang situasi internal mengharuskan mereka berlaku demikian untuk menaikan trafik pembaca.
Namun, apa signifikansinya bila ini dijadikan alasan utama yang mengabaikan kebebasan kepada tenaga kerjanya untuk menggarap beria lain yang tak kalah menarik baginya. Berharap menang di kandang sendiri dengan mengandalkan trafik adalah tanda bahwa strategi tersebut sangat menjenuhkan dan bersifat monoton.
Memang tak ada perusahaan atau media apapun yang benar-benar sempurna dan selalu membuat hati senang para tenaga kerjanya. Sifat fluktuatif dan dinamis ini pula yang akan menjadi tantangan tersendiri untuk para pekerjanya.
Memang kita seharusnya lebih banyak lagi untuk belajar bersabar dan bersyukur.
*****
Ilustrasi (Foto: Evenweeks)
Comments
Post a Comment