Mikir-mikir mau beli gadget model baru tapi ramah kantong? kalau beli di toko biasa mungkin harganya masih jauh di luar ekspektasi. Hmm, nyari gadget anyar sekaligus termurah, sepertinya Indocomtech 2012 bisa menjadi pilihan.
Selain disediakan banyak produk-produk gadget, event yang dilangsungkan di Jakarta Convention Center (31 Oktober - 4 November 2012) ini juga memamerkan macem-macem video game (Jakarta Game Show 2012). Emang agak sedikit sepi ketimbang Indonesian Game Show 2012 yang baru aja berapa bulan lalu digelar. Ternyata dua event itu yang bikin atau yang dukung adalah dari dua majalah video game terkemuka yang berbeda, yaitu Hot game (JGS/Jakarta Game Show 2012) dan IGS atau Indonesian Game Show 2012 (Gamestation).
Lucunya, konon masing-masing media cetak khusus video game ini bisa saling tak acuh gitu. Kalau event JGS 2012, pihak gamestation gak mau ngeliput, begitu juga sebaliknya, kalau event IGS, tak ada berita yang dimuat di majalah hot game. Katanya sih begitu.
Tapi, terserah mereka, yang penting pengunjung, masyarakat dan semua gamer di Tanah Air, paling tidak merasakan bahwa game sudah tidak lagi dipandang sebelah mata. Mulai bermunculan developer lokal yang sanggup menandingi kemampuan developer luar negeri sekalipun. Dan, tentu para developer yang terdiri dari anak bangsa ini masih berada dalam tahap embrio dan bisa terus belajar dan mengembangkan karyanya untuk menciptakan aplikasi atau game yang semakin berkualitas.
Beberapa developer juga telah cukup populer, hingga mereka berkiprah di Tokyo Game Show 2012. Sebut saja, Agate Studio asal Bandung. Indonesian Game Show 2012 juga menampilkan macem-macem pameran, mulai penghargaan game developer terbaik, hingga kompetisi e-sport.
Kompetisi ini diramaikan dengan game tembak-tembakan atau FPS, seperti Counter strike. Dimeriahkan juga dengan turnamen game Pro Evolution SOccer 2013 dan sebagainya. Ternyata kompetisi ini cukup bergengsi, karena seseorang yang memiliki kemahiran dalam memainkan game dan menang menjadi juara nasional, bisa dikirim ke luar negeri untuk ikut serta dalam turnamen World Cyber Game, berhadiah jutaan rupiah.
Dahsyat juga, dulu game menjadi biang keladi, di mana para orang tua menjadikan game sebagai kambing hitam, lantaran anaknya dapat nilai buruk di sekolah. Jam main game pun dibatasi, misalnya orang tua cuma membolehkan anaknya main game khusus di hari minggu aja. Tapi kini, game semakin berkembang, tidak hanya grafisnya yang tokcer, karakter juga makin mirip dengan orang beneran, lingkungan dan lain-lain. Dan, beberapa game itu juga diperlombakan baik kancah nasional maupun internasional, sehingga pemenangnya bisa mengharumkan nama negaranya sendiri, mantap!.
Di Jakarta Game SHow juga menampilkan stand-stand yang sudah bagaikan surganya para penggila game. Pengunjung boleh jajal game gratis di stand PlayStation, mainin game sepuasnya, bisa juga ikutan turnamen game dengan hadiah utama konsol PlayStation 3. Benar-benar lumayan hadiah yang ditawarkan. Kalau beli konsol PS generasi ketiga tersebut, bisa dibeli mulai dari harga 3,6 jutaan. Mantap bener.
Adanya pameran teknologi seperti hadirnya smartphone, laptop, tablet PC, peralatan elektronik dan akesoris lainnya, memang bisa memberikan banyak sisi positif, tentu yang merasakan adalah para vendor produk teknologi itu sendiri. Penjualan mereka bisa melonjak, karena disediakan juga diskon yang cukup menggiurkan para pengunjungnya.
Namun di satu sisi lainnya, bagi masyarakat, acara semacam ini tak lebih hanya sebagai momen dipacunya sifat konsumerisme masyarakat secara berkelanjutan, mulai dari hari pertama, hingga hari terakhir. Seolah pengunjung tak henti-hentinya dimanjakan, oleh berbagai produk yang sebenarnya merupakan kebutuhan non-primer. Ironis.
Menjamurnya produk teknologi dari luar ini merupakan bukti, betapa cerdasnya para vendor dalam membidik segmentasi pembelinya. Terlebih dengan ragam produk yang dibanderol dengan murah atau diskon, maka ini menjadi sebuah kesempatan bagi para pengunjungnya yang seolah telah tersirep untuk segera membeli produk tersebut.
Pada akhirnya, masyarakat dipaksa untuk mengikuti tren, bahkan mengikuti arus yang bukan berasal dari keinginan utamanya sendiri. Begitulah efek dari globalisasi atau era informasi, semoga bisa bijak dalam menyikapinya.
Sampai jumpa Indocomtech, Jakarta Game Show, Indonesian Game Show di tahun mendatang.
*****
(Foto: Dok. Pribadi)
Selain disediakan banyak produk-produk gadget, event yang dilangsungkan di Jakarta Convention Center (31 Oktober - 4 November 2012) ini juga memamerkan macem-macem video game (Jakarta Game Show 2012). Emang agak sedikit sepi ketimbang Indonesian Game Show 2012 yang baru aja berapa bulan lalu digelar. Ternyata dua event itu yang bikin atau yang dukung adalah dari dua majalah video game terkemuka yang berbeda, yaitu Hot game (JGS/Jakarta Game Show 2012) dan IGS atau Indonesian Game Show 2012 (Gamestation).
Lucunya, konon masing-masing media cetak khusus video game ini bisa saling tak acuh gitu. Kalau event JGS 2012, pihak gamestation gak mau ngeliput, begitu juga sebaliknya, kalau event IGS, tak ada berita yang dimuat di majalah hot game. Katanya sih begitu.
Tapi, terserah mereka, yang penting pengunjung, masyarakat dan semua gamer di Tanah Air, paling tidak merasakan bahwa game sudah tidak lagi dipandang sebelah mata. Mulai bermunculan developer lokal yang sanggup menandingi kemampuan developer luar negeri sekalipun. Dan, tentu para developer yang terdiri dari anak bangsa ini masih berada dalam tahap embrio dan bisa terus belajar dan mengembangkan karyanya untuk menciptakan aplikasi atau game yang semakin berkualitas.
Beberapa developer juga telah cukup populer, hingga mereka berkiprah di Tokyo Game Show 2012. Sebut saja, Agate Studio asal Bandung. Indonesian Game Show 2012 juga menampilkan macem-macem pameran, mulai penghargaan game developer terbaik, hingga kompetisi e-sport.
Kompetisi ini diramaikan dengan game tembak-tembakan atau FPS, seperti Counter strike. Dimeriahkan juga dengan turnamen game Pro Evolution SOccer 2013 dan sebagainya. Ternyata kompetisi ini cukup bergengsi, karena seseorang yang memiliki kemahiran dalam memainkan game dan menang menjadi juara nasional, bisa dikirim ke luar negeri untuk ikut serta dalam turnamen World Cyber Game, berhadiah jutaan rupiah.
Dahsyat juga, dulu game menjadi biang keladi, di mana para orang tua menjadikan game sebagai kambing hitam, lantaran anaknya dapat nilai buruk di sekolah. Jam main game pun dibatasi, misalnya orang tua cuma membolehkan anaknya main game khusus di hari minggu aja. Tapi kini, game semakin berkembang, tidak hanya grafisnya yang tokcer, karakter juga makin mirip dengan orang beneran, lingkungan dan lain-lain. Dan, beberapa game itu juga diperlombakan baik kancah nasional maupun internasional, sehingga pemenangnya bisa mengharumkan nama negaranya sendiri, mantap!.
Di Jakarta Game SHow juga menampilkan stand-stand yang sudah bagaikan surganya para penggila game. Pengunjung boleh jajal game gratis di stand PlayStation, mainin game sepuasnya, bisa juga ikutan turnamen game dengan hadiah utama konsol PlayStation 3. Benar-benar lumayan hadiah yang ditawarkan. Kalau beli konsol PS generasi ketiga tersebut, bisa dibeli mulai dari harga 3,6 jutaan. Mantap bener.
Adanya pameran teknologi seperti hadirnya smartphone, laptop, tablet PC, peralatan elektronik dan akesoris lainnya, memang bisa memberikan banyak sisi positif, tentu yang merasakan adalah para vendor produk teknologi itu sendiri. Penjualan mereka bisa melonjak, karena disediakan juga diskon yang cukup menggiurkan para pengunjungnya.
Namun di satu sisi lainnya, bagi masyarakat, acara semacam ini tak lebih hanya sebagai momen dipacunya sifat konsumerisme masyarakat secara berkelanjutan, mulai dari hari pertama, hingga hari terakhir. Seolah pengunjung tak henti-hentinya dimanjakan, oleh berbagai produk yang sebenarnya merupakan kebutuhan non-primer. Ironis.
Menjamurnya produk teknologi dari luar ini merupakan bukti, betapa cerdasnya para vendor dalam membidik segmentasi pembelinya. Terlebih dengan ragam produk yang dibanderol dengan murah atau diskon, maka ini menjadi sebuah kesempatan bagi para pengunjungnya yang seolah telah tersirep untuk segera membeli produk tersebut.
Pada akhirnya, masyarakat dipaksa untuk mengikuti tren, bahkan mengikuti arus yang bukan berasal dari keinginan utamanya sendiri. Begitulah efek dari globalisasi atau era informasi, semoga bisa bijak dalam menyikapinya.
Sampai jumpa Indocomtech, Jakarta Game Show, Indonesian Game Show di tahun mendatang.
*****
(Foto: Dok. Pribadi)
Comments
Post a Comment