Secercah rindu kembali mengusik, kala malam yang dingin teramat menusuk kesunyian. Teringat elok rupa tentang seseorang yang kerap singgah tanpa diundang, dan ia pergi begitu saja tanpa diantar. Berbicara empat mata pun belum pernah barang sesaat. Hanya saja, mengetahui kabar pintas serta ucap sepatah melalui perangkat media komunikasi pintar yang sama-sama dimiliki, tampaknya itu sudah lebih dari cukup.
Sayangnya, waktu seolah memenjarakan diri untuk tetap teguh berdiam sepi. Seperti residivis yang menanti masa karantinanya usai, barulah ia dapat melangkah keluar dengan mantap. Namun, tak ada jaminan prototipe afeksi yang kini mendiami, akan tetap tergenggam hingga detik nanti. Terlebih, mengingat kondisi dan situasi yang begitu menghunus nafas harapan. Mungkinkah kelak akan tiba waktu, untuk dapat mengarungi samudera kehidupan bersama?
Bukan karena takut kehilangan, hanya tak berani untuk mengklaim bahwa rindu ini secara penuh akan terus terjaga. Entah saat ini, entah esok, lusa atau tahun nanti. Ruang kesabaran tampak menyekat erat tingkah laku maupun lisan.
Apa jadinya bila bunga itu telah dimiliki oleh kumbang jantan yang lebih sigap dan siap. Mungkin hanya keterdiaman dan keikhlasan yang mampu mengobati. Entahlah.
Tersimpul sebuah senyum manis, dari ragam mutiara-mutiara yang diciptakan-Nya. Terbesit bahwa kuasa-Nya memberikan opsi dari sekian sosok anggun bermata jeli. Mungkin ada benarnya, apa yang dikatakan salah seorang motivator terkemuka, yakni untuk masuk ke dalam hati pria, melalui matanya. Sedangkan bagi wanita, adalah telinganya.
Indera penglihatan memang anugerah terindah yang dimiliki setiap insan, begitu pula indera pendengaran serta indera-indera lainnya. Hanya jiwa-jiwa pilihan, yang mau berpikir tentang penciptaan, yang mau sadar akan esensi maupun tujuan kehidupan. Namun, seyogianya harus mampu menjaga terhadap apa yang sudah dititipkan-Nya, bukan berarti bisa dengan liar memandang sesuatu yang belum tiba hak baginya, atau menjadi penggombal sejati yang melayangkan mimpi-mimpi kepada para pendengarnya.
Berapa lama lagi hati ini meraba, bergelut dengan asa dalam gelapnya penantian. Semoga doa takkan terputus demi tetap memijarkan lentera iman, sebagai petunjuk jalan, serta memantapkan azzam.
Dalam deru dan peluh melangkah, meraih ridha menunggangi kendaraan menuju Jannah-Nya. Semoga terbit cinta baru yang kan mengetuk pintu rumah yang belum berpenghuni itu.
*****
(Foto: Sparkstack)
Sayangnya, waktu seolah memenjarakan diri untuk tetap teguh berdiam sepi. Seperti residivis yang menanti masa karantinanya usai, barulah ia dapat melangkah keluar dengan mantap. Namun, tak ada jaminan prototipe afeksi yang kini mendiami, akan tetap tergenggam hingga detik nanti. Terlebih, mengingat kondisi dan situasi yang begitu menghunus nafas harapan. Mungkinkah kelak akan tiba waktu, untuk dapat mengarungi samudera kehidupan bersama?
Bukan karena takut kehilangan, hanya tak berani untuk mengklaim bahwa rindu ini secara penuh akan terus terjaga. Entah saat ini, entah esok, lusa atau tahun nanti. Ruang kesabaran tampak menyekat erat tingkah laku maupun lisan.
Apa jadinya bila bunga itu telah dimiliki oleh kumbang jantan yang lebih sigap dan siap. Mungkin hanya keterdiaman dan keikhlasan yang mampu mengobati. Entahlah.
Tersimpul sebuah senyum manis, dari ragam mutiara-mutiara yang diciptakan-Nya. Terbesit bahwa kuasa-Nya memberikan opsi dari sekian sosok anggun bermata jeli. Mungkin ada benarnya, apa yang dikatakan salah seorang motivator terkemuka, yakni untuk masuk ke dalam hati pria, melalui matanya. Sedangkan bagi wanita, adalah telinganya.
Indera penglihatan memang anugerah terindah yang dimiliki setiap insan, begitu pula indera pendengaran serta indera-indera lainnya. Hanya jiwa-jiwa pilihan, yang mau berpikir tentang penciptaan, yang mau sadar akan esensi maupun tujuan kehidupan. Namun, seyogianya harus mampu menjaga terhadap apa yang sudah dititipkan-Nya, bukan berarti bisa dengan liar memandang sesuatu yang belum tiba hak baginya, atau menjadi penggombal sejati yang melayangkan mimpi-mimpi kepada para pendengarnya.
Berapa lama lagi hati ini meraba, bergelut dengan asa dalam gelapnya penantian. Semoga doa takkan terputus demi tetap memijarkan lentera iman, sebagai petunjuk jalan, serta memantapkan azzam.
Dalam deru dan peluh melangkah, meraih ridha menunggangi kendaraan menuju Jannah-Nya. Semoga terbit cinta baru yang kan mengetuk pintu rumah yang belum berpenghuni itu.
*****
(Foto: Sparkstack)
Comments
Post a Comment