Tentang sesuatu yang masih menjadi misteri, maka hal tersebut akan tetap indah bila tetap berada dalam posisinya yang belum diketahui. Sebuah tanda tanya akan harapan masa depan memang harus terus dilestarikan dalam bentuk abstraknya, sehingga ia akan memberikan sensasi luar biasa apabila kelak telah menjawab segala rasa penasaran itu.
Di sinilah nikmatnya berada dalam kesendirian, tak perlu berkecimpung dalam segala hal yang menguras energi, otak dan perasaan. Mengalirnya selalu diiringi keoptimisan hati yang berusaha tetap tertaut pada Sang Maha Pencipta.
Skenario indah-Nya jangan sampai terusik dengan hal yang berbau pegelaran-pegalaran yang tidak bermanfaat, jauh dari syariat, bahkan tampak menggoreskan tinta tentatif yang sesungguhnya tinta-Nya telah menetapkan demikian dan demikian di masa depan.
Hal yang merubah nasib salah satunya ialah dengan usaha, yang juga diiringi dengan do'a. Namun, segala sesuatunya memang harus tertuju pada ketentuan syariat, "harga mati" yang tidak bisa ditawar.
Misteri semacam kematian, rezeki dan jodoh pasti melekat di setiap jiwa-jiwa dan raga yang hidup. Mimpi-mimpi masa depan akan tetap menjadi sesuatu yang indah bila kita tetap mampu menjaganya. Proses menuju dewasa memang pelik, penuh rintangan dan tantangan.
Jiwa labil memang penuh dengan keinginan, impian dan ekspektasi-ekspektasi masa depan. Mimpi boleh dirangkai, namun jangan pernah keluar dari jalur syariat.
Agak sulit, ketika kondisi dihadapkan pada banyak ragam pilihan keputusan. Karena semua tampak indah dan seolah menyihir bila digalakkan secara terus menerus. Namun, bila ini dibiarkan, tampak misteri itu akan semakin terungkap dan tidak lagi menjadi sesuatu yang paling dinantikan.
Sang Maha Pembolak-balik hati pun menguji setiap hamba melalui berbagai ujian, termasuk rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Bisa diresapi kisah Fathimah dan Ali, yang ternyata memendam rasa tanpa perlu ada pengungkapan. Namun pada akhirnya, mereka berjodoh atas ketetapan-Nya.
Keduanya saling menjaga izzah dan fitrah dan tentu mereka menyimpan sekotak cinta yang dimilikinya rapat-rapat. Dan, sekotak cinta itu dialamatkan hanya bagi yang halal untuk pasangan hidup mereka masing-masing.
Tak perduli siapa kelak jodohnya, namun sekotak rasa yang mendamaikan itu disimpannya dengan rapi untuk belahan hatinya kelak. Paradigma yang luar biasa indahnya. Apa percakapan Fathimah dan Ali usai ijab qabul terlaksana?
Seperti yang dikutip dari buku Salim A. Fillah dalam buku bestseller-nya berjudul Jalan Cinta Para Pejuang, baik Ali maupun Fathimah tak pernah mengungkapkan perasaan mereka masing-masing hingga hari yang telah mereka nantikan itu tiba.
Fathimah, puteri tercinta Rasulullah Muhammad SAW mengatakan kepada Ali, yang kurang lebih demikian: "Sebelum aku menikah denganmu, dahulu ada lelaki yang pernah aku cinta." Penasaran Ali seraya berkata: "Siapakah lelaki itu? apa engkau menyesal menikah denganku, wahai isteriku?"
Lalu, apa kata Fathimah? "Lelaki yang aku maksud itu adalah, engkau," Ya, betapa kisah tersebut seharusnya mampu memberikan inspirasi bagi para pemuda dan pemudi Islam, agar menetapkan segala sesuatunya hanya pada takdir dan ketentuan Allah.
Ali pun bukan karena beruntung ia tiba-tiba langsung melamar Fathimah, namun ia mampu menjaga perasaannya sejak lama dan mempersilakan kepada pria lain yang ia anggap lebih baik ketimbang dirinya. Ketika itu, sahabat Rasulullah SAW, Abu bakr ash shiddiq serta Umar ibn Al Khaththab melamar Fathimah, namun lamaran tersebut ditolak.
Disitulah, setelah dirinya merasa sanggup, siap dan didukung sahabat/kerabatnya, Ali memberanikan diri untuk meminang Fathimah. Pinangan itu diterima, mereka menikah, dan terjadilah percakapan indah tersebut.
Untuk mengetahui lebih rinci mengenai apa itu hakekat cinta, berikut cerita motivasi tentang "virus merah jambu" tersebut, juga penjelasan lebih detail lagi tentang kisah Fathimah dan Ali, Anda bisa membeli buku karya Salim A. Fillah.
Demikianlah seharusnya, skenario indah itu memang mengalir dengan penuh makna. Sesuatu yang masih menjadi misteri akan tetap memiliki nilai dan sesuatu yang menggugah. Ada baiknya perasaan itu disimpan, dan sekotak cinta itu kemudian diberikan kepada pasangan sah, bukan kepada non-mahrom yang belum halal, apalagi terlibat pacaran.
Logika dan keimanan harus bersinergi, berharap yang terbaik dalam keistiqomah'an kepada Sang Maha Pengatur. Yang utama memang, hati dan perasaan itu perlu ditautkan di urutan pertama yakni kepada Allah SWT, barulah ia bisa merasakan manisnya dinamika kehidupan. Bukan dengan cara berharap kepada makhluk Ciptaan-Nya.
Seperti dalam penggalan lirik lagu Maidany - Jangan Jatuh Cinta. Maka, berharap bahwa Allah yang menganugerahkan cinta yang dititipkan untuk hamba-Nya, bukan mengharapkan cinta yang sengaja ditanam pada seseorang.
Bukankah dzhalim, terlalu berfokus dalam alam perencanaan, sementara diri menganggap bahwa pernikahan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sehingga, dalam waktu yang ia sendiri belum mampu memastikan, kapan peminangan itu akan dilaksanakan? terlebih cara yang ditempuh untuk menjemput jodoh itu adalah sebuah paradigma konvensional yang sesungguhnya tak ada dalam syariat.
Membuat wanita menanti itu sesungguhnya adalah kekejaman, kedzhaliman, kekejian serta kenistaan. Mengutip kata-kata Salim A. Fillah dalam bukunya, "Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan."
Maka, jangan sekali-kali menjanjikan sesuatu pada wanita, atau melambungkan impian tinggi yang belum siap dikejar. Karena, bila usia masih muda, akan terdapat berbagai pilihan-pilihan, menggapai mimpi di masa lajang, memperdalam ilmu di dalam masa-masa kesendirian, atau mungkin di masa depan akan menemukan seseorang yang lain yang Anda anggap dialah yang paling baik di antara hamba Allah yang terbaik.
Sehingga, boleh jadi segala sesuatu yang telah direncanakan dengannya di awal bisa sirna, segala harapan yang telah dibina bisa terhapus, dan semua yang telah dicita-citakan bisa berubah haluan. Sebelum kondisinya akan bertambah rumit, hendaknya setiap hamba berserah diri kepada ketentuan Allah di masa depan dan senantiasa berintrospeksi.
Dan apabila kelak, semuanya telah mencukupi dan siap, tentu tak ada lagi kata menanti. Yang ada ialah bersegera dan bergegas menjemput "bidadari", tanpa ada keraguan, tanpa perlu ada kekecewaan, berserah diri sepenuhnya serta bersyukur kepada Allah SWT.
Mungkin terdengar klasik, tetapi cinta akan indah pada saatnya.
Wallahu a'lam
*****
(Foto: Bikin pakai program paint. Nyari di Gugel foto cover depan buku Salim A. Fillah)
Di sinilah nikmatnya berada dalam kesendirian, tak perlu berkecimpung dalam segala hal yang menguras energi, otak dan perasaan. Mengalirnya selalu diiringi keoptimisan hati yang berusaha tetap tertaut pada Sang Maha Pencipta.
Skenario indah-Nya jangan sampai terusik dengan hal yang berbau pegelaran-pegalaran yang tidak bermanfaat, jauh dari syariat, bahkan tampak menggoreskan tinta tentatif yang sesungguhnya tinta-Nya telah menetapkan demikian dan demikian di masa depan.
Hal yang merubah nasib salah satunya ialah dengan usaha, yang juga diiringi dengan do'a. Namun, segala sesuatunya memang harus tertuju pada ketentuan syariat, "harga mati" yang tidak bisa ditawar.
Misteri semacam kematian, rezeki dan jodoh pasti melekat di setiap jiwa-jiwa dan raga yang hidup. Mimpi-mimpi masa depan akan tetap menjadi sesuatu yang indah bila kita tetap mampu menjaganya. Proses menuju dewasa memang pelik, penuh rintangan dan tantangan.
Jiwa labil memang penuh dengan keinginan, impian dan ekspektasi-ekspektasi masa depan. Mimpi boleh dirangkai, namun jangan pernah keluar dari jalur syariat.
Agak sulit, ketika kondisi dihadapkan pada banyak ragam pilihan keputusan. Karena semua tampak indah dan seolah menyihir bila digalakkan secara terus menerus. Namun, bila ini dibiarkan, tampak misteri itu akan semakin terungkap dan tidak lagi menjadi sesuatu yang paling dinantikan.
Sang Maha Pembolak-balik hati pun menguji setiap hamba melalui berbagai ujian, termasuk rasa ketertarikan terhadap lawan jenis. Bisa diresapi kisah Fathimah dan Ali, yang ternyata memendam rasa tanpa perlu ada pengungkapan. Namun pada akhirnya, mereka berjodoh atas ketetapan-Nya.
Keduanya saling menjaga izzah dan fitrah dan tentu mereka menyimpan sekotak cinta yang dimilikinya rapat-rapat. Dan, sekotak cinta itu dialamatkan hanya bagi yang halal untuk pasangan hidup mereka masing-masing.
Tak perduli siapa kelak jodohnya, namun sekotak rasa yang mendamaikan itu disimpannya dengan rapi untuk belahan hatinya kelak. Paradigma yang luar biasa indahnya. Apa percakapan Fathimah dan Ali usai ijab qabul terlaksana?
Seperti yang dikutip dari buku Salim A. Fillah dalam buku bestseller-nya berjudul Jalan Cinta Para Pejuang, baik Ali maupun Fathimah tak pernah mengungkapkan perasaan mereka masing-masing hingga hari yang telah mereka nantikan itu tiba.
Fathimah, puteri tercinta Rasulullah Muhammad SAW mengatakan kepada Ali, yang kurang lebih demikian: "Sebelum aku menikah denganmu, dahulu ada lelaki yang pernah aku cinta." Penasaran Ali seraya berkata: "Siapakah lelaki itu? apa engkau menyesal menikah denganku, wahai isteriku?"
Lalu, apa kata Fathimah? "Lelaki yang aku maksud itu adalah, engkau," Ya, betapa kisah tersebut seharusnya mampu memberikan inspirasi bagi para pemuda dan pemudi Islam, agar menetapkan segala sesuatunya hanya pada takdir dan ketentuan Allah.
Ali pun bukan karena beruntung ia tiba-tiba langsung melamar Fathimah, namun ia mampu menjaga perasaannya sejak lama dan mempersilakan kepada pria lain yang ia anggap lebih baik ketimbang dirinya. Ketika itu, sahabat Rasulullah SAW, Abu bakr ash shiddiq serta Umar ibn Al Khaththab melamar Fathimah, namun lamaran tersebut ditolak.
Disitulah, setelah dirinya merasa sanggup, siap dan didukung sahabat/kerabatnya, Ali memberanikan diri untuk meminang Fathimah. Pinangan itu diterima, mereka menikah, dan terjadilah percakapan indah tersebut.
Untuk mengetahui lebih rinci mengenai apa itu hakekat cinta, berikut cerita motivasi tentang "virus merah jambu" tersebut, juga penjelasan lebih detail lagi tentang kisah Fathimah dan Ali, Anda bisa membeli buku karya Salim A. Fillah.
Demikianlah seharusnya, skenario indah itu memang mengalir dengan penuh makna. Sesuatu yang masih menjadi misteri akan tetap memiliki nilai dan sesuatu yang menggugah. Ada baiknya perasaan itu disimpan, dan sekotak cinta itu kemudian diberikan kepada pasangan sah, bukan kepada non-mahrom yang belum halal, apalagi terlibat pacaran.
Logika dan keimanan harus bersinergi, berharap yang terbaik dalam keistiqomah'an kepada Sang Maha Pengatur. Yang utama memang, hati dan perasaan itu perlu ditautkan di urutan pertama yakni kepada Allah SWT, barulah ia bisa merasakan manisnya dinamika kehidupan. Bukan dengan cara berharap kepada makhluk Ciptaan-Nya.
Seperti dalam penggalan lirik lagu Maidany - Jangan Jatuh Cinta. Maka, berharap bahwa Allah yang menganugerahkan cinta yang dititipkan untuk hamba-Nya, bukan mengharapkan cinta yang sengaja ditanam pada seseorang.
Bukankah dzhalim, terlalu berfokus dalam alam perencanaan, sementara diri menganggap bahwa pernikahan tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Sehingga, dalam waktu yang ia sendiri belum mampu memastikan, kapan peminangan itu akan dilaksanakan? terlebih cara yang ditempuh untuk menjemput jodoh itu adalah sebuah paradigma konvensional yang sesungguhnya tak ada dalam syariat.
Membuat wanita menanti itu sesungguhnya adalah kekejaman, kedzhaliman, kekejian serta kenistaan. Mengutip kata-kata Salim A. Fillah dalam bukunya, "Cinta tak pernah meminta untuk menanti. Ia mengambil kesempatan. Itulah keberanian. Atau mempersilakan. Yang ini pengorbanan."
Maka, jangan sekali-kali menjanjikan sesuatu pada wanita, atau melambungkan impian tinggi yang belum siap dikejar. Karena, bila usia masih muda, akan terdapat berbagai pilihan-pilihan, menggapai mimpi di masa lajang, memperdalam ilmu di dalam masa-masa kesendirian, atau mungkin di masa depan akan menemukan seseorang yang lain yang Anda anggap dialah yang paling baik di antara hamba Allah yang terbaik.
Sehingga, boleh jadi segala sesuatu yang telah direncanakan dengannya di awal bisa sirna, segala harapan yang telah dibina bisa terhapus, dan semua yang telah dicita-citakan bisa berubah haluan. Sebelum kondisinya akan bertambah rumit, hendaknya setiap hamba berserah diri kepada ketentuan Allah di masa depan dan senantiasa berintrospeksi.
Dan apabila kelak, semuanya telah mencukupi dan siap, tentu tak ada lagi kata menanti. Yang ada ialah bersegera dan bergegas menjemput "bidadari", tanpa ada keraguan, tanpa perlu ada kekecewaan, berserah diri sepenuhnya serta bersyukur kepada Allah SWT.
Mungkin terdengar klasik, tetapi cinta akan indah pada saatnya.
Wallahu a'lam
*****
(Foto: Bikin pakai program paint. Nyari di Gugel foto cover depan buku Salim A. Fillah)
Comments
Post a Comment